Mohon tunggu...
APOLLO_ apollo
APOLLO_ apollo Mohon Tunggu... Dosen - Lyceum, Tan keno kinoyo ngopo

Aku Manusia Soliter, Latihan Moksa

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Martabat Manusia: Apa Itu Hak Asasi Manusia

29 Oktober 2023   15:54 Diperbarui: 29 Oktober 2023   15:54 154
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hak Asasi Manusia bersifat universal dan berlaku bagi semua orang atau umat manusia universal tanpa kecuali. Mereka menyatakan bahwa semua orang, terlepas dari negara, budaya dan konteksnya, dilahirkan bebas dan setara dalam nilai dan hak. Hak Asasi Manusia pada dasarnya mengatur hubungan antara negara dan individu. Pada hal-hal tersebut merupakan pembatasan kekuasaan negara atas individu dan sekaligus menetapkan kewajiban-kewajiban tertentu bagi negara. Contohnya adalah negara wajib melindungi hak-hak individu agar tidak dilanggar oleh individu lain. Alasan lainnya adalah negara harus menjamin bahwa setiap orang dapat mewujudkan dan menuntut hak-haknya sesuai dengan konvensi.

Hak asasi manusia adalah bagian dari hukum internasional, yaitu. hukum internasional.. Hak-hak tersebut dituangkan dalam berbagai jenis perjanjian internasional. Ini memiliki sebutan berbeda. Konvensi dan protokol menjadi mengikat secara hukum ketika negara menyatakan dirinya terikat oleh konvensi dan protokol tersebut (misalnya dengan meratifikasinya), sedangkan deklarasi dan deklarasi merupakan kewajiban politik.

Perjanjian internasional  dapat mengikat secara hukum melalui kebiasaan, meskipun perjanjian tersebut bukan merupakan konvensi yang disetujui oleh negara. Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia PBB adalah salah satu contohnya. Hak asasi manusia bersifat saling kooperatif dan tidak dapat dipisahkan. Artinya, berbagai hak merupakan bagian dari satu kesatuan sedemikian rupa sehingga tidak ada satu hak pun yang dianggap lebih penting dibandingkan hak lainnya. Hak asasi manusia  bersifat universal  berlaku untuk semua orang, tanpa perbedaan, di seluruh dunia, tanpa memandang negara, budaya, atau situasi tertentu.

Kerja sama internasional mengenai hak asasi manusia terutama berkembang setelah Perang Dunia Kedua dengan Holocaust dan genosida terhadap orang Roma, homoseksual, pembangkang politik dan lainnya dalam beberapa tahun terakhir. Beberapa negara bagian telah mempunyai undang-undang sendiri sebelum tahun 1945 mengenai hak-hak warga negara yang berhubungan dengan negara, namun hanya ada sedikit peraturan internasional mengenai hal ini.

Pasca Perang Dunia II, berkembang persepsi di kalangan negara-negara pembentuk Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) bahwa masyarakat dunia harus mengambil tanggung jawab bersama terhadap hak asasi manusia setiap individu. Oleh karena itu, pemajuan hak asasi manusia merupakan salah satu tugas utama PBB, yang tertuang dalam Piagam PBB.

Di dalam PBB, serangkaian dokumen yang berhubungan dengan hak asasi manusia telah disusun selama bertahun-tahun. Pada saat yang sama, sistem regional untuk memperkuat hak asasi manusia telah muncul di berbagai belahan dunia. Di Eropa, misalnya, ada Dewan Eropa yang mengadopsi Konvensi Eropa untuk Perlindungan Hak Asasi Manusia dan Hak Asasi Manusia. Contoh serupa  ditemukan di Amerika dan Afrika.

Deklarasi Umum PBB dan dua konvensi PBB tahun 1966 (Konvensi Hak Sipil dan Politik dan Konvensi Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya) bersama dengan konvensi regional memuat berbagai macam hak dan kebebasan mendasar, termasuk hak atas perlindungan dari penyalahgunaan dan hak untuk memenuhi kebutuhan paling dasar. Negara wajib menghormati aturan hukum internasional. Setiap negara mempunyai tanggung jawab untuk memastikan bahwa komitmen mengenai hak asasi manusia diterjemahkan ke dalam undang-undang nasional.

Beberapa hak dalam keadaan tertentu mungkin dibatasi oleh hukum, sementara hak lainnya bersifat mutlak dan harus selalu berlaku.

Namun, tidak cukup hanya memiliki undang-undang yang memperjelas kewajiban negara atau melarang tindakan tertentu. Hal ini  memerlukan sistem hukum yang berfungsi (polisi, pengacara dan jaksa, pengadilan yang tidak memihak dan adil) yang menegakkan hukum. Selain itu, langkah-langkah tambahan seperti informasi dan pengetahuan diperlukan untuk menyadarkan masyarakat akan hak-hak mereka. Jika hak asasi manusia dilanggar, maka tanggung jawab utama negara adalah memastikan bahwa individu tersebut menerima ganti rugi.

Namun hak asasi manusia adalah masalah internasional dan oleh karena itu sah-sah saja bagi negara lain untuk menyatakan pendapatnya dan mencoba mempengaruhi situasi di berbagai negara di mana hak asasi manusia dilanggar. Terdapat berbagai mekanisme internasional yang dapat digunakan oleh individu untuk meminta pertanggungjawaban suatu negara atas pelanggaran hak asasi manusia, misalnya Pengadilan Eropa dan berbagai komite yang terkait dengan konvensi PBB.

Sebuah konvensi dibuat melalui negosiasi misalnya. PBB atau Dewan Eropa dimana perwakilan dari berbagai negara mewakili pemerintah mereka dan menyampaikan pandangan dan tuntutan.

Setelah kesepakatan tercapai, negara-negara dapat menandatangani konvensi tersebut. Penandatanganan tersebut dipandang sebagai pernyataan niat dan sinyal bahwa negara tersebut sedang bersiap untuk mengaksesi suatu konvensi tertentu, misalnya melalui ratifikasi. Langkah selanjutnya adalah aksesi, ketika suatu negara menyatakan dirinya terikat pada aturan konvensi. Ketika sejumlah negara telah menyetujuinya, konvensi tersebut mulai berlaku. Aksesi diputuskan di sebagian besar negara bagian oleh dewan legislatif negara tersebut.

Penghormatan terhadap hak asasi manusia merupakan hal yang sangat penting bagi pengembangan supremasi hukum yang demokratis. Sebaliknya, kita tahu bahwa proses pengambilan keputusan yang demokratis dan negara yang berfungsi dan sah memperkuat perlindungan hak asasi manusia.Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia PBB, Konvensi Hak Sipil dan Politik, dan Konvensi Eropa memuat serangkaian hak yang secara langsung atau tidak langsung menjadi dasar masyarakat demokratis.

Beberapa hak yang memiliki hubungan jelas dengan pengambilan keputusan demokratis adalah kebebasan berpendapat dan berekspresi, kebebasan berkumpul dan berserikat, serta hak umum untuk memilih. Hak-hak lain  penting bagi demokrasi. Contoh nyatanya adalah hak atas pendidikan. Alasan lainnya adalah bahwa suatu standar material pada tingkat dasar tertentu diperlukan agar individu mempunyai kekuasaan dan sarana untuk melaksanakan hak asasi manusianya. Untuk menjamin perlindungan hak asasi manusia dalam sistem hukum nasional, konvensi internasional memuat serangkaian ketentuan yang secara bersama-sama menjaga kepastian hukum.

Hal ini mencakup hak atas persamaan di depan hukum, hak untuk menyelidiki dan mengadili tuduhan pidana di pengadilan dalam jangka waktu yang wajar, larangan terhadap perampasan kebebasan secara sewenang-wenang, serta hak atas peradilan yang adil dan tidak memihak. Contoh lainnya adalah larangan perampasan kebebasan secara sewenang-wenang. Artinya, setiap perampasan kemerdekaan harus didukung oleh hukum dan diputuskan oleh pengadilan, dewan atau badan yang setara. Undang-undang itu sendiri harus dirancang sesuai dengan standar yang disepakati secara internasional.

Misalnya Laporan yang dikutif dari berbagau sumber untuk Indonesia demokrasi pada saat yang sama, terdapat tantangan di sejumlah bidang, salah satunya adalah kurangnya kapasitas dan pengetahuan pihak berwenang serta peraturan daerah yang diskriminatif. Negara berulang kali menunjukkan ketidakmampuan untuk memastikan  otoritas bawahan dan aktor non-negara mematuhi undang-undang hak asasi manusia ketika hal ini bertentangan dengan keyakinan agama atau kepentingan bisnis.

Kebebasan pers dan berekspresi secara umum dihormati dan isu-isu politik dapat diperdebatkan secara terbuka. Pada saat yang sama, undang-undang yang melarang pencemaran nama baik, penodaan agama, dan separatisme semakin banyak digunakan untuk membatasi kebebasan berekspresi. Kebebasan berkumpul dan berserikat juga dibatasi dalam berbagai cara. Terdapat masyarakat sipil yang aktif, namun ruang geraknya semakin menyusut.

Pemerintah telah mengambil langkah-langkah untuk memajukan hak-hak ekonomi dan sosial, termasuk melalui investasi di bidang infrastruktur dan penerapan sistem asuransi kesehatan nasional. Namun, pembangunan ekonomi dan akses terhadap layanan sosial tidak merata di negara ini. Hak-hak pekerja dianggap tidak terjamin. Kerja paksa dalam kondisi mirip perbudakan terjadi di industri pertanian, perikanan, dan konstruksi.

Korupsi tersebar luas, baik di lembaga peradilan maupun di masyarakat secara luas. Kepastian hukum terkadang kurang. Penyiksaan dan perampasan kebebasan secara sewenang-wenang terjadi. Indonesia masih memiliki hukuman mati dalam skala hukuman, meskipun moratorium eksekusi informal telah diberlakukan sejak tahun 2016.

Indonesia telah lama dicirikan oleh kehidupan yang multikultural dan hidup berdampingan secara damai, namun meningkatnya konservatisme di kalangan penduduk Muslim di negara ini mengancam hal ini. Diskriminasi terhadap perempuan, kelompok LGBTQI, dan kelompok agama tertentu, seperti Ahmadiyah, terjadi, tidak terkecuali di tingkat lokal. Situasi kelompok LGBTQI berangsur-angsur memburuk sebagai akibat dari semakin kerasnya retorika dari beberapa perwakilan politik dan agama.

Situasi anak-anak sangat bervariasi tergantung pada faktor sosial ekonomi dan tempat tinggal. Lebih dari 90 persen anak-anak bersekolah, namun masih terdapat tantangan besar dalam hal kesehatan dan hak-hak anak. Pekerja anak terjadi dan hukuman fisik diperbolehkan.

Situasi di Papua (provinsi Papua dan Papua Barat) sangat berbeda dengan wilayah lain di negara ini dalam banyak hal. Di Papua, terjadi peningkatan kekerasan dan militerisasi yang terus menerus, termasuk diantaranya eksekusi di luar hukum. Kebebasan pers dibatasi dan Indonesia dikritik karena tidak menjunjung tinggi perlindungan hak masyarakat adat atas tanah. Di Aceh, hukuman cambuk terjadi dan hukum syariah yang diterapkan di sana memberikan pukulan yang sangat berat terhadap perempuan dan kelompok LGBTQI. Banyak peraturan daerah yang mendiskriminasi perempuan dan anak perempuan.

Pandemi Covid-19 telah membalikkan tren penurunan kemiskinan jangka panjang di negara ini, semakin memperlebar kesenjangan pendidikan dan menimbulkan dampak sekunder lainnya yang khususnya berdampak pada perempuan dan anak-anak. Selama pandemi, kekerasan terhadap perempuan serta jumlah hukuman mati yang dijatuhkan meningkat.

Citasi:

  • Alexy, R. (2009) A theory of constitutional rights. Oxford University Press.
  • Claassen, R. (2014) 'Human Dignity in the Capability Approach', in The Cambridge Handbook of Human Dignity. Cambridge University Press.
  • Duwell, M. (2014) 'Human dignity: concepts, discussions, philosophical perspectives', in The Cambridge Handbook of Human Dignity. Cambridge University Press. Available at: http://dx.doi.org/10.1017/CBO9780511979033.004.
  • Habermas, J. (2010) 'The Concept of Human Dignity and the Realistic Utopia of Human Rights', Metaphilosophy.
  • Kant, Immanuel, 1785 [1996], Grundlegung zur Metaphysik der Sitten, Riga: Johann Friedrich Hartknoch. Translated as "Groundwork of The Metaphysics of Morals (1785)", in Practical Philosophy, Mary J. Gregor (ed.), (The Cambridge Edition of the Works of Immanuel Kant), Cambridge: Cambridge University Press, 1996, 37--108. doi:10.1017/CBO9780511813306.007
  • __., Immanuel Kant, Perpetual Peace, Columbia University Press, 1939.Presents the translation of Immanuel Kant's Perpetual Peace, where he illuminates his philosophy of life.
  • McCrudden, C., (2008) 'Human Dignity and Judicial Interpretation of Human Rights, European Journal of International Law.
  • Menke, C. (2014) 'Human Dignity as the Right to Have Rights: Human Dignity in Hannah Arendt', in The Cambridge Handbook of Human Dignity. Cambridge University Press.
  • Rawls, J. (2009) A theory of justice. Cambridge, Mass.Harvard University Press.
  • Rosen, Michael, 2012a, Dignity: Its History and Meaning, Cambridge, MA/London: Harvard University Press.
  • Wood, Allen W., 1999, Kant's Ethical Thought, (Modern European Philosophy), Cambridge/New York: Cambridge University Press.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun