Ketika Cinta Datang
(Karya: Angga Tiara Wadaningtias)
Tuhan izinkan aku terus menyapanya lewat sejuta sayang ku untuknya. Aku tidak mengerti tentang rasa ini mengapa hadir untuknya sungguh cinta ini datang tanpa permisi untuk dia. Goresan cinta itu sungguh telah menyebar luas di hati yang dahulunya bersih tanpa seseorang yang menyinggahinya. Aku tak paham tentang apa itu cinta yang aku tau hanyalah aku sungguh mencintainya dan aku tak mengerti apa alasannya. Hanya ada satu alasan yaitu aku merasa nyaman berada didekatnya.
Lelaki sederhana berkulit sawo matang dengan mata pandanya dan senyumnya yang manis yang mampu membuat bibir ku tersungging saat aku melihatnya tersenyum. Hati ini tak mungkin berbohong dan untuk sekian kalinya hati ini berkata "aku cinta dia".Â
Abang onie panggilan kesayanganku untuknya. Dia berumur tiga tahun lebih tua dari aku ya, dia lelaki yang dewasa yang saat ini menempuh perkuliahan di fakultas yang sama denganku dan lebih tepatnya dia teman sekelasku. Awalnya aku hanya sekedar tahu nama dia. Menyapanya itu pun jarang hanya sekedar penting. Yang aku tahu tentangnya adalah dia teman sekelasku yang berfikiran kritis. Pertanyaan dan jawaban dia selalu hadir dalam tiap sesi presentasi. Perdebatan dan  jawaban dia yang suka bikin aku ingin melempar sepatu kepadanya. Entah dia terlalu pintar untuk berdebat apa aku yang tidak menyukai perdebatan. Yah! Menjadi mahasiswa hukum bukanlah cita-cita ku dan tidak sama sekali aku suka sekalipun ayah adalah sarjana hukum yang biasanya mengajakku mengobrol tentang dunia hukum. Yang aku impikan adalah menjadi sarjana pertanian. Lucu kan! Sarjana pertanian? Netizen berkata bahwa sarjana hukumlah yang jauh lebih keren dibanding sarjana pertanian. Akan tetapi, aku tidak mempedulikan hal itu.Â
Aku tipikal anak yang menyukai praktik-praktik didunia sains dan hal-hal yang nyata adanya. Terlahir dari jurusan IPA yang sehari-harinya sudah terbiasa dengan setumpuk rumus dan praktikum di labotorium yang tiada akhir yang membuatku memilih tetap berada di dunia labotorium. Tetapi takdir tidak mengizinkan aku berada di labotorium pertanian  melainkan bersinggah di labotorium yang berisi dengan perdebatan.Â
Sungguh aku benci hal itu! Seperti halnya aku tidak menyukai abang onie yang tidak mau dikalahkan saat berdebat. Apa yang aku benci saat ini menjadi sesuatu yang aku suka. Inilah skenario tuhan yang jauh dari pemikiran manusia sebelumnya. Rencana tuhan yang terbungkus sangat rapi yang tak mampu aku menebaknya. Menyukai abang onie bukanlah kehendakku melainkan kehendak dari Maha Pencipta langit dan bumi. Tuhanlah yang maha membolak-balikkan hati manusia. Menyukai seseorang adalah hal yang wajar sebagai manusia yang normal. Cinta menurutku adalah sesuatu hal yang lucu dan aneh. Mengapa? Yah, lewat cinta kita mampu mengubah hal-hal yang kita tidak suka menjadi suatu hal yang indah bahkan menjadi hobi kita yang baru. Seperti halnya aku, hobi baruku saat ini adalah memperhatikan abang onie.
Aku masih mengingat perkenalan singkat dengannya pada saat awal perkuliahan. Teman sekamarku di asrama sudah terlebih dahulu menganalnya yaitu Alsha. Alsha sudah akrab dengannya dan kadang kalanya dia bercerita tentang abang onie akan tetapi aku tidak pernah meresponnya dan tidak ingin tahu tentangnya.
Saat aku dan Alsha duduk santai selepas perkuliahan sambil menunggu pergantian jam untuk mata kuliah selanjutnya. Aku dan Alsha duduk di teras Aula kampus dan tepat disamping kita ada lelaki yang sedang bersantai dengan asap rokok berebutan keluar dari mulutnya dan segelas kopi yang setia menemani.
"haii? Sendiri saja" (Alsha menyapanya)
"Rumahmu dimana?" ( celetukku menyapanya tanpa basa-basi sebelumnya, nama dia saja aku belum tahu)"