Sesepuh, Pini Sepuh, Â Aji Sepuh*
Teknis genealogi Jawa Kromo Inggil kata ini Sepuh, Sesepuh, Pini Sepuh, dan Aji Sepuh, dalam dimensi sastra mampu menghormati semua manusia dalam diskursus publik misalnya acara Nikah Panatacara; atau 4 pitutur luhur. Kata Sepuh, Sesepuh, Pini Sepuh, dan Aji Sepuh adalah bentuk Sepuh, Sesepuh, Pini Sepuh,  Aji Sepuh adalah inti sastra Jawa. (su = "Indah", sastra "tulisan, ungkapan indah,dll), menciptakan keharmoniasan Keunggulan  fakultas akal budi manusia. Tulisan ini didasari pada penelitian tentang Cakra Manggilingan pada tahap manusia pada siklus Gambuh atau Pasangan Hidup Menikah (lihat gambar tulisan ini)
Lalu apa ontologis fenomenologisnya konsep Sepuh, Sesepuh, Pini Sepuh,  Aji Sepuh; jawaban yang mungkin adalah memahami melalui dokrin mental Jawa Kuna, yakni "Cokro Manggilingan" khususnya  Serat Wedhatama adalah sebuah karya sastra Jawa Baru  sebagai karya moralistis-didaktis ditulis oleh KGPAA Mangkunegara IV. "Cokro Manggilingan" dimaknai dengan meminjam rerangka Serat Nitisruti menggunakan bahasa dan aksara Jawa dalam bentuk puisi Jawa (tembang Macapat);
Sedangkan"Cokro Manggilingan"  wujudnya ada 3 yakni [a]  wujud Diksi (kata) misalnya wangsalan, sasmita gendhing,  atau dasanama, [b], wujud kalimat, bisa berupa  unen-unen yang berupa parikan, cangkriman, bebasan, paribasan, saloka, atau isbat ; [c] wujud bait, atau paragraf; tembang puisi, maupun unen-unen leluhur;
Wujud Rumusan Sepuh, esepuh, Pini Sepuh,  Aji Sepuh  harus ada SPOK atau Subjek Predikat paling minimal untuk menghindari bahasa kasar, bernada baik (memuji, bernada positif dan baik), misalnya "para kadang, lampah adicara saklajengipun rembagan".  Kemudian harus diselaraskan dengan konteks yang (dalam bentuk parafraf}. Membuka menutup disampaikan dengan sastra, dengan bahasa unik, menarik, dan kalau bisa bahasa Jawa untuk menciptakan suasana, dan sembah rasa; atau Adangiyah sampai Pambagio; dan surasa atur;
Sekali lagi yang paling menonjol kata Sepuh, Sesepuh, Pini Sepuh, Â Aji Sepuh kata ini misalnya dalam bentuk berikut ini: Pambagya Wilijeng: Ingkang kinurmatan, para sesepuh, Â Pini Sepuh, Â miwah Aji Sepuh ingkang tansah pantes tinulad sinudarsana. Parakadang kakung putri, wredha mudha minulya.
Lalu apa itu diskrusus Sepuh, Sesepuh, Pini Sepuh, Â Aji Sepuh?
Se sepuh (tembung rangkap Jawa_ "se+sepuh"), manusia dipahami secara usia, digolongkan dengan ketegori usia, dan umur sejak dilahir. Misalnya anak SD kelas 6 dianggap Sesepuh dibandingkan anak yang ada dikelas 1 SD dimana beda usia mereka 5 tahun. Â Atau sebaliknya orang tua yang sudah punya anak 5 orang bisa bukan Sesepuh dihadapan orang tuanya yang sudah berusia 80 tahun (eyang putrinya), dan seterusnya;
Pini sepuh berasal dari kata "Pini" Sepuh (tua), atau orang yang dituakan. ("Pini"  artinya dianggap, di jadikan, dinobatkan, ditahbiskan), dan  dipandang sebagai bijaksana, memiliki kemampuan. Maka kategori ini bukan ditentukan oleh usia, misalnya Lurah, Bupati, wali kota, atau mangku negoro;
Aji Sepuh (Aji, artinya kemampuan ngaji, memberi petunjuk, tentang kebaikan atau semacam guru bangsa). Aji Sepuh kadang di sejajarkan dengan wali songo, ustadz, Â Kardinal Uskup, Biksu, Banthe, kaum intelektual, budayawan, dll;