Apa Itu Cinta
Pada teks Simposium, Platon  menyampaikan serangkaian pidato tentang cinta dalam sebuah jamuan makan, dengan Socrates sebagai salah satu peserta utamanya. Pandangan Platon  tentang cinta dapat diringkas dalam konsep "cinta Platon nis", yang lebih dari sekadar ketertarikan fisik. Ia membedakan dua jenis cinta: "Eros", yang melambangkan cinta fisik dan penuh gairah, dan "Agape", yang melambangkan cinta yang lebih spiritual dan tanpa pamrih (sepi ing pamrih rame ing gawe).
 Dalam Simposium, Platon  menggambarkan pendakian ke bentuk cinta yang lebih tinggi. Perjalanan dimulai dengan ketertarikan seseorang terhadap kecantikan fisik, namun melalui refleksi intelektual dan filosofis, seseorang dapat naik pada apresiasi terhadap keindahan moral dan spiritual. Pada akhirnya, bentuk cinta tertinggi bagi Platon  adalah cinta terhadap Bentuk atau Cita-cita yang abadi dan tidak berubah. Kecantikan fisik dipandang sebagai batu loncatan menuju kontemplasi keindahan dan kebenaran universal.
Filsafat Platon  menyatakan  cinta sejati melibatkan hubungan jiwa dan pencarian cita-cita yang lebih tinggi dan transenden daripada hanya didasarkan pada hasrat fisik. Perspektif Platon ini mempunyai pengaruh yang bertahan lama pada filsafat dan perdebatan Barat tentang hakikat cinta. "Cinta membawa kedamaian bagi manusia, ketenangan bagi lautan yang bergejolak, ketenangan bagi angin, dan tidur nyenyak bagi mereka yang tidak bahagia.
Dialah yang mengusir perasaan permusuhan dari kita dan mengisi kita dengan perasaan persahabatan. Dia mengatur pertemuan persahabatan, perayaan, tarian dan pengorbanan, memimpin di dalamnya. Memberikan kelembutan dan melunakkan kekasaran karakter.
Dia menganugerahkan niat baik dan mengusir permusuhan, disayangi orang-orang baik, dikagumi oleh para bijaksana dan para dewa, dicemburui oleh orang-orang yang malang, dan menjadi milik orang-orang yang beruntung, Dialah induk kekayaan, kelembutan, keanggunan, rahmat, syahwat dan bertaubat , mencintai kebaikan dan membenci keburukan dalam bekerja, rasa takut, syahwat, pembimbing dalam berkata-kata, penolong, pendukung dan penyelamat yang paling baik, perhiasan para dewa dan manusia, pemimpin yang terbaik dan terindah, yang hendaknya memiliki Platon  setiap orang mengikutinya, memuji kebajikannya dan menyanyikan lagu merdunya, yang menenangkan jiwa semua orang, baik dewa maupun manusia."(Platon );
Berikut ini ada  5 langkah yang mengarah pada berkembangnya fenomena "Cinta". 1. Phaedrus, di awal Simposium Platon , memberikan nada dengan memuji cinta sebagai fenomena yang paling esensial dan penting. Dia menekankan kekuatan transformatif cinta, dengan alasan  cinta menginspirasi individu untuk melakukan tindakan heroik dan melampaui kemampuan biasa mereka. Phaedrus menempatkan cinta sebagai pusat keberadaan manusia, menunjukkan  cinta adalah kekuatan pendorong di balik perbuatan mulia dan sumber kesempurnaan sejati. Kekagumannya yang kuat terhadap cinta menggerakkan eksplorasi filosofis dari konsep yang kompleks dan beragam ini.  2. Pausanias memperkenalkan argumen bernuansa yang menjalin cinta dengan dewi Aphrodite. Ini melampaui antusiasme awal Phaedrus, membedakan antara bentuk cinta duniawi dan bentuk cinta yang lebih tinggi. Pausanias membedakan antara cinta biasa atau cinta vulgar, yang didorong oleh hasrat fisik, dan cinta surgawi atau lebih tinggi, yang berakar pada hubungan intelektual dan emosional. Pendekatan yang bernuansa ini mengakui keberagaman cinta, menyadari  dampaknya bervariasi sesuai dengan sifat dan ekspresi cinta.
3. Eryximachus, seorang dokter, membawa perspektif ilmiah ke dalam Simposium, menggambarkan cinta sebagai kekuatan alami yang menyelaraskan pertentangan kosmik. Pandangan medisnya memperluas diskusi melampaui pengalaman individu, dengan menghadirkan cinta sebagai prinsip universal yang mengatur keseimbangan dan kesejahteraan seluruh alam semesta. Eryximachus menekankan keterkaitan antara fisik dan metafisik, dengan alasan  cinta bertindak sebagai kekuatan pemersatu dan penyembuhan baik di dunia manusia maupun alam semesta yang lebih luas.
4. Aristophanes menyumbangkan narasi kreatif yang menggali asal usul jenis kelamin dan memperkenalkan konsep "androgini". Narasi mitisnya mengeksplorasi bagaimana cinta muncul sebagai respons terhadap pemisahan makhluk yang awalnya utuh. Aristophanes menghadirkan cinta sebagai kekuatan yang mencoba menyatukan kembali bagian-bagian yang terpisah, menyoroti perannya dalam pelestarian spesies. Konsep "androgini" menyoroti gagasan  cinta bertujuan untuk memulihkan rasa persatuan dan keutuhan, menawarkan perspektif kreatif dan mitologis mengenai kompleksitas hubungan antarmanusia.
5. Agathon, di saat-saat penutupan Simposium, memberikan penghormatan yang puitis dan fasih kepada Eros, mengagungkan dewa kuno namun awet muda. Dia mengaitkan kebajikan Eros seperti keadilan dan kebijaksanaan, menghadirkan Eros sebagai sumber inspirasi dan kebaikan. Pidato Agathon mengangkat cinta ke tingkat kebajikan tertinggi, menunjukkan  cinta mewujudkan kualitas tertinggi dari jiwa manusia. Dengan cara ini, Agathon memberikan kesimpulan puitis terhadap berbagai perspektif tentang cinta yang disajikan sepanjang Simposium, membingkainya sebagai kekuatan yang melampaui waktu dan memiliki arti penting yang abadi.
Intinya, perspektif yang berbeda ini mencerminkan spektrum pandangan yang lengkap tentang cinta, mulai dari yang bersifat fisik hingga sekuler. Pada akhirnya, perjamuan tersebut menggambarkan cinta bukan sebagai sesuatu yang baik atau buruk, namun sebagai suatu kekuatan yang dampaknya dibentuk oleh tindakan dan pilihan manusia
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H