Jadi pepatah sebagai semacam diagnosis tentang suatu kondisi; pepatah tersebut menggambarkan melalui singkatnya, kedalamannya, dan mendadaknya  sebuah konteks yang merupakan hasil dari perkembangan panjang di mana pemikir telah mengambil jalan yang berisiko, telah bereksperimen dan tanpa rasa takut terlibat dengan apa yang dilarang dan apa yang harus tetap tersembunyi. Â
Seperti halnya diagnosis medis, sementara pembaca diberi tahu tentang hubungan yang akhirnya dibuat, diagnosis medis tidak dapat dipahami oleh orang awam tanpa penjelasan lebih lanjut dan tanpa tindakannya sendiri, tanpa memberi tahu diri sendiri lebih lanjut.Â
Jadi, bahkan dengan kata-kata mutiara, jalan yang diambil sebelumnya tetap dalam kegelapan dan Nietzsche mencapai tujuannya: yakni Pembaca, mampu menghafal kata-kata mutiara yang lebih membutuhkan partisipasi aktif dan pemikiran sendiri, dengan demikian terlibat dalam permainan referensi yang membebani dia dengan pekerjaan interpretasi, yang merupakan seni interpretasi persyaratan. Dua saat selanjutnya dapat dikenal dalam pilihan aforisme Nietzsche.Â
Kekuatan kreatif dan kesatuan yang seharusnya [dari genre pepatah] secara eksperimental. Kondisi eksperiemntal mengaami Inkonsisten ini menunjukkan pentingnya berpikir dalam kata-kata mutiara Nietzsche:
Melalui  refleksi formalnya, lebih tepatnya kondisionalitas linguistik, tropis dan gramatikal, membalik-balik secara kritis terhadap dirinya sendiri dan dengan demikian memicu Aforisme  yang paradoks dari aforisme sesuai secara linguistik kritis.  Nietzsche dengan demikian melihat kekuatan aforisme dalam mengisik ketenangan pembaca.Â
Pembaca harus dibuat untuk berpikir dan ini dilakukan melalui kontradiksi dan reservasi informasi. Jadi, dengan caranya yang tidak biasa, aforisme adalah media yang sangat baik untuk pemikiran Nietzsche. Dalam kapasitasnya sebagai seorang filolog, seseorang  dapat melihat alasan penggunaan kata-kata mutiara Jawa, misalnya Mendem Jero Mikul Dhuwur , atau kata Sejatine urip kuwi mung sawang sinawang ;Â
Bahasanya logis dan sama dengan sistem yang dibangun, tetapi cara berpikir yang di dalamnya adalah kebalikan dari cara berpikir. Pepatah itu muncul sebagai parodi bahasa dengan tujuan bersifat beyond [melampaui]. Terima kasih_
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H