Mohon tunggu...
APOLLO_ apollo
APOLLO_ apollo Mohon Tunggu... Dosen - Lyceum, Tan keno kinoyo ngopo

Aku Manusia Soliter, Latihan Moksa

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Pajak Pulsa Diskursus Akademik PMK Nomor 6/PMK.03/2021

30 Januari 2021   20:59 Diperbarui: 30 Januari 2021   21:07 334
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diskursus Akademik PMK Nomor 6/PMK.03/2021

Pada awal 1995, Alberto Alesina   menyimpulkan  upaya untuk mengurangi defisit dengan cara menaikkan pajak, dan perluasan obek pajak [Penjualan Pulsa, Kartu Perdana, Token, dan Voucer] hampir selalu mengakibatkan kegagalan. Dalam literatur tentang upaya masa lalu untuk mengurangi defisit dan menemukan bahwa upaya yang berfokus terutama pada pengurangan pengeluaran pemerintah ternyata lebih berhasil dalam menurunkan tingkat utang daripada upaya yang berfokus pada penyesuaian berbasis pajak.

Lebih khusus lagi, bahwa upaya di masa lalu untuk mengurangi defisit fiskal yang berhasil berfokus pada sekitar dua pertiga dari pajak dan penyesuaian pengeluaran pada pengurangan pengeluaran, sementara  yang terutama berfokus pada penyesuaian pada kenaikan pajak menyebabkan guncangan negatif yang dalam dan berkepanjangan pada keluaran ekonomi dan memang terjadi, akhirnya diduga kuat bahwa objek pajak dipe5rluas pada PMK ini [Penjualan Pulsa, Kartu Perdana, Token, dan Voucer] tidak menghasilkan pengurangan defisit yang signifikan.

Jika kita ingin menghindari efek ekonomi yang merugikan dari beban hutang yang tinggi dalam dekade mendatang, maka kita harus melihat pada pengurangan pengeluaran secara luas, aturan fiskal yang efektif, dan pengawasan ketat terhadap proses anggaran.

  • Penjelasan Ketiga;

Bahwa  PMK ini [Penjualan Pulsa, Kartu Perdana, Token, dan Voucer]  menjadi kurang rasional karena yang dikenakan adalah pelanggan akhir atau masyarakat. Orang kaya tidak perlu token bebas pakai listrik karena sudah kaya, pulsa atau kartu perdana juga tidak ada masalah bagi manusia kaya di Indonesia, atau voucer. 

Orang kaya bebas memakainya. Dan itu juga wajar juga tidak apa-apa. Hanya saja tugas sila Ke 2 dan sila ke 5 Pancasila  dikaitkan dengan PMK ini [Penjualan Pulsa, Kartu Perdana, Token, dan Voucer]  untuk masyarakat susah kurang beruntung secara moral manusia mungkin dipahami dengan lebih bijaksana lagi.  Apalagi dikaitkan dengan keadilan korupsi Bansos, korupsi BPJS,  kerugiaan Negara Rugi Rp 17 Triliun akibat Kasus Dugaan Korupsi Asabri, dan masih banyak lainnya.  

Apakah sudah adil dan bijaksana? Diera pendemi Covid19, apakah cocok PMK semacam ini? Atau jangan-jangan apa yang dikatakan dalam buku Platon bahwa Indonesia memasuki fase aporia atau jalan kebuntuan pada definisi keadilaan bagi warga negaranya. Seperti kata Thrasymachus  bahwa yang berperilaku tidak adil secara alami mendapatkan kekuasaan dan menjadi penguasa dan orang kuat di masyarakat.

Jangan-jangan PMK Nomor 6 /PMK.03/2021  adalah bentuk apa yang dikatakan pada teks buku Platon The Republic Thrasymachus,   menyatakan "keadilan itu dirumuskan, tidak lain adalah keuntungan bagi mereka lebih kuat".***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun