Dikutip dari berita KOMPAS.TV - Kasus perundungan atau ''bullying'' siswa yang menyeret anak seorang selebritas membuat Binus School Serpong buka suara. Dalam pernyataan tertulisnya pengelola SMA swasta internasional di Tangerang Selatan, Banten ini menyatakan, tidak menoleransi aksi kekerasan baik fisik, psikis, maupun emosional, baik di dalam maupun luar sekolah.Pihak sekolah memastikan sudah menginvestigasi dan mengeluarkan seluruh siswa yang terlibat dalam aksi kekerasan.Disiplin tegas juga diberikan untuk siswa yang melihat dan membiarkan aksi perundungan terjadi.Sementara itu dari hasil gelar perkara polisi pada selasa 20 Februari kasus bullying siswa Binus School Serpong sudah naik ke penyidikan.Polisi mengantongi keterangan saksi korban dan keluarganya, serta bukti video perundungan. Tetapi polisi belum menetapkan pelaku anak dalam kasus ini (sumber Kompas.tv - 22 Februari 2024, 11:53 WIB)
Kasus SMA Â Binus bertaraf internasional adalah Pelajaran berharga. Maka di bawah ini adalah bentuk-bentuk utama kekerasan yang diidentifikasi oleh Laporan Dunia tentang Kekerasan terhadap Anak. Pada kasus SMA Â Binus Serpong jelas memenuhi setidaknya empat unsur yakni: a/ Kekerasan Eksternal: Pengaruh geng, Situasi konflik, senjata dan perkelahian; b Kekerasan Fisik misalnya hukuman fisik, pemukulan, tendangan, penamparan, dan sebagainya. c/ Kekerasan Psikologis, misalnya melontarkan komentar-komentar yang meremehkan dan menghina, mengejek siswa, mengancam, dan sebagainya. dan d Penindasan misalnya, menyebut nama, komentar yang menyakitkan, ejekan, pengucilan sosial, kekerasan fisik, dll.
Hukuman fisik dilakukan sekelompok  Geng Tai SMA  Binus Serpong  dapat menimbulkan konsekuensi serius terhadap kesehatan mental dan fisik siswa terutama korban dan keluarganya. Kekerasan fisik di sekolah telah dikaitkan dengan lambatnya perkembangan keterampilan sosial, depresi, kecemasan; perilaku agresif dan kurangnya empati atau kepedulian terhadap orang lain. Pada sisi lain misalnya Hukuman badan menimbulkan kebencian dan permusuhan serta menghambat kualitas hubungan setara pada martabat manusia. Hukuman fisik malah mengajarkan siswa bahwa penggunaan kekerasan baik verbal, fisik, atau emosional dapat diterima, terutama jika ditujukan pada individu yang lebih muda dan lebih lemah. Pelajaran ini menyebabkan meningkatnya insiden intimidasi dan budaya kekerasan secara keseluruhan di sekolah.
Kasus Geng Tai di SMA Â Binus Serpong baik bagi pelaku intimidasi maupun siswa yang ditindas, siklus kekerasan dan intimidasi mengakibatkan kesulitan interpersonal yang lebih besar dan kinerja yang buruk di sekolah. Siswa yang menjadi korban intimidasi lebih besar kemungkinannya untuk mengalami depresi, kesepian, atau cemas dan memiliki harga diri yang rendah dibandingkan teman-temannya. Penindas sering kali bertindak agresif karena frustrasi, terhina, marah, dan sebagai respons terhadap ejekan sosial.
SMA Binus dan fenomena Geng Tai ketika siswa terlibat dengan geng atau tinggal di komunitas di mana geng dan kekerasan merupakan bagian dari budayanya, hal ini dapat secara langsung mengarah pada perkelahian, senjata, dan kekerasan terkait pelanggaran berat di sekolah. Situasi konflik dapat mengganggu kemampuan siswa untuk belajar dan bersekolah. Konflik juga dapat berdampak pada infrastruktur sekolah, ketersediaan guru yang berkualitas, serta distribusi dan akses terhadap materi pembelajaran. Laporan dari negara-negara yang berkonflik menemukan  situasi tersebut membuat siswa rentan terhadap kekerasan, sehingga meningkatkan risiko mereka menjadi korban baik di dalam maupun di luar sekolah.
Mengapa SMA Binus tidak maksimal atau belum maksimal  menjalankan Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 46 Tahun 2023 Tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan;Â
misalnya bisa menjadikan siswa  sebagai mitra  dalam mencegah kekerasan.  Memasukkan pendidikan hak asasi manusia dan perdamaian dalam kurikulum sekolah. Ajari siswa tentang hak asasi mereka serta hak teman sebaya, guru, anggota keluarga, dan anggota komunitas mereka. Sekolah dapat mengajarkan tentang hak asasi manusia dan hak anak melalui cerita, debat, permainan peran, permainan dan kejadian terkini, yang semuanya melibatkan siswa dalam menganalisis dan menerapkan pengetahuan mereka tentang hak asasi manusia ke dalam realitas sekolah dan lingkungan masyarakat mereka sendiri.
Karena SMA Binus Serpong adalah sekolah internasionak mengapa pengelola Pendidikan tidak memaksimalkan pada martabat manusia, bisa atau dapat digunakan versi Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia ( HAM ) dan Konvensi Hak Anak yang tersedia bagi siswa dan terjemahkan ke dalam bahasa anak-anak. Kedua dokumen tersebut menyatakan hak setiap orang atas pendidikan dan hak setiap orang untuk tumbuh dan belajar dalam lingkungan yang aman. Diskusikan dokumen-dokumen ini dengan siswa dan cobalah menetapkan cara-cara agar hak asasi manusia setiap orang dapat dipahami, dilindungi, dan dihormati di kelas maupun diluar kelas, disekitar sekolah.
Mintalah siswa dalam menetapkan aturan dan tanggung jawab kelas. Mintalah kelas untuk menuliskan kode etik bersama-sama. Tindakan apa yang diperbolehkan, tindakan apa yang akan menyakiti orang lain atau mengganggu kelas, dan tindakan apa yang penting agar  dapat mengajar dan siswa  dapat belajar dalam lingkungan yang damai. Menulis kode etik bersama-sama memperjelas hak dan tanggung jawab setiap orang dan meningkatkan partisipasi siswa.
Aktivitas Dalam Kelas : Minta siswa untuk berdiskusi dengan guru dan satu sama lain apa yang termasuk kekerasan dan apa yang tidak. Hak-hak spesifik apa yang tidak dihormati dalam tindakan kekerasan? Menyarankan cara untuk meningkatkan kesadaran akan hak asasi manusia di sekolah dan meningkatkan rasa hormat dan penghargaan terhadap perbedaan, misalnya melalui debat, kunjungan lapangan, permainan, permainan peran, dan bercerita
Bagi SMA  Binus Serpong idialnya Kepala sekolah, dan pimpinan sekolah atau Guru dapat memulai dengan menerapkan tindakan dasar di kelas (pentingnya Kseteraan martabat manusia atau HAM ), sementara tindakan lainnya memerlukan tingkat keterlibatan yang lebih besar dari staf sekolah dan masyarakat, seperti penerapan mekanisme keselamatan sekolah. Bicaralah dengan kepala sekolah,  kolega, siswa, orang tua dan tokoh masyarakat untuk mencapai pemahaman bersama tentang masalah kekerasan di sekolah. Guru tidak bisa mencegah kekerasan di sekolah sendirian. Seluruh komunitas sekolah harus bersatu untuk menyepakati pesan yang kuat dan jelas  kekerasan, pelecehan seksual, intimidasi, dan intoleransi tidak dapat diterima di lingkungan sekolah. Ketika semua orang menyadari berbagai cara terjadinya kekerasan, orang-orang yang terkena dampaknya dan dampaknya, maka pencarian solusi akan jauh lebih mudah.
Kembangkan rencana tindakan bekerja sama dengan pihak-pihak yang disebutkan di atas serta para profesional layanan kesehatan, petugas penegak hukum, dan kelompok masyarakat penting lainnya. Rencana pencegahan kekerasan yang dikembangkan melalui konsultasi dan kerja sama yang luas kemungkinan besar akan berhasil dibandingkan rencana yang disusun oleh sekelompok profesional yang bertindak sendiri.
Temukan cara untuk mengurangi faktor risiko, misalnya dengan memastikan lingkungan fisik yang cukup terang, atau dengan mengajarkan keterampilan penyelesaian konflik tanpa kekerasan kepada siswa. Mengurangi peluang terjadinya kekerasan dan memberikan siswa alat untuk mencegahnya merupakan hal yang penting dalam menciptakan sekolah yang aman.