Mohon tunggu...
APOLLO_ apollo
APOLLO_ apollo Mohon Tunggu... Dosen - Lyceum, Tan keno kinoyo ngopo

Aku Manusia Soliter, Latihan Moksa

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Filsafat Pajak (3)

24 Mei 2022   17:32 Diperbarui: 24 Mei 2022   17:43 286
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
TANGKAPAN LAYAR KOMPAStv

Filsafat Pajak [3]

Tax Ratio:tax ratio adalah perbandingan antara total penerimaan pajak dengan Produk Domestik Bruto (PDB); 2020 OECD tax ratio 24 negara Asia dan Pasifik yang disurvei mencapai 21%.

Manfat Tax  Return antara lain : dipakai Membiayai Semua Pengeluaran Negara seperti pembangunan nasional, pembiayaan penegakan hukum, keamanan negara, infrastruktur ekonomi, pekerjaan publik, subsidi, biaya operasional negara dan lainnya; berfungsi mengatur laju inflasi, sebagai tatanan mengatur laju pertumbuhan ekonomi negara.

Mengapa rasio pajak di Indonesia itu rendah, alasan utamanya karena peraturan perpajakan kita sangat rumit, ketika peraturan pajak rumit maka pemenuhan target semakin sulit.

Katanya fungsi pajak paling sengat penting bagi Negara dikaitkan dengan; Fungsi Budgeter; Fungsi Regulasi;    Fungsi Stabilitas, dan Fungsi Distribusi  dalam artian pajak berfungsi mendistribusikan kesejahteraan masyarakat  

Ya, rendahnya Tax Return yang dirasakan secara langsung oleh Wajib Pajak menjadi salah satu faktor alasan wajib pajak enggan membayar pajak, selain itu beberapa hal yang menjadi faktor wajib pajak enggan membayar pajak seperti; Seringkali Wajib pajak tidak membayar pajak dengan benar karena merasa belum mendapatkan manfaat yang nyata (Tax Return). Ada  korelasi antara ketidak patuhan wajib pajak dalam membayar pajak dikarenakan belum mendapatkan manfaat yang nyata (tax return) tidak signifikan/kecil karena Pajak adalah pungutan yang dilakukan oleh negara dengan tanpa mendapatkan/menerima manfaat secara langsung. Pembayaran pajak merupakan perwujudan kewajiban dan peran serta wajib pajak untuk ikut secara langsung dan bersama-sama melaksanakan pembiayaan negara dan pembangunan nasional. Pada sisi lain upaya kepatuhan dengan menggunakan berbasis modernitas teknologi, justru menemukgkamn beberapa kendala misalnya mengembangkannya untuk Goods and Services Tax (GST) di negaranya melalui EKTP sebagai basis data NPWP [lihat UU HPP No 7 tahun 2021 pasal 2 ayat 1a].

Tax return dipercaya dapat memberikan kemudahan administrasi sehingga memperbaiki tingkat kepatuhan secara signifikan.  Namun implementasinya kerap mempengaruhi biaya yang berkaitan dengan pengeluaran dari pihak otoritas pajak (administrative cost). Dalam hal ini, administrative cost dapat berupa biaya awal (start-up), dan biaya pemeliharaan (maintenance); biaya teknologi memperoleh, memelihara, dan membayar royalti. Dengan teknologi  diharapkan tax return dipercaya dapat memberikan kemudahan administrasi sehingga memperbaiki tingkat kepatuhan secara signifikan.

dokpri
dokpri
  1. Psikologis, Pajak Penghasilan (PPh), dll adalah pajak yang langsung dibebankan kepada masyarakat. Ketika masyarakat membayar pajak di akhir tahun, mereka sudah tidak punya uang lagi untuk membayar pajak karena penghasilan yang mereka peroleh telah habis dikonsumsi, ini tentu akan memberatkan. Lebih lanjut, secara psikologis, tidak ada seorang pun yang ingin berpisah dengan uang hasil jerih payahnya jika memang dimungkinkan.
  2. Historis, sebagian besar negara berkembang merupakan jajahan negara Eropa. Kemerdekaan negara berkembang didahului oleh perjuangan untuk dapat merdeka dari penjajah asing. Dalam perjuangan ini, secara politik, masyarakat diajarkan untuk tidak mematuhi hukum untuk membuat frustrasi penjajah, salah satunya dengan tidak membayar pajak. Paradigma inilah yang masih melekat pajak adalah produk Penjajah atau setidaknya bersifat alienatif dan upaya menjalankan politik kekuasaan.
  3. Agama, di negara-negara berkembang, agama memainkan peran yang sangat penting. Para pemimpin agama, ada yang berpandangan  pajak adalah warisan masa penjajahan dan tidak membayar pajak bukan merupakan dosa. Hal ini memberikan justifikasi yang kuat atas keengganan seseorang untuk membayar pajak. Berbeda dengan negara maju yang membedakan Res Privata menuju Res Res Publica. Atau Oikos (private realm) ke public realm (polis). Maka syarat bagimana ini dilakukan daan   bergeraknya sistem ekonomi ke sistem politik. Manusia yang tercukupi pada wilayah Oikos (private realm) akan datang ke Alun-alun atau Agora Polis (Kota) atau gagasan Republik. Agama adalah urusan Priavate dan bukan urusan Publik;
  4. Kurangnya edukasi pajak, di negara-negara berkembang, tingkat pendidikan cukup rendah dan tidak ada pendidikan pajak sama sekali masuk dalam Kurikulum Pendidikan Dasar sd pendidikan menengah. Untuk orang yang tidak berpendidikan, sulit untuk memahami pentingnya membayar pajak. Baik pemerintah atau siapa pun di sektor swasta tidak melakukan upaya apapun untuk menjelaskan alasan untuk membayar pajak kepada masyarakat. Pajak sering dipandang sebagai hukuman. Di bidang pendidikan juga masih kuatnya dokrin non rasional, non empirik yang dipakai, lemahnya pengembangan adab kuat-karsa kuat untuk menjadikan pendidikan bukan sekedar formalnya, tapi kurang memiliki substansi pengembangan fakultas akal budi.
  5. Kurangnya etika sosial, masyarakat di negara berkembang juga kurang memiliki etika sosial. Hukum tidak memiliki arti yang penting bagi mereka. Orang-orang selalu hanya memikirkan hak dan hak istimewa mereka. Kewajiban sangat tidak diperhatikan. Berdasarkan pemikiran ini, membayar pajak sebagai suatu kewajiban tentu menjadi jauh lebih sulit untuk dilakukan. Idealogi hak dan bukan kewajiban;
  6. Kurangnya tabu sosial, kepatuhan hukum diperlakukan sebagai tanda kelemahan dan mereka yang melanggar hukum dianggap pemberani. Ironisnya, di negara-negara berkembang, sejumlah besar masyarakat dengan bangga mengklaim kepada rekan-rekan mereka bahwa mereka tidak membayar pajak sama sekali.
  7. Kurangnya upaya pencegahan, di negara-negara berkembang, ratusan orang dipenjara setiap hari karena pencurian kecil-kecilan. Akan tetapi, meskipun terdapat banyak penggelapan pajak senilai miliaran, sangat sedikit wajib pajak yang dipenjarakan. Para pengemplang pajak tidak menganggap bahwa mengemplang pajak adalah tindakan yang mempunyai risiko pidana.
  8. Pembayaran transaksi melalui kas tunai, dalam ekonomi yang berbasis uang tunai, menyembunyikan penghasilan tidak hanya mudah, tetapi juga aman. Dalam sistem ekonomi seperti ini, pengelakan pajak memiliki lingkungan yang sangat kondusif untuk berkembang. Oleh karena itu, penyebarannya sangat cepat.
  9. Dorongan komersial, jika produsen atau importir menyembunyikan transaksinya, ia memaksa pedagang grosir untuk melakukan hal yang sama. Dengan demikian, pengecer di jalur selanjutnya, tidak punya pilihan selain menyembunyikan transaksi tersebut. Lebih lanjut, masih terdapat keinginan untuk menyembunyikan transaksi. Dalam budaya seperti ini, pembukuan/pencatatan yang jujur menjadi tidak mungkin. Bahkan, orang jujur pun dipaksa mengikuti arus untuk menjadi tidak jujur.
  10. Kompleksitas hukum pajak, Undang-Undang Pajak Penghasilan (UU PPh) berkaitan dengan transaksi komersial dan harus mencakup berbagai transaksi yang sangat luas sehingga UU PPh bersifat kompleks. Kompleksitas ini memberikan cukup justifikasi bagi masyarakat awam untuk menggelapkannya. Tiap beberapa bulan selalu ada aturan batu, metode baru, PMK baru, dll. Sulit dibantah peraturan perpajakan kita sangat rumit, ketika peraturan pajak rumit maka pemenuhan target tax ratio semakin sulit;

dokpri
dokpri

11  Prosedur pajak yang membosankan, apabila hukum pajak rumit, dapat diperkirakan prosedur administrasi pajak akan lebih rumit lagi. Oleh karena itu, kalua prosedur pajak rumit akan mendorong masyarakat menjauhi pajak selama mungkin. Mau hidup memenuhi kebubutuhan sosial dan hiraki Maslow juga belum merata di wilayah NKRI; bagaimana mungkin belajar patuh pajak.

12. Tarif pajak yang tinggi atau sebaliknya, terakhir namun tidak kalah pentingnya, yaitu persoalan tarif pajak progresif tidak/kurang cocok dengan kondisional Indonesia. Masyarakat masih memiliki persepi tarif yang tinggi akan memberikan justifikasi kepada masyarakat untuk mengelak membayar pajak. Tarif pajak yang rendah mungkin belum tentu juga mendorong masyarakat untuk membayar pajak, tetapi tarif yang tinggi jelas tidak kondusif untuk kepatuhan pajak.

Dan masih banyak lain alasan mengapa kesadaran wajib pajak dan tax ratio Indonesia masih buruk dan dibawah angka standar internasional sekitar 15 sd 16 persen; pemerintah mungkin saja lebih banyak menarik pajak dari masyarakat berpendapatan rendah ketimbang wajib pajak yang penghasilannya tinggi. UMKM tidak mau membayar pajak karena dianggap bentuk penjajahan jadi jangan-jangan wajib pajak di Indonesia ini enggan membayar pajak karena pemerintah tidak tegas kepada wajib pajak yang kakap, atau jangan-jangan pajak itu sebagai Idelogi Berhala (kata Marx). Dan salah satunya adalah dengan melakukan praktik CFC. Controlled Foreign Corporation (CFC) didefinisikan sebagai suatu perusahaan yang didirikan di luar negeri yang kepemilikan dan pengendaliannya dijalankan oleh wajib pajak dalam negeri.

bersambung ke [4]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun