Implikasi mitos Ernst Cassirer dilanjutkan oleh pengagum modern Thucydides, Â pendekatan historis dalam pemikiran politik seperti halnya Leo Strauss (1899/1973). Seorang Yahudi Jerman, Strauss belajar filsafat setelah Perang Dunia I dengan Paul Natorp dan Ernst Cassirer, dua orang Neokantian paling terkemuka di Jerman pada saat itu. Strauss memuji kemunduran Neokantianisme di satu sisi, dan meningkatnya pengaruh Edmund Husserl dan Martin Heidegger, di sisi lain.
Leo Strauss merangkul beberapa elemen kunci dari kritik filosofis Heidegger terhadap modernitas, terutama penolakannya terhadap rasionalitas Cartesian dan kembalinya antihistoris yang blak-blakan ke para pemikir kuno. Â Strauss muda semakin berorientasi pada filsafat politik di awal tahun 1930-an,dia harus meninggalkan Nazi Jerman. Melanjutkan pekerjaannya pertama kali di Paris dan London, Â akhirnya menetap di Amerika Serikat dimana pada tahun 1949, pada usia 50 tahun, Â untuk pertama kalinya ditawari posisi akademis permanen.
Setelah menerbitkan buku-buku tentang Spinoza, Hobbes, Maimonides, dan Xenophon yang diterima dengan baik, Leo Strauss menjadi profesor filsafat politik di Universitas Chicago. Leo Strauss terus mengajar di sana sampai dia pensiun, sebagian besar berfokus pada pemikir klasik Barat dan rekonstruksi perdebatan antara "modern" dan "orang dahulu" di mana dia secara provokatif memihak pada yang terakhir.Hobbes, Maimonides, dan Xenophon, Strauss menjadi profesor filsafat politik di Universitas Chicago. Leo Strauss terus mengajar di sana sampai dia pensiun, sebagian besar berfokus pada pemikir klasik Barat dan rekonstruksi perdebatan antara "modern" dan "mitos" Â secara provokatif memihak pada mitos seperti Leviathan Hobbes, Maimonides, dan Xenophon.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H