"Quintillianus dalam salah satu kesempatan berkata begini : tidak ada anugerah yang lebih indah, yang diberikan oleh para dewa,daripada keluhuran berbicara". Malam hari ini, dari atas panggung kehormatan ini kita akan menyaksikan representan dari masing-masing kelompok akan beradu argumentasi. Mereka akan membutikan kepada kita kalau mereka memang memiliki karunia bicara yang sungguh luar biasa". Demikian tutur Fr. Baldus Sae selaku moderator debat dalam kompetisi debat babak penyisihan menyongsong puncak pesta family STSM 2017.
Kompetisi debat panel di babak penyisihan ini dilangsungkan di Aula Seminari Tinggi St.Mikhael pada, Selasa (12/09) pukul 20.00 - 22.00 Wita. Debat panel yang berlangsung dalam dua sesi ini dipandu langsung oleh Fr. Baldus Sae di sesi pertama dan Fr. Fian Batu pada sesi selanjutnya. Panitia penyelenggara (Sie Akademi) menghadirkan Fr. Marsel Nubatonis, Fr.Deo Parera dan Fr. Fon Neno selaku dewan juri. Turut hadir menyaksikan jalannya debat malam itu para frater dari setiap kelompok pesta family yang mendukung teamnya dalam laga adu argumentasi ini.
Di sesi pertama, di atas panggung kehormatan representan dari kelompok St. Matius, St. Markus dan St. Yohanes dipertemukan. Masing-masing mengusung tema (pro); Janji/selibat bagi seorang imam katolik, masih urgen di zaman sekarang?; pemakaman katolik bagi para pelaku sekaligus korban bunuh diri dan Penerapan model Demokrasi di Indonesia : Demokrasi Terpimpin atau Demokrasi Liberal.Â
Sementara di sesi kedua, di atas panggung kehormatan yang sama, representan dari kelompok St. Paulus, St. Lukas dan St. Petrus dipertemukan. Masing-masing mengusung satu tema (pro); Hukuman mati bagi terpidana KKN; Penentuan ambang batas pencalonan presiden (presidential Threshold) dalam pemilu 2019; dan  Undang-undang penodaan agama di Indonesia.
Meski dihadiri sejumlah penonton saja, debat panel kali ini berlangsung seru. Nuansa akademis memang sangat nampak. Bukan debat kusir biasa yang dipertontonkan para kontestan. Alur debat berjalan sesuai technical meeting. Di mana masing-masing kelompok berhak atas atas 20 menit untuk mempertahankan argumentasi afirmatifnya, sementara kelompok lain menegasi abstraksi dan penyataan afirmatif kelompok pro. 5-7 menit pertama dari durasi waktu 20 menit, jubir dari kelompok pro membacakan abstraksi debat. Sisa waktu selanjutnya dipakai untuk berdebat.
Usai debat dewan juri diminta oleh panitia penyelenggara untuk memberikan catatan mengenai jalannya debat panel ini. Fr. Deo Parera memberikan apresiasi sekaligus memberikan catatan kritis untuk para kontestan agar tampil lebih maksimal lagi di babak selanjutnya. Demikian halnya Fr. Ma'e dan Fr. Fon. Fr. Ma'e bahkan mengusulkan agar di babak selanjutnya format debatnya diubah. "Nanti, mereka tidak perlu lagi membawa abstraksi ke depan. Cukup selembar kertas kosong dan alat tulis. Abstraksinya baru akan dipersiapkan sepersekian menit di atas panggung sebelum debat berlangsung'. Demikian tutur Frater Ketua Umum Seminari Tinggi St. Mikhael periode 2016/2017 ini. (saesae)