Esok, saat fajar tiba, saat pedesaan Bandungan memutih ,
aku akan pergi. Dan, aku tahu kamu sedang menungguku.
aku akan melewati sawah, Â melintasi pegunungan Ungaran.
Aku tidak bisa menjauh darimu lagi.
Dan kamu selalu berjalan dengan mata tertuju pada pikiranku,
Tidak melihat apa-apa di luar, tidak mendengar suara,
Sendirian, tidak dikenal, punggungku membungkuk, tangan bersilang,
Sedih, dan hari bagiku akan seperti malam membisu.
Aku tidak akan melihat emas di malam selasa hanggoro,
Atau layar di kejauhan yang turun menuju jatung Bandungan, Dan ketika aku tiba, aku akan meletakkan karangan bunga mawar dan bunga bakung di makammu .Â
 Di Bandungan,  sejak aku melihatmu,
oh , aku menyukaimu.
Dari cinta yang kuambil di matamu,
kamu segera menyadarinya.
Ah! Apakah perlu kamu menyenangkan jiwaku,
Bahwa aku  memberi tahumu  dengan jujur,
Bahwa dengan bangga pada mu  tetap diam!
Apakah perlu aku mencintaimu,
dan kemudian kamu membuatku putus asa,
dan akhirnya aku bertahan,
dan  aku mengidolakanmu,
akhirnya kamu membunuh rasaku
Seperti kota yang menyala
di Bandungan  angin datang untuk membakar,
Seluruh hatiku terbakar dan habis,
aku haus, oh! Aku haus akan ciuman malaikat.
Ciuman mulut dan bibir
Dimana cinta datang untuk beristirahat,
Penuh kesenangan dan demam sukma,
Ah! Aku haus akan ciuman! Berkali-kali ciuman kebinasaan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H