Mohon tunggu...
APOLLO_ apollo
APOLLO_ apollo Mohon Tunggu... Dosen - Lyceum, Tan keno kinoyo ngopo

Aku Manusia Soliter, Latihan Moksa

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Schopenhauer, Anjing Atma, Penderitaan, dan Welas Asih

13 Januari 2021   12:37 Diperbarui: 13 Januari 2021   12:43 657
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Schopenhauer, Anjing Atma, Penderitaan, Welas Asih/Dok Pribadi

Schopenhauer, Anjing Atma, Penderitaan, Welas Asih

Arthur Schopenhauer (1788-1860) pada bukunya "On the Suffering of the World (1850)" berpendapat  manusia hidup terburuk melalui oleh penderitaan dan kematian. Schopenhauer memperkaya filsafat melalui penyelidikannya pada masalah keberadaan manusia, dan eksplorasi batas-batas pengetahuan manusia. Schopenhauer  menyatakan "sejarah setiap kehidupan umat manusia  adalah sejarah penderitaan", dihasilkan dari "kehendak buta yang menyetir seluruh isi dunia".

Schopenhauer menganggap optimisme,   "bukan hanya absurd, tetapi juga sebagai cara berpikir sangat jahat, dan sebagai ejekan pahit dari penderitaan umat manusia yang tak terkatakan". Tidak hanya manusia, bisa  hewan menimpa seluruh isi dunia.

Jika Kant dan filafat pencerahan kewajiban pada domain etika pada makhluk rasional,  sebalilknya Schopenhauer,  menganggap rasionalitas hanyalah lapisan tipis di atas sifat hewani yang pada dasarnya upaya menekankan kapasitas bersama untuk menderita.

Schopenhauer berargumen bahwa kejahatan bukanlah kebetulan, tetapi merupakan kondisi esensial penciptaan dan dunia. Tidak seperti banyak intelektual pada masanya, Schopenhauer tidak mempedulikan nasionalisme; tidak menyukai demokrasi, dan  argumentasi agama-agama.

Schopenhauer tidak pernah menikah dan menghabiskan hidupnya dalam apa yang dia anggap sebagai kesendirian   bersama "atma" sebagai nama anjingnya. Schopenhauer bukanlah penggemar ras manusia, dan  menyatakan sikap anjing lebih jelas dan  dapat diketahui dibandingkan manusia. Bukan seperti manusia yang suka "mencla-mencle", pagi masih kedelai, siang jadi tempe mendoan goreng, malam masuk kotoran WC. Manusia inkonsisten atau mencla-mencle itulah para manusia isi dunia;

Bagi  Schopenhauer yang paling memuaskan adalah dengan hewan ("anjing") bernama "Atma" daripada dengan manusia. Schopenhauer memiliki serangkaian pudel (anjing-anjing) sepanjang akhir hidupnya, menamainya semua  dengan nama "Atma", kata Hindu untuk "jiwa/roh  universal tertinggi" dari mana semua jiwa lain muncul.

Schopenhauer sangat menyukai anjing pudel, sebagai teman selama tahun-tahun berjalan-jalan setiap hari. Schopenhauer memiliki simpati yang sama untuk semua hewan yang menderita. Burung yang  dikurung, kuda pekerja, hewan ternak disemblih, korban pembedahan hewan: anjing yang dirantai benar-benar merupakan tipe atau gambaran untuk hubungan kemanusiaan saling memakan menghasilkan penderitaan. Bagi Schopenhauer ini symbol bahwa manusia adalah paling kejam di bumi, dan hewan adalah tubuh jiwa selalu tersiksa". Dan masih relevan dengan abad sekarang dimana kerusakan lingkungan, hewan, terjadi disemua lapisan dunia pada kondisi yang sangat mengkawatirkan;

Bagi Schopenhauer, kehidupan sebagai tragedi, perjuangan sia-sia melawan kehendak, terlihat dalam impuls penghancuran diri yang mendorong tersebut ke depan menjadi siklus penderitaan. Tindakan manusia dikendalikan oleh takdir, takdir yang bertindak tidak simpatik di sebagian besar hidup umat manusia.  Bagi Schopenhauer, kepuasan bagi individu hanya dapat dicapai melalui kepasifan.

        ____ Tanah dimakan cacing, cacing dimakan ayam, ayam dimakan manusia, dan manusia dimakan tanah. Kehidupan adalah totalitas penderitan, dan  penderitaan. Tubuhan atau hewan kecill tetap kecil karena kalah bersaing memperoleh makanan, matahari, dan akar tidak bisa mencari humus dari tanah dan air. Kehidupan ini adalah theater hukum makan memakan universal. Penderitaan, dan kemalangan adalah aturan umum dalam  hidup, tanpa terkecuali______

Alam melibatkan konflik: "setiap tingkat objektivasi kehendak [yaitu, setiap fenomena] memperjuangkan materi, ruang, dan waktu yang lain".   Schopenhauer tidak melihat manusia sebagai makhluk yang sangat rasional; sebaliknya, seperti Nietzsche menekankan betapa dangkal kesadaran: "ilmu adalah sebagai permukaan pikiran semata." Seperti Freud, tak sadar adalah paling besar membentuk tindakan manusia.

"Kita sering keliru sepenuhnya mengenai motif sebenarnya untuk melakukan sesuatu, sampai akhirnya suatu kecelakaan/musibah mengungkapkan rahasianya kepada kita. Dan inipun adalah penderitaan;

Schopenhauer, menyatakan alih-alih makhluk yang sangat rasional, tanpa disadar_ manusia adalah hamba dari kehendak universal yang bekerja melalui kita, sering kali mempromosikan penipuan diri: "Diri sejati adalah keinginan/kehendak untuk hidup,  wujudnya adalah kehendak  buta  berjuang untuk eksistensi dan reproduksi. Schopenhauer, pendahulu Bergson, Darwin dan Freud, Dawkins. Kehendak  buta menyetir seluruh isi dan hukum alam.

 Schopenhauer berpendapat kejahatan adalah hal yang nyata, dengan kebaikan adalah kurangnya kejahatan. Kita dapat melihat ini dengan mempertimbangkan   kebahagiaan atau kepuasan selalu menyiratkan suatu keadaan sakit; dan faktanya kesenangan pada umumnya tidak senyaman yang kita harapkan, sementara rasa sakit jauh lebih buruk daripada yang dibayangkan.

Schopenhauer melanjutkan dengan menawarkan berbagai gagasan dimaksudkan untuk mengedepankan realitas penderitaan manusia: (1)  waktu terus berjalan dan kita tidak dapat menghentikannya; ia berhenti hanya ketika kita bosan; (2) manusia menghabiskan sebagian besar hidup untuk bekerja, mengkhawatirkan, menderita, dan meskipun semua keinginan kita terpenuhi, kita akan bosan atau frustasi, stress, bahkan bisa bunuh diri;(3) di masa muda kita memiliki harapan yang tinggi, tetapi itu karena kita tidak mempertimbangkan apa yang sebenarnya tersedia untuk kita,  kehidupan, penuaan, dan kematian;

Tentang penuaan Schopenhauer berkata: "hari ini buruk, dan akan lebih buruk besok; dan seterusnya sampai yang terburuk pada semuanya; (4) lebih baik jika bumi tidak bernyawa seperti bulan; hidup menyela "ketenangan yang diberkati" dari ketidakberadaan; (5) jika dua orang yang berteman di masa muda bertemu di usia tua, mereka akan merasa kecewa dalam hidup hanya dengan melihat satu sama lain; mereka akan mengingat ketika kehidupan dijanjikan begitu banyak, di masa muda, namun begitu sedikit yang dicapai;

Schopenhauer berpendapat non-manusia lebih bahagia daripada manusia karena kebahagiaan pada dasarnya adalah kebebasan dari rasa sakit. Inti bagi manusia dan non-manusia adalah kesenangan dan rasa sakit yang didasarkan pada keinginan untuk makan, berteduh, seks, dan sejenisnya.

Semangat ini dihasilkan dari kemampuan kita untuk merefleksikan masa lalu dan masa depan, membuat kita rentan terhadap ekstasi dan keputusasaan. Kebahagiaan  dengan berbagai bentuk kemewahan serta menginginkan kehormatan, pujian orang lain, dan kesenangan intelektual.

Tetapi semua kesenangan ini disertai dengan keinginan  terus meningkat dan ancaman kebosanan, rasa sakit, kecewa, sakit hati tidak diketahui dengan jelas dari mana berasal.

Satu-satunya kesimpulan yang dapat dibenarkan adalah "Kehendak untuk hidup, yang mendasari seluruh dunia fenomena, memuaskan keinginannya dengan memakan dirinya sendiri." Sebagaimana  pandangan Hindu, Brahma menciptakan dunia karena kesalahan, atau dengan gagasan Buddha dunia dihasilkan dari gangguan ketenangan Nirvana, atau bahkan dengan gagasan Yunani tentang dunia dan dewa dihasilkan dari takdir.

Schopenhauer berkata ada dua hal yang membuat orang yang rasional tidak mungkin atau sangat sulit percaya dunia diciptakan melalui disebut mahatahu, mahakuasa, dan mahabaik (1) kejahatan menyebar luas diseluruh dunia, dan tidak bisa dihentikan; dan (2) ketidaksempurnaan manusia. Kejahatan adalah dakwaan dari pencipta seperti itu,  dan akhirnya  benar-benar merupakan dakwaan terhadap realitas dan diri kita sendiri. Kehidupan manusia begitu penuh kesengsaraan sehingga jika ada roh yang tidak terlihat mereka pasti menjadi manusia untuk menebus kejahatan mereka.

Schopenhauer berkata akhirnya kita merasa kasihan pada sesama penderita dalam hidup. Memikirkan dunia sebagai tempat penderitaan di mana  semua menderita bersama-sama mengingatkan "welas asih" berupa "toleransi, kesabaran, penghargaan, dan cinta sesama,  setiap orang membutuhkannya,  setiap [orang] berutang kepada sesamanya.

Simpulannya  Schopenhauer kehidupan baik secara individu maupun secara keseluruhan, adalah  fakta penderitaan. Mengingat situasi ini, hal terbaik yang dapat kita lakukan adalah memberikan belas kasihan (welas asih) kepada sesama yang menderita. Dan penderitaan adalah fakta dunia sangat bertentangan dengan kebermaknaannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun