Apa itu "Cakra Manggilingan"?
Apa itu Cakra Manggilingan? Kata ini tidak mudah dipahami, dan jikapun didefinisikan tidak ada kalimat atau kata yang memiliki 100% tepat. Hakekat Cakra Manggilingan umumya dipengaruhi oleh pengertian yang diberikan dalam konteks sejarah, maupun idealogi;
Para leluhur dan para akhli filologi Jawa Kuna {atau Indonesia lama}, secara sederhana memberikan pengertian Cakra Manggilingan adalah Siklus Alam Makro Kosmos, dan Mikro kosmos. Jika diberikan pada konteks Mikrokosmos atau manuasia maka  sama dengan hakekat pada tema "Sangkan Paraning Dumadi" semacam Kata Siklus atau Siklis ini memiliki hakekat tiga hal, [a] manusia itu dari mana, [b] sekarang ada dimana, dan [c] menuju kemana/tujuan telos akhir. Atau dalam tema teks lain bahwa Alam purwo [metafora pada Candi Sukuh,candi Cetho}, alam madyo [hidup saat ini, dan menuju alam akhir atau disebut alam wasono.
Teks Tembang Macopat_ Serat Wedhatama memberikan jawaban apa itu "Cakra Manggilingan" Â dengan rentetan siklus seusai pada gambar yang disajikan pada tulisan ini yang saya oleh mandiri pada konsep Tembang Macopat_ Serat Wedhatama oleh Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya Mangkunegara IV;
Cakra manggilingan addalah 11 tahap manusia secara normal sejak lahir dewasa, tua, dan mati yang diurutkan: Â Maskumambang [1]; Mijil [2]; Sinom [3]; Kinanthi [4]; Asmarandana [5]; Gambuh [6]; Dhandhanggula [7]; Darma [8]; Pungkur [9]; Megat roh [10]; dan terakhir meninggal dunia RIP atau Pucung [11];
Kata  Siklus: {kekembalian hal yang sama secara abadi} atau ada yang menamakan reinkarnasi [Inkarnasi transposisi abati: bunga biji, pohon, buah, mati, bunga biji, pohon, buah, mati, dan seterusnya] itulah kehidupan manusia, bahwa tidak ada yang abadi, yang abadi hanyalah perubahan itu sendiri, semua hal terus berputar dan menjadi {being, and becoming}. Maka makna utama pada  Cakra Manggilingan adalah "Filsafat Waktu" yang bersifat Deterninisme Hukum Karma Jawa kuna  dengan sebutan "Sapa Nandur Bakal Ngunduh"
Makna Cakra Manggilingan dapat dipahami Alam logos Jawa: Â bersifat Dialektis Jagat Gumelar, Jagat Gumulung yang ada pada Waktu. Cakra bisa diartikan roda atau cakram, sedangkan manggilingan mengandung arti yang berputar Dialektis Jagat Gumelar, Jagat Gumulung.
Cakra Manggilingan perputaran "Ruang dan Waktu" pada [a] Buwono Agung {makrokosmos], masyarakat, bangsa negara, dan internasional [dunia]; [b] Â Buwono Alit [mikrokosmos], pribadi atau keluarga; dan [c] Buwono Langgeng [abadi], lahiriah batiniah_ ada menuju kematian [yang abadi adalah kematian] manusia; hidup ini seperti mampir minum atau pergi kepasar hanya sebentar;
Maka tugas manusia sementara didunia ini adalah ada pada Metafora dan Isyarat-Isyarat tertentu, bahkan tanpa Materi [non positivisme] atau menciptkakan kebaikan dengan meniru  [1]Gung Binathara [Agung seperti batara dewa]; [2] Mbahu Dendha Nyakrawati [pemeliharaan hukum dan dunia]; [3] Berbudi Bawa Leksmana [berbudi baik, selaras kata dan perbuatan]; dan [4] Ambeg Adil Para Marta [menegakan keadilan tanpa kecuali; dengan empat hal ini maka disebut manusia bermakna bertangungjawab; atau saya sebut sebagai Telos Hidup: Ngunduh Wohing Pakarti" yakni  "Memayu Hayuning Bawana" atau  memberi keindahan dunia, diinternalisasi  dalam hidup kita;
Cakra Manggilingan dapat juga dipahami pada metafora Manggilingan_Sistem  Sikap Mental ["Nrimo ing Pandum = Amor fati" kata Nietzsche],  dengan dimensi mental [1] Tadah atau Tidak meminta apapun; Cuma bersyukuri apapun selama waktu hidup ; [2] Pradah, bermakna Iklas memberi apapun potensi yang kita miliki [3] Ora Wegah, atau tidak memilih apapuan pekerjaan selalu bekerja dan memberikan yang terbaik;
Karena alam dan manusia adalah relasional dan bersifat siklis maka wajar pada teks Sastra_ Gendhing_ Alam Bersifat Relasional; merupakan [a] Sastra [Simbol Yang Ilahi]; [b] Gendhing : simbol manusia manusia dan kehidupannya; dan [c] Keselasan kehidupan [metafora Gendhing] indentik dengan musik  "keselarasan" kesatuan; bagi semua dan untuk semua;