Namun ada banyak orang saat ini percaya  dan melihat bukti ketidakberadaan Tuhan di hadapan kejahatan dan ketidakadilan di dunia. Jika Tuhan ada, kata mereka, Dia tidak akan mengizinkan ini. Pada kenyataannya, ketidaknyamanan dan pertanyaan ini  merupakan "jalan" menuju Tuhan.Â
Orang tersebut, pada kenyataannya, menganggap kejahatan dan ketidakadilan sebagai perampasan, situasi menyakitkan yang tidak seharusnya, yang menuntut kebaikan dan keadilan. Karena jika struktur terdalam dari keberadaan manusia tidak menginginkan kebaikan, Â manusia tidak akan melihat dalam kejahatan suatu kerusakan atau kekurangan. Manusia dihantui oleh keinginan alami akan kebenaran, kebaikan, dan kebahagiaan.
Dan ini adalah manifestasi dari kerinduan alami  akan visi Tuhan. Jika keinginan-keinginan seperti itu tidak memiliki objek, maka makhluk manusia akan menjadi makhluk yang secara eksistensial kontradiktif, karena keinginan-keinginan itu merupakan inti terdalam dari kehidupan spiritual dan martabat pribadi.
Kehadiran mereka di lubuk hati manusia menunjukkan keberadaan Sang Pencipta yang memanggil kita kepada diri-Nya dengan menempatkan di dalam diri kita harapan akan diri-Nya.
Akibatnya maka Ketidakkonsistenan visi ini dapat ditunjukkan dengan bantuan metafisika dan gnoseologi realistis. Penyebab meluasnya ateisme positif adalah pertimbangan Tuhan sebagai penghalang bagi manusia, penderitaan dunia, kecewa pada kondisi manusia: jika Tuhan ada, kita tidak bebas, kita tidak dapat menikmati otonomi eksistensial penuh. Argumen ini mengabaikan fakta  ketergantungan makhluk pada Tuhan justru merupakan dasar dari kebebasan dan otonominya;
Jadi justru sebaliknya yang benar. Seperti yang ditunjukkan sejarah dan masa lalu  ketika  menyangkal Tuhan,  akhirnya menyangkal manusia dan martabat transendennya.
Beberapa orang menyimpulkan  Tuhan tidak ada dengan menganggap agama, dan sebagai penghalang kemajuan karena itu adalah buah dari ketidaktahuan dan takhayul atau mitos. Keberatan ini bisa dijawab dengan memulai kembali dari sejarah.Â
Adalah mungkin untuk menunjukkan pengaruh positif  pada konsepsi pribadi dan hak-haknya, serta pada asal usul dan kemajuan ilmu pengetahuan. Di pihak agama/ ketidaktahuan selalu dianggap, dan memang seharusnya demikian, sebagai penghalang bagi iman yang sejati.Â
Secara umum, mereka yang mengingkari Tuhan untuk menegaskan kesempurnaan kondisi manusia melakukannya untuk mempertahankan visi kemajuan sejarah yang imanen. Yang terakhir akan memiliki utopia politik akhir atau kesejahteraan materi murni.
Di antara penyebab ateisme, terutama yang berkaitan dengan ateisme praktis, adalah contoh buruk dari orang-orang percaya " Â melalui pengabaian pendidikan agama atau penjelasan doktrin yang tidak memadai, atau bahkan karena cacat dalam kehidupan keagamaan, moral dan sosial mereka, telah menyelubungi krisis moral dalam hidup mereka.