Darwinisme Sosial adalah ideologi naturalistik elitis yang menggunakan teori evolusi Charles Darwin sebagai model penjelas kondisi sosial dalam masyarakat. Naturalisme yang lebih tua melihat alam sebagai medan perang, di mana individu dan spesies berjuang untuk ruang hidup. Pandangan tentang alam ini juga diterapkan pada masyarakat manusia dengan menekankan perjuangan dan persaingan antar manusia, sebuah pendapat yang tidak didukung oleh Darwin sendiri.Menurut Darwinisme Sosial, individu, kelompok, kelas, dan ras bersaing dalam perebutan kekuasaan secara terus-menerus. Yang terkuat bertahan, yang mengarah pada perkembangan berkelanjutan menuju bentuk sosial yang lebih tinggi. Dengan perluasan, Darwinisme Sosial dapat digunakan untuk melegitimasi pandangan politik terhadap "ras yang bermusuhan" atau "ras yang lebih rendah". Darwinisme Sosial paling berpengaruh dalam beberapa dekade sekitar pergantian abad pada tahun 1900.
Darwinisme Sosial juga mengambil beberapa gagasan dari filsuf Jerman Friedrich Nietzsche (1844 -1900). Nietzsche berpendapat  "keinginan untuk berkuasa" adalah kekuatan pendorong di balik perjuangan antara individu yang berbeda. Manusia juga didorong oleh keinginan untuk berkuasa. Oleh karena itu, wajar dan benar jika individu yang kuat menjaga dirinya sendiri tanpa pertimbangan. Ini seharusnya tidak menimbulkan keraguan hati nurani. Sebaliknya, manusia harus dengan bangga menempuh jalannya sendiri, tanpa mempedulikan aturan moral yang dipatuhi dengan cemas oleh orang-orang lemah. Dengan cara ini, suatu spesies manusia baru yang lebih tinggi pada akhirnya akan muncul, suatu makhluk tanpa keberatan moral apa pun, yang disebut manusia super. dalam terminologi Nietzsche.
Manusia super bukanlah manusia tanpa moral, melainkan manusia yang telah menjungkirbalikkan konsep dokrin moral Kristen. Moralitas Kristen yang sangat dibenci Nietzsche merayakan kerendahan hati dan pelayanan. Oleh karena itu, kekristenan , menurut Nietzsche, telah memperbudak dan merosot martabat manusia. Berbeda dengan nilai-nilai kekristenan, maka manusia super atau "uber man" Nietzsche menempatkan kebanggaan , kebangsawanan , dan pemerintahan sebagai tiang penunjuk moral. Namun, Nietzsche bukanlah seorang rasis atau anti-Semit, tetapi hanya seorang ateis yang sangat kritis terhadap agama dalam segala bentuknya. Belakangan, Nazi menggunakan retorika tentang manusia super secara ekstensif dalam iklan dan mitologi mereka, sebagian besar menggunakan pemalsuan dan distorsi karya Nietzsche.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI