Karl Popper mendefinisikan sains melalui  Falsifikasi.  Falsifikasi didasarkan pada lebih banyak hipotesis daripada pengalaman. Karena tidak mungkin mencari kebenaran dengan penalaran dengan induksi, seseorang tidak boleh secara pasif mengamati alam, tetapi mulai dengan membuat dugaan tentang fenomena, bahkan jika itu tampak apriori jauh dari hasil pengamatan.
Hanya untuk kedua kalinya Karl Popper mengakui kegunaan percobaan, untuk menguji validitas hipotesis: jika tes tidak membatalkan dugaan, maka yang satu ini dapat dianggap benar untuk sementara; jika terjadi ketidakabsahan, penelitian dilanjutkan dengan menyesuaikan kembali hipotesis, kemudian menjalani pengujian yang semakin berat dan tepat, dan seterusnya. Oleh karena itu, hipotesis berturut-turut mendekati kebenaran dengan coba-coba.
Oleh karena itu, Â Falsifikasi terdiri dari melakukan tes yang dapat direproduksi untuk menguji hipotesis awal. "Seseorang harus menganggap teori sebagai dipalsukan, tulis Karl Popper, hanya jika kita menemukan efek yang dapat direproduksi yang membantahnya" (Logika penemuan ilmiah). Oleh karena itu, kebenaran hanya ada dalam mode negatif dan sementara. Peneliti hanya bisa yakin tentang apa yang salah (seperti pernyataan "angsa adalah binatang putih"), bukan tentang apa yang benar; itulah sebabnya ia harus membedakan kebenaran dari kepastian.
 Falsifikasi mengidentifikasi disiplin ilmu yang benar-benar ilmiah. Bagi Karl Popper, sains otentik berkembang dengan memperbarui pengetahuan baru tentang mode ketidakpastian. Konsepsi tentang proses ilmiah ini mengandaikan  suatu teori dapat difalsifikasi, artinya teori itu membuat prediksi yang cukup jelas dan tidak ambigu sehingga memungkinkan untuk memverifikasi kesesuaiannya dengan kebenaran.
"Sebuah teori yang tidak dapat disangkal oleh peristiwa apa pun yang mungkin tidak memiliki karakter ilmiah," merumuskan Popper. Untuk teori, tak terbantahkan bukanlah (seperti yang sering dibayangkan) suatu kebajikan tetapi cacat" (Conjectures and Refutations). Dalam perspektif inilah Karl Popper mengutuk disiplin, atau ideologi, seperti Marxisme dan psikoanalisis, yang menjaga dari  Falsifikasi.
Dalam Marxisme, misalnya, keunggulan mutlak diberikan pada dimensi ekonomi dan pembagian masyarakat menjadi dua kelas heterogen karikatur setiap interpretasi yang bersaing sebagai wacana yang melegitimasi ideologi borjuis; dalam psikoanalisis, demikian juga, ketidaksadaran memungkinkan untuk mengatakan  niat individu yang sebenarnya, tetapi tersembunyi, selalu sesuai dengan teori. Sebagai perbandingan, relativitas Einstein menghasilkan prediksi yang tepat dan terukur  satu eksperimen dapat merusaknya.
Dengan demikian,  Falsifikasi menyiratkan  teori-teori yang tidak dapat dibuktikan salah dengan pengalaman tidak benar-benar ilmiah, yang secara khusus melemahkan ilmu-ilmu manusia.
Bagi Popper, pertumbuhan pengetahuan manusia berasal dari masalah kita dan dari upaya kita untuk memecahkannya. Upaya ini melibatkan perumusan teori yang harus melampaui pengetahuan yang ada dan karena itu memerlukan lompatan imajinasi. Untuk alasan ini, ia menempatkan penekanan khusus pada peran yang dimainkan oleh imajinasi kreatif dalam perumusan teori. Prioritas masalah dalam penjelasan Popper tentang sains adalah yang terpenting, dan inilah yang membuatnya mengkarakterisasi ilmuwan sebagai "pemecah masalah". Selanjutnya, karena ilmuwan mulai dengan masalah daripada dengan pengamatan atau "fakta telanjang", ia berpendapat  satu-satunya teknik logis yang merupakan bagian integral dari metode ilmiah adalah pengujian deduktif teori yang bukan merupakan produk operasi logika apa pun.
Dalam prosedur deduktif ini kesimpulan disimpulkan dari hipotesis percobaan dan kemudian dibandingkan satu sama lain dan dengan pernyataan lain yang relevan untuk menentukan apakah mereka memalsukan atau menguatkan hipotesis. Kesimpulan seperti itu tidak secara langsung dibandingkan dengan fakta, Popper menekankan, hanya karena tidak ada fakta "murni" yang tersedia; semua pernyataan-pengamatan sarat teori, dan merupakan fungsi dari faktor-faktor subjektif murni (kepentingan, harapan, keinginan, dll.) seperti halnya fungsi dari apa yang secara objektif nyata.
 Citasi: ebook,pdf. Popper ,.1959 [2002], The Logic of Scientific Discovery, translation by the author of Logik der Forschung (1935), London: Hutchinson. Republished 2002, London & New York: Routledge Classics.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H