Apa Itu Buddisme (10) kemelekatan
Ada sesuatu yang dimiliki oleh semua aliran filosofis dan agama besar India (bertepatan dengan beberapa Barat), gagasan  apa yang menghasilkan ketidakbahagiaan dan rantai keberadaan pada siklus penderitaan adalah kemelekatan atau kemelekatan pada objek dan tindakan dan mereka. hasil.
Dan tentu saja, di sisi lain, ketidakmelekatan  dalam tindakan, pikiran, dan kata - yang mengarah pada kebebasan, kebahagiaan, dan bahkan transendensi dari keberadaan yang berkondisi.Â
Mungkin banyak yang tidak percaya akan keberadaan alam transenden atau pembebasan (moksha) bahkan mungkin, tetapi setidaknya logika  detasemen membawa kita lebih dekat ke keadaan damai dan bahagia  di dunia yang tidak kekal  tampaknya tak terbantahkan.
Ada dua alasan mendasar mengapa ketidakmelekatan adalah cara yang benar untuk berjalan di dunia menurut tradisi-tradisi ini - apakah Hindu, Buddha atau Jain.Â
Yang pertama, yang paling jelas, berkaitan dengan alasan  kemelekatan atau kemelekatan pada benda-benda bertindak dengan cara yang bodoh, karena dunia yang kita alami setiap hari  apa yang Buddha sebut sebagai dunia yang terkondisi, majemuk atau buatan dan apa dalam tradisi sankhya. itu disebut prakriti , alam, dunia material  itu tidak kekal.Â
Dunia yang kita alami setiap hari terdiri dari unsur-unsur murni  objek dari keinginan kita dan keadaan yang ditimbulkannya  yang dapat berubah, membusuk, dan akhirnya hancur. Apakah tradisi tradisi ini setuju  ketidaktahuan ( avidya) adalah akar penderitaan.
Mengabaikan sesuatu itu tidak kekal dan melekat padanya pada akhirnya akan menjadi bermacam-macam ketidakbahagiaan, frustrasi Dan apa yang paling kita pegang adalah identitas kita, konsep  kita harus menjadi entitas tetap dan terpisah dari dunia objek, dari alam semesta hal-hal yang muncul dalam pertentangan dan konflik -karena kita menginginkannya atau menolaknya tetapi kita tidak mengendalikannya.
Seperti yang dikatakan oleh prasasti Atisha, dari gagasan tentang diri inilah gagasan tentang yang lain lahir. Dan dari yang lain kita bisa merasakan keengganan dan kemelekatan pada sesuatu. Pada akhirnya, pemisahan antara subjek dan objek, dualitas, yang menghasilkan semua penderitaan. Dalam arti filosofis yang lebih pusing, kita dapat mengingat ungkapan Heraclitus yang terkenal  seseorang tidak dapat mandi di sungai yang sama dua kali.
Sungai mengalir dan berubah setiap saat dan setiap bagian tubuh kita berubah, sel dan atom kita muncul dan menghilang setiap saat. Jadi apa yang sebenarnya membentuk identitas kita? Bukankah itu hanya sebuah konsep, ilusi ingatan yang terus-menerus? Siapa yang bisa menemukan atau memperbaiki diri di suatu tempat?Â