Mohon tunggu...
En. Habibie
En. Habibie Mohon Tunggu... -

Sayangilah yang ada di bumi .. maka kamu akan di sayangi .. oleh yang ada di langit ..

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Karikatur Pemimpin Guyonan

9 April 2014   17:52 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:52 120
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Karikatur Pemimpin Guyonan

Selesai sudah masa kampanye, Indonesia detik-detik mengadakan pesta demokrasi besar-besaran di semua propinsi. Dari sabang sampai merauke pada hari ini menyumbangkan suaranya untuk masa depan Indonesia. Semua orang berbondong-bondong mendatangi TPS ( tempat pemungutansuara ) dimana semua orang akan memilih dan mencoblos calon legislative yang mereka sukai yang tentunya sesuai dengan keinginan dan hati nuraninya masing-masing. Yang diharapkan nantinya bisa membawa perubahan bagi Indonesia khususnya.

Calon Legislatif DPR RI yang akhir-akhir ini muncul di berbagai siaran media merupakan sosok yang tidak lain dari sekian banyak calon yang lainnya merupakan hanya sebuah karikatur pemimpin guyonan belaka. Artis televisi misalnya, entah apa yang melatarbelakangi mereka memberanikan diri sebagai calon pemimpin bangsa Indonesia ini.

Masa depan Indonesia ini bukan hanya bagaimana kita sebagai masyarakat bisa mengeksplorasi fikiran kita sehingga nantinya akan menjadikan action yang teratur antara fikiran dan tindakan. Tetapi juga diperlukan pemimpin-pemimpin yang mempunyai kemampuan leadership yang bagus serta pemikiran yang berisi embrio yang berkualitas, sehingga natinya antara masyarakat dan pemimpin bisa berjalan seimbang sesuai gelombang yang diinginkan.

Mengenai Calon Legislative DPR RI yang selama ini berprofesi sebagai seorang Artis atau sebutan dari seseorang yang setiap harinya berpentas seni di televisi. Sebenarnya, apa yang melatarbelakangi dan memotivasi mereka menjadi pemimpin bangsa ini? Apakah mereka sudah pernah memikirkan waktu yang akan datang untuk bangsa ini? Sedangkan profesi dan background mereka bergelut dan bertujuan untuk menghibur masyarakat, bukan menghibur untuk memimpin ataupun memimpin untuk menghibur? Karna memimpin merupakan satu konsentrasi selaras antara ucapan dan tindakan yang kemudian dieksplorasikan untuk yang dipimpin. Maka tak salah dari potongan kata-kata saya sebelumnya hanyalah sekedar guyonan belaka.

Tidak salah jika Alfred Aldler mencetuskan suatu teori tentang dua hasrat pokok yang melatarbelakangi dan mendorong manusia bertingkah laku. Kedua macam dorongan tersebut timbul atau tampak karena siasat hidup manusia sendiri. Yang pertama, ialah dorongan kemasyarakatan, yaitu dorongan pada manusia yang bertindak mengabdi kepada masyarakat. Yang kedua adalah dorongan berkuasa (keakuan) adalah dorongan atau hasrat “untuk” bertindak mengabdi kepada masyarakat.

Dorongan kemasyarakatan sesungguhnya dimiliki setiap manusia secara alamiah. Hal ini juga berkaitan dengan status manusia sebagai mahluk social sebagaimana manusia tidak mampu hidup sendiri dan diharuskan untuk berinteraksi dengan manusia yang lainnya. Pendapat Adler tentang posisi manusia yang seperti ini tidak dipermasalahkan, karena secara naluri mereka mendapatkan tugas untuk mengedepankan kepentingan bersama daripada kepentingan pribadi.

Hasrat berkuasa yang ada dalam diri manusia merupakan hasrat yang selalu berusaha untuk mengabdi pada diri sendiri dengan maksud agar dia diperhatikan oleh orang lain. Dorongan agresif ini mempunyai peranan yang lebih penting daripada dorongan seksual dan kemudian nafsu agresif ini diganti dengan keinginan berkuasa. Semua gerak-gerik yang dilihatkan oleh seseorang tersebut hanyalah untuk kepentingan dirinya sendiri. Itulah yang dialami oleh para calon-calon pemimpin bangsa Indonesia saat ini. Harkat dan martabat bangsa ini bukan hanya sekedar guyonan, tetapi sebuah gelombang konsentrasi dari komitmen calon pemimpin kita yang bertujuan untuk mengabdi kepada masyarakat, terutama untuk Indonesia saat ini dan masa yang akan datang. Wallahu A’lam ..

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun