Mohon tunggu...
APOLLO_ apollo
APOLLO_ apollo Mohon Tunggu... Dosen - Lyceum, Tan keno kinoyo ngopo

Aku Manusia Soliter, Latihan Moksa

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Analisis Galtung Pada Kekerasan di SMU Binus Serpong

22 Februari 2024   16:39 Diperbarui: 23 Februari 2024   16:43 276
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Analisis Galtung Pada Kekerasan di SMU Binus Serpong/dokpri

Dikutib dari berita BangkaPos.com dengan judul Video Bully Geng Tai di SMA Binus Viral, Ibu Korban Sebut Pelaku Ancam Bunuh Anaknya yang Kelas 6 SD, https://bangka.tribunnews.com Ibu korban bahkan buka suara menjelaskan bagaimana penganiayaan dan pengancaman yang didapatkan anaknya. Video ini terungkap setelah diviralkan oleh akun Twitter @BosPurwa, Senin (19/2/2024). 

Pasca-viral, rekaman video saat momen pembullyan terjadi pun beredar. Kelompok bernama geng tai itu diduga berisi siswa kelas  2 SMA Binus termasuk FL anak VR. Dalam video terlihat seorang remaja berkacamata yang mengenakan kaos biru dongker pasrah kala dibentak-bentak remaja di depannya. Meskipun berpostur lebih tinggi dan besar, remaja berkaos biru itu diam saja kala dilecehkan remaja lain.

Bahkan kala disuruh melepas celana panjangnya dan hanya menyisakan celana dalam, remaja tersebut tetap pasrah.

Pun saat disuruh mengucapkan kalimat permintaan seniornya, ia pun menurutinya.

"Bilang apa," kata remaja di video.

"Sarah, Sarah," ujar korban.

"Gob**k, bokap lu tentara, lu gob***," pungkas remaja yang mengenakan kaos cokelat.

Tak cuma menghardik, remaja diduga anggota geng tai itu juga memukul dada dan mencekik leher korban.

Mengikat di dinding pake Tali Gorden

Megang Tangan dari Belakang

Sundut dan Mukul

Membakar tangan pake korek api

Diperlakukan tak manusiawi, korban hanya diam. Sementara anggota geng lainnya tampak puas tertawa melihat perundungan di depannya.

Sungguh-sungguh keterlaluan Sebagai sekolah elit, orang kaya berpendidikkan dan  berreputasi Internasional SMA di Binus Serpong secara logika kekerasan seperti ini sangat menyakitkan keluarga korban terutama ibu dan keluarga korban bagaimana mungkin "kekerasan ini dapat terjadi. Sudah banyak dengan mudah diperoleh berita kekerasan selama Tindakan

Mengikat di dinding pake Tali Gorden

Megang Tangan dari Belakang

-Sundut dan Mukul

- bakar tangan pake korek api

Tak cuma menghardik, remaja diduga anggota geng tai itu juga memukul dada dan mencekik leher korban.

Menurut Johan Vincent Galtung (24 Oktober 1930 /17 Februari 2024), kekerasan terjadi ketika manusia dipengaruhi sedemikian rupa sehingga realisasi fisik dan mental yang sebenarnya berada di bawah potensi realisasinya. Galtung akan melihat sesuatu sebagai kekerasan jika di kemudian hari peristiwa tersebut dapat diatasi atau dicegah, namun tetap dibiarkan. Sebagai realitas simbolik, bahasa tidak dapat dipisahkan dari dunia batin pemakainya dan lingkungan sosial yang ada.

Diantaranya konflik sosial seperti kekerasan, pembunuhan, pemerkosaan, penjarahan, pelecehan, perampokan, penindasan, dan sebagainya. Bertepatan dengan fenomena kekerasan yang melanda bangsa ini, kesopanan atau bahasa etika kini mengalami erosi atau kemunduran yang luar biasa. Untuk mengatasi hal tersebut, etika kesusilaan berbahasa perlu dibenahi dalam konteks pengajaran bahasa di tanah budaya Indonesia;

Sebagai fenomena sosial, kekerasan telah menarik minat para ilmuwan sosial untuk lebih lanjut. jauh mempelajari, menggeluti dan mencari teori eksplanatorisnya. Salah satu di antaranya adalah Johan Galtung. Tulisan ini memaparan tentang teori kekerasan Galtung dalam hubunganya dengan praktik bahasa. Menurut Johan Galtung, kekerasan terjadi bila manusia dipengaruhi sedemikian rupa sehingga realisasi fisik dan mental aktualnya berada di bawah realisasi potensinya. 

Galtung akan melihat sesuatu sebagai kekerasan bila di masa mendatang peristiwa tersebut dapat diatasi atau dicegah, tetapi tetap dibiarkan. Sebagai realitas simbolik, bahasa tidak bisa lepas dari dunia batin pemakainya dan setting sosial yang ada. Termasuk di antaranya konflik-konflik sosial berupa kekerasan, pembunuhan, penipuan, penjarahan, memaafkan, memelukan, meminjam, dan lain-lain. 

Berbarengan dengan fenomena kekerasan yang melanda bangsa ini, kesopanan atau etika yang diucapkan kini mengalami erosi atau presentasi yang luar biasa. Untuk mengatasinya, etika kesopanan berbahasa perlu disikapi dalam konteks pengajaran bahasa dalam lahan budaya Indonesia

Tipe Kekerasan SMU di Binus Serpong adalah jenis kekerasan sejak tahun 1969 Johan Galtung, salah satu pendiri bidang studi perdamaian, mengistilahkan kekerasan langsung, yang membedakannya dengan bentuk kekerasan lainnya. Tipe Kekerasan SMU di Binus Serpong adalah Kekerasan langsung, kata Galtung, berkaitan dengan "ketidakmampuan somatik, atau perampasan kesehatan, saja (dengan pembunuhan sebagai bentuk ekstremnya), yang dilakukan oleh aktor yang menginginkan hal ini menjadi konsekuensinya." 

Menurut Galtung, kekerasan langsung diwujudkan secara fisik, terkait dengan peristiwa yang dapat dilihat, dan harus melibatkan pelaku dan mempunyai tujuan. Diskursus ini untuk lebih memahami definisi kekerasan, pada Kekerasan SMA di Binus Serpong menggunakan "segitiga kekerasan" yang dikembangkan oleh peneliti perdamaian dan sosiolog terkenal dunia, Johan Galtung.

Ketiga jenis kekerasan tersebut saling bergantung satu sama lain. Segala bentuk kekerasan dapat menyebar dan berdampak pada jenis kekerasan lainnya. Misalnya, jika kekerasan struktural menjadi terlembaga dan kekerasan budaya meningkat, maka terdapat risiko bahwa kekerasan langsung akan meningkat. 

Menurut Johan Galtung, kekerasan selalu terjadi ketika seseorang dipengaruhi sedemikian rupa sehingga perkembangan fisik dan mentalnya berada di bawah potensi yang sebenarnya. Oleh karena itu, kekerasan menjadi penyebab perbedaan antara pembangunan potensial dan pembangunan aktual.

Dengan meminjam Pemikiran Galtung membedakan tiga jenis kekerasan di SMU Binus Serpong:

Kekerasan Langsung: Dilakukan langsung oleh seorang aktor. Kekerasan ini terlihat dan bersifat fisik atau psikologis. Ada pelaku dan korban. Kekerasan langsung adalah apa yang biasanya dipahami sebagai kekerasan (penyiksaan, pembunuhan, pelecehan fisik atau psikologis, penghinaan, diskriminasi, intimidasi, termasuk kategori oleh SMA di Binus Serpong).

Disamping kekerasan langsung ada  dugaan kekerasan anak SMA di Binus Serpong juga dipengaruhi oleh dua tipe kekerasan lainnya yakni:

Kekerasan Struktural: Jenis kekerasan ini mirip dengan ketidakadilan sosial dan struktur yang mendorong ketidakadilan sosial ini. Ini adalah kekuatan yang tidak terlihat yang dibentuk oleh struktur yang menghalangi pemenuhan kebutuhan dasar. Hal ini biasanya diungkapkan secara tidak langsung dan tidak memiliki penyebab yang terlihat secara langsung. 

Menurut Galtung, hal ini selalu terjadi ketika masyarakat dipengaruhi sedemikian rupa sehingga mereka tidak dapat mewujudkan diri mereka dengan cara yang sebenarnya mungkin terjadi (apartheid, undang-undang segregasi ras, ketentuan hukum untuk penaklukan penduduk sipil, dalam bentuk kondisi sosial yang tidak adil, tidak meratanya akses terhadap pendidikan/pendidikan, kondisi kehidupan yang merendahkan, kemiskinan.

Kekerasan Budaya Atau Simbolis: Aspek budaya sosial yang melegitimasi penggunaan kekerasan langsung atau struktural. Kekerasan budaya dan simbolik sering kali terwujud dalam sikap dan prasangka (rasisme, seksisme, fasisme, atau agama tertentu).

Tingkatan yang tidak kasat mata menggambarkan kenyataan bahwa SMA di Binus Serpong  mungkin juga dipengaruahi oleh alam bawah sadar mereka dikaitkan dengan tipe latar belakang lain sebagai penunjangnya baik kekerasan struktural dan kultural, tidak tampak siapa pun yang dapat dimintai pertanggungjawaban. 

Kekerasan struktural dimasukkan ke dalam sistem dan memanifestasikan dirinya dalam hubungan kekuasaan yang tidak setara dan, akibatnya, dalam kesempatan hidup yang tidak setara. Ketiga jenis kekerasan tersebut saling bergantung satu sama lain. Untuk mencegah salah satunya, Anda juga harus menangani dua lainnya dan mengatasinya selama tindakan. Segitiga kekerasan oleh Johan Galtung. Risiko terjadinya kekerasan berkurang pada masa kanak-kanak dan remaja, antara lain dengan:

  • Perhatian orang tua dan hubungan positif dengan orang tua dan orang dewasa lainnya
  • Ikatan yang stabil
  • Kompetensi sosial
  • dukungan sosial dan lingkungan sosial yang stabil
  • Kesuksesan dan rasa berprestasi di sekolah
  • Kecerdasan sedang hingga tinggi
  • Perkembangan prososial dan nilai-nilai sosial
  • Keterampilan memecahkan masalah
  • Ekspektasi efikasi diri yang tinggi

Kasus pelecehan psikologis dan fisik terhadap anak oleh orang dewasa dan teman sebaya di lembaga pendidikan umum SMU Binus Serpong dan tempat lainnya  sering terjadi; intimidasi di kalangan siswa adalah bentuk interaksi yang tersebar luas di kalangan sampai hari ini sebagai Tindakan melalukan Lembaga, SMU Binus Serpong  di perlukan pemantauan ini dilakukan dengan dukungan Dinas Pendidikan atau Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Pemantauan tersebut memperjelas SMU Binus dan orang-orang yang bertanggung jawab tidak memiliki kompetensi mengenai mekanisme respons terhadap kekerasan terhadap anak-anak dan sekolah tidak memiliki kebijakan bersama dalam memerangi kekerasan. Pengelola sekolah SMU Binus Serpong tidak masuk akal sudah 9 generasi kekerasan itu terjadi dan kemudian menyatakan tidak mendapat informasi mengenai mekanisme negara dalam melindungi anak dari kekerasan diluar nalar sekolah level internasional dan ber-reputasi.

Kesadaran siswa akan hak-hak mereka dan berbagai bentuk kekerasan masih buruk. Mayoritas siswa tidak tahu siapa yang harus dirujuk jika terjadi kekerasan. Teriakan, pendekatan kasar dan perlakuan tidak pantas mendominasi berbagai bentuk kekerasan terhadap anak.

Berdasarkan rekomendasi  yang mungkin perlu dicek oleh SMU Binus Serpong adalah , penting untuk mengambil langkah-langkah berikut untuk memastikan lingkungan yang aman di sekolah:

  • Untuk mempromosikan mekanisme pencegahan kekerasan di sekolah yang positif daripada menghukum. Guru dan kepala sekolah harus menerapkan strategi belajar mengajar tanpa kekerasan dan mengelola kelas serta memastikan kedisiplinan dengan mengambil tindakan yang tidak didasarkan pada rasa takut, ancaman atau kekuatan fisik.
  • Untuk mengintegrasikan isu-isu yang berkaitan dengan pedagogi positif dan pencegahan kekerasan dalam pelatihan guru dan pelatihan ulang program universitas dan profesional. Penting bagi guru dan pegawai sekolah untuk membedakan dengan jelas antara disiplin dan kekerasan terhadap anak.
  • Para profesional yang bekerja dengan anak-anak harus mengidentifikasi fakta-fakta kekerasan secara tepat waktu dan memberikan tanggapan yang tepat. Penting untuk memberikan informasi dan pelatihan ulang secara rutin kepada kepala sekolah, guru, dan pegawai sekolah lainnya sehubungan dengan prosedur rujukan perlindungan anak.
  • Memberikan informasi kepada siswa tentang kekerasan serta hak dan kewajibannya.
  • Kurikulum harus mempromosikan nilai-nilai keadilan sosial, keterampilan hidup, toleransi dan cara-cara penyelesaian konflik tanpa kekerasan.
  • Siswa harus terlibat secara aktif dalam kehidupan sekolah dan menguraikan mekanisme pencegahan kekerasan tertentu seperti kode etik.
  • Sekolah harus memiliki mekanisme pelaporan, intervensi dan respons terhadap insiden kekerasan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun