Miris memang, di dalam gedung bekas pabrik ini, warga terpaksa membuat sekat-sekat dari bebak untuk ditempati. Ruang bersekat bebak itu tidak lebih luas dari kamar kos. Sulit dibayangkan kalau belasan orang harus tidur dalam ruangan sekecil itu.
"Kalau musim kampanye kaka, banyak calon DPR dan Bupati yang keluar masuk. Ini kita punya dinding rumah ful dengan stiker-stiker calon. Tapi setelah lolos, mereka lihat kita ke ta'i. kami sudah muak dengan mereka punya janji-janji palsu", ungkap Ameta.
Tidak hanya itu, bantuan pemerintah semisal rumah layak huni atau semacamnya tidak pernah mereka dapat. "Mungkin pemerintah pikir-pikir kalau harus kasi kami bantuan rumah, tanah saja statusnya tidak jelas. Padahal kami sudah 21 tahun tinggal di sini".
"Kami hanya minta satu sebenarnya dari pemerintah, yaitu tanah. Indonesia sudah 75 tahun merdeka tapi kami warga eks Timor Timur yang dengan sadar memilih meninggalkan tanah leluhur kami demi Indonesia, tapi kami tidak punya tanah di Indonesia".
Salam cinta satu perjuangan
Salam Indonesia
Dari Kamp Pabrik Kulit
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H