Mohon tunggu...
APOLLO_ apollo
APOLLO_ apollo Mohon Tunggu... Dosen - Lyceum, Tan keno kinoyo ngopo

Aku Manusia Soliter, Latihan Moksa

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Apa Itu Estetika Hukum (3)

10 Desember 2023   19:29 Diperbarui: 10 Desember 2023   19:52 114
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Before the Law karya Kafka memberikan pengingat penting akan kompleksitas dan keanehan keberadaan manusia serta lemahnya hubungan antara individu dan institusi yang mengaturnya. Pada akhirnya, hukum tetaplah sebuah entitas yang tidak berwujud dan selalu berubah, yang dibentuk oleh politik dan tindakan individu di dalam dan di luar bidangnya, sebuah kenyataan yang terlambat disadari oleh orang-orang dari negara tersebut.

Cerpen Franz Kafka, Before the Law, menyajikan narasi yang berbelit-belit dan sulit dipahami yang berupaya menjelaskan aspek-aspek misterius dari pengalaman manusia. Kisah ini menceritakan pengembaraan seorang pria yang bercita-cita untuk masuk ke dalam hukum, namun meski menunggu seumur hidupnya, aksesnya terus-menerus ditolak oleh penjaga gerbang. Kafka menggunakan alegori ini untuk mengeksplorasi tema-tema filosofis kompleks yang telah membingungkan umat manusia sepanjang sejarah.

Inti cerita terletak pada karakter pria yang gigih mencari akses terhadap hukum. Dia mewujudkan pencarian abadi umat manusia akan pengetahuan dan pemahaman tentang dunia dan misterinya. Kafka menggunakan upaya gigih pria tersebut untuk mendapatkan akses sebagai simbol dari berbagai rintangan dan seluk-beluk dalam memperoleh pengetahuan. Terlepas dari semangat pria tersebut, dia terus-menerus digagalkan oleh penjaga gerbang, yang menggunakan kekuasaannya sebagai sosok yang berwibawa untuk menolak permintaan pria tersebut.

Dengan mengambil perspektif ontologis Martin Heidegger, kita dapat memberikan panduan bijak mengenai pernyataan, "Ketekunan itu penting, namun tidak selalu cukup," dalam konteks kisah Franz Kafka, Before the Law. Heidegger berpendapat  keberadaan manusia dicirikan oleh perasaan primordial yang terlempar ke dalam dunia, atau manifestasi pengalaman berada dalam lingkungan sejarah dan budaya tertentu, yang mana kita memiliki kendali terbatas. Keterlemparan ini menunjukkan  kehidupan kita dibentuk oleh faktor-faktor di luar kemauan individu kita, seperti kebiasaan sosial, peristiwa sejarah, dan batas-batas kematian kita sendiri.

Melalui kacamata paradigmatik ini, seseorang dapat memahami  kegigihan saja tidak cukup untuk menjamin kemenangan atau kepuasan dalam hidup. Sebaliknya, kita harus mengembangkan pendekatan yang lebih bernuansa yang mengakui keterbatasan lembaga kita sendiri dan peran kekuatan sosial dan sejarah yang lebih luas dalam menentukan lintasan kita  sesuatu yang tidak dilakukan oleh tokoh utama. Salah satu pendekatan tersebut adalah dengan menumbuhkan kesadaran diri dan keaslian yang lebih dalam, yang menurut Heidegger sangat penting untuk menjalani keberadaan yang otentik dan bermakna. Dengan melakukan introspeksi, kita dapat merefleksikan nilai-nilai, aspirasi, dan motivasi kita sendiri, memungkinkan kita untuk mengadopsi pendekatan yang lebih hati-hati dalam hidup kita yang mempertimbangkan hak pilihan pribadi kita dan konteks sosial dan sejarah yang lebih luas di mana kita berada.

Pada saat yang sama, kita harus menyadari  hidup kita tidak sepenuhnya sesuai dengan keinginan kita, dan  kejadian yang tidak disengaja serta kekuatan sosial yang lebih luas dapat berdampak secara tidak terduga pada kehidupan kita. Hal ini memerlukan ketekunan yang harus dilengkapi dengan kemauan untuk beradaptasi, tetap menerima kemungkinan-kemungkinan baru, dan menerima keterbatasan usaha kita sendiri.

Kesimpulannya, menjalani kehidupan yang memuaskan memerlukan pengembangan keseimbangan antara ketekunan dan penerimaan, hak pilihan dan keterlemparan, serta kemauan individu dan kekuatan sosial dan sejarah yang lebih luas. Dengan melakukan hal ini, kita dapat menghadapi tantangan dan ketidakpastian hidup dengan lebih bijak, tangguh, dan autentik.

Penjaga gerbang mewakili konstruksi otoritas dan kekuasaan yang ada di mana-mana dan tidak berwujud yang selalu mengendalikan akses terhadap pengetahuan. Perannya sebagai penjaga gerbang memberinya kemampuan untuk mengontrol arus informasi dan menentukan siapa yang diizinkan masuk. Penggambaran Kafka sebagai penjaga gerbang menggambarkan perjuangan antara kerinduan akan pengetahuan dan dominasi kekuasaan. Sepanjang sejarah, individu telah bergulat dengan perjuangan ini ketika mereka mengejar pemahaman namun menghadapi perlawanan dari mereka yang memiliki otoritas.

Dengan mengambil wawasan dari pandangan filosofis Martin Heidegger dan narasi Before the Law karya Franz Kafka, kita wajib mengakui  otoritas dapat menjadi penghalang besar bagi kemajuan. Heidegger berpendapat  pemahaman kita tentang dunia secara inheren dibentuk oleh struktur dan sistem kekuasaan yang ada di dalamnya. Struktur-struktur ini, seringkali tidak berwujud atau dianggap remeh, mempengaruhi persepsi dan tindakan kita dengan kemanjuran yang luar biasa.

Protagonis dalam cerita Kafka dihadapkan pada penjaga gerbang yang merupakan sosok otoritas yang klasik. Meskipun sang protagonis berupaya tanpa henti untuk mendapatkan izin hukum, penjaga gerbang tetap menjadi hambatan yang tidak dapat diatasi. Dari sudut pandang Heidegger, narasi ini dapat ditafsirkan sebagai metafora tentang bagaimana otoritas dapat membatasi kapasitas kita untuk mendapatkan akses atau terlibat dengan aspek-aspek realitas tertentu.

Maka, nasihat yang sangat penting adalah  kita harus tetap waspada dalam mengamati dan mempertanyakan otoritas kapan pun hal itu dianggap sebagai penghalang kemajuan. Hal ini mungkin memerlukan advokasi untuk transparansi dan akuntabilitas yang lebih besar dalam sistem kekuasaan yang membentuk keberadaan kita, atau mencari sudut pandang dan suara alternatif yang dapat membantu kita melampaui batasan status quo.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun