Apa itu Sasono Loyo Benjarang ?
Kata ini saya peroleh lewat jalan spritualitas jalan kaki dari Gua Maria Lawangsih, ke Gua Maria Jatiningsih sejauh 15,4km dalam waktu 4 jam lebih. Ketika dengan lelah jalan kaki turun naik gunung dalam perjalanan sambil membantinkan mengapa "Ada itu Bisa Ada", __... saya menemukan sebuah fenomenologi penampakan Edmund Husserl kata disamping jalan dengan tulisan "Sasono Loyo Benjarang". Kata inilah yang membuat saya merenungkan kemudian menulisnya dalam tulisan di Kompasiana ini;
Apa Itu "Sasono Loyo Benjarang"? Kalau ditilik dari makna sangat mudah arti "Sasono Loyo Benjarang"; adalah tempat pemakaman atau Makam atau Rumah Masa Depan/Tempat Istirahat Hari Esok atau Sasono Loyo Benjarang atau bahasa Belanda "Kerkhof". Â Kata penting adalah mbenjang atau Benjarang" adalah "Masa Depan" ; bisa juga dimaknai mencabut, nafas terakhir, mengeluarkan, nafas, dan menerima memberi hadiah/ganjaran, Â atau Rest in peace /RIP _ istirahat dalam damai,Â
Atau kata metafora indah "Gusti langkung nresnani bapak/ibu ingkang tilar donya. Ndherek belasungkawa, mugi panjenengan sabrayat tansah pinaringan panglipur dening Gusti" (Tuhan lebih mencintai mendiang bapak/ibu yang telah meninggalkan dunia ini. Turut berduka cita, semoga kau dan keluarga mendapatkan penghiburan dari Tuhan).Â
Hipotesis pada pengertian kata mbenjang atau Benjarang" tidak bisa dimaknai tunggal karena seluruh kata Jawa minimal memiliki arti Dasa Makna/Nama; atau  satu kata memiliki makna padanan dasa yang berarti sepuluh makna, tergantung konteks yang dimaknai.
Sasono Loyo Benjarang dengan demikian menjadi kata umum umat manusia tidak hanya dalam ruang dan waktu tradisi Jawa, tetapi bisa dimaknai secara lepas menurut makna "Filologi" dan interprestasi Hermeneutisnya;
Sebutlah kata ini dimaknai pada konteks budaya Jawa, maka dapat dipepetkan dengan Dokrin mental Cakra Manggilingan {siklus kehidupan manusia] dari mana dan mau kemana. Ada tiga alam siklus itu yakni alam Purwo/asal usul, alam madyo [dunia dan realitasnya] dan alam Wasono sebagai mana makna kata Sasono Loyo Benjarang atau kembali kepada kematian sebagai telos semua umat manusia;
Jika saya meminjam pemikitan filsuf paling berpengaruh Martin Haidegger  maka makna Sasono Loyo Benjarang adalah Manusia itu ada menuju kematian. Bagi manusia, waktu berakhir dengan kematian kita. Oleh karena itu, jika kita ingin memahami apa artinya menjadi manusia yang otentik, maka penting bagi kita untuk terus-menerus memproyeksikan hidup kita ke cakrawala kematian kita. Inilah yang disebut Heidegger sebagai " Ada Menuju Kematian ". Jika keberadaan kita terbatas, maka kehidupan manusia yang otentik hanya dapat ditemukan dengan menghadapi keterbatasan dan mencoba membuat makna dari fakta kematian kita.
Heidegger menganut pepatah kuno bahwa "berfilsafat adalah belajar bagaimana mati" atau sejajar  dengan makna Sasono Loyo Benjarang atau "Manusia Ada Menuju Kematian";
Kematian adalah hal yang berhubungan dengan mana kita membentuk dan membentuk diri kita sendiri. maka ada empat kriteria Sasono Loyo Benjarang  dengan meminjam konsepsi Heidegger tentang " Ada Menuju Kematian ": itu non-relasional, pasti, tidak terbatas dan tidak boleh dilampaui. Makna Sasono Loyo Benjarang bisa dimetaforakan sebagai mental dokrin siklus ada dan menjadi " Sedulur Papat Lima Pancer " yakni:
Pertama [1] Sasono Loyo Benjarang  sebagai perjumpaan manusia pada kematian adalah non-relasional dalam arti berdiri sebelum kematian seseorang telah memutuskan semua hubungan dengan orang lain. Kematian tidak dapat dialami melalui kematian orang lain, tetapi hanya melalui hubungan saya dengan kematian saya [manusia otentik].
Kedua [2] Â Sasono Loyo Benjarang adalah sifat niscahaya/sudah pasti kita akan mati. Meskipun seseorang mungkin menghindari atau melarikan diri dari kenyataan, tidak ada yang meragukan bahwa kehidupan berakhir dengan kematian.Â
Ketiga [3] Sasono Loyo Benjarang, kematian itu tidak terbatas dalam arti  meskipun kematian itu pasti, kita tidak tahu kapan itu akan terjadi. Kebanyakan orang menginginkan kehidupan yang panjang dan penuh, tetapi kita tidak pernah tahu kapan malaikat maut akan mengetuk pintu kita.
 Keempat [4] makna Sasono Loyo Benjarang, mengatakan bahwa kematian tidak boleh dilampaui (unuberholbar) berarti  kematian itu sangat penting. Tidak ada cara untuk mengalahkannya dan itu melampaui semua kemungkinan yang dimiliki oleh kekuatan proyeksi bebas saya. Ini adalah ide di balik pernyataan paradoks Heidegger dan makna Sasono Loyo Benjarang  terkenal bahwa kematian adalah "kemungkinan dari ketidakmungkinan".Â
Kematian adalah batas di mana potensi keberadaan saya (Seinknnen) akan diukur. Ini adalah impotensi esensial yang dengannya potensi kebebasan saya menghancurkan dirinya sendiri.  Sasono Loyo Benjarang artinya  "Lebih tinggi dari aktualitas, ada kemungkinan".  Cakra Manggilingan  adalah himne panjang pujian untuk kemungkinan dan menemukan ekspresi tertinggi dalam Ada Menuju Kematian . Heidegger membedakan antara antisipasi (Vorlaufen) dan ekspektasi atau penantian (Erwarten). Sasono Loyo Benjarang  adalah  penantian kematian masih mengandung terlalu banyak yang aktual, di mana kematian akan menjadi aktualisasi kemungkinan. Itu akan menjadi filosofi morbiditas yang suram. Sebaliknya, bagi Heidegger, antisipasi tidak secara pasif menunggu kematian, tetapi memobilisasi kematian sebagai syarat untuk tindakan bebas di dunia.
Ini menghasilkan pemikiran yang sangat penting dan tampaknya paradoks: kebebasan bukanlah ketiadaan kebutuhan, dalam bentuk kematian. Sebaliknya, kebebasan terdiri dari penegasan tentang perlunya kematian seseorang. Hanya dalam Ada Menuju Kematian seseorang dapat menjadi orang yang sebenarnya. Tersembunyi dalam gagasan kematian sebagai kemungkinan ketidakmungkinan adalah penerimaan pada keterbatasan fana seseorang sebagai dasar untuk penegasan hidup seseorang.
Jadi, tidak ada yang mengerikan tentang Ada Menuju Kematian . Dengan memimkam  Pemikiran Heidegger adalah kalimat Sasono Loyo Benjarang  artinya  Ada Menuju Kematian menarik Dasein/manusia keluar dari perendamannya dalam kehidupan sehari-hari yang tidak autentik dan memungkinkannya masuk ke dalam dirinya sendiri. Hanya dalam kaitannya dengan Ada Menuju Kematian menjadi sangat sadar akan kebebasan saya.
Sasono Loyo Benjarang  artinya satu-satunya kematian otentik adalah kematiannya sendiri. Sasono Loyo Benjarang  juga bisa dipahami sebagai  kematian orang lain adalah sekunder dari kematian saya, yang utama. Sasono Loyo Benjarang  kematian datang ke dunia kita melalui kematian orang lain, baik sedekat orang tua, pasangan atau anak atau sejauh korban yang tidak diketahui dari kelaparan, kena Covid19 atau perang  adalah sebuah fenomenologi penampakan. Hubungan dengan kematian bukanlah yang pertama dan terutama ketakutan saya sendiri akan kematian saya sendiri, tetapi perasaan saya yang dibatalkan oleh pengalaman duka dan duka.
Sasono Loyo Benjarang  bisa ditafsir  hanya manusia yang mati, sedangkan tumbuhan dan hewan mati begitu saja sama dengan matinya listrik, radio, tv atau smartphone. Manusia  tidak dapat berbicara dengan keahlian apa pun tentang kematian tumbuhan, tetapi penelitian empiris tampaknya akan menunjukkan  mamalia tingkat  paus, lumba-lumba, gajah, sapi, orang utan, kucing dan anjing  memiliki pengalaman kematian sekunder ysng berlaku bagi diri mereka sendiri. Nampaknya Sasono Loyo Benjarang, berarti kita  bukan satu-satunya makhluk di alam semesta yang tersentuh oleh sentimen kefanaan kematian untuk mewujudkan Ngesti Suwung Wenganing Bumi (Suasana Hening Membuka Bumi). terima kasih_
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H