Mohon tunggu...
APOLLO_ apollo
APOLLO_ apollo Mohon Tunggu... Dosen - Lyceum, Tan keno kinoyo ngopo

Aku Manusia Soliter, Latihan Moksa

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Mempertanyakan Upaya Umat Manusia

7 Januari 2021   16:10 Diperbarui: 7 Januari 2021   16:17 168
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Walter Benjamin (1892--1940) menawarkan kritik serupa terhadap filsafat sejarah Hegelian dan Marxian. Melalui metafora "Angelus Novus" menunjukkan seorang malaikat yang tampak seolah-olah akan menjauh dari sesuatu yang sedang ia renungkan. 

Matanya menatap, mulutnya terbuka, sayapnya terbuka lebar. Beginilah cara seseorang menggambarkan malaikat sejarah. Wajahnya menghadap ke masa lalu. Di mana kita melihat serangkaian peristiwa, dia melihat satu bencana yang terus menumpuk puing-puing dan melemparkannya ke depan kakinya.

Malaikat itu ingin tinggal, membangunkan orang mati, dan menyempurnakan apa yang telah dihancurkan. Tapi badai sedang bertiup dari surga; itu telah menangkap sayapnya dengan kekerasan sedemikian rupa sehingga malaikat tidak bisa lagi menutupnya. Badai ini tak tertahankan mendorongnya ke masa depan di mana punggungnya dibalik, sementara tumpukan puing di depannya tumbuh ke langit. Badai inilah disebut kemajuan.

Apa yang dikatakan Benjamin terus terjadi sampai hari ini, baik langsung atau tidak langsung bahwa dekolonisasi merupakan kesempatan kedua untuk memikirkan kembali konsep kemajuan. Negara b bekas jajahan Eropa, merenungkan masa lalu kolonial, telah mencatat para pembela kolonialisme Eropa mengklaim hal itu memodernisasi dunia non-Eropa yang dianggap terbelakang bodoh primitive, dst.

Dengan kata lain, menempatkan kolonialisme dalam narasi kemajuan. Secara implisit atau eksplisit, kritik pascakolonial berpendapat penggunaan konsep kemajuan ini menimbulkan pertanyaan. Apakah membawa kebaikan atau justru sebalinya;

Di luar inti umum ini, kritik yang ditawarkan beragam. Misalnya,   tentang Eurosentrisme atau America sentris, atau Republik Rakyat Tiongkok untuk mengkritik konsepsi kemajuan tertentu. Konsepsi ini,  mencirikan semua inovasi sejarah utama. Akhirnya yang muncul pendapat ketimpangan ekonomi global saat ini disebabkan oleh ciri-ciri internal masing-masing negara dan pada prinsipnya  identifikasi pergerakan makro-historis.

Teori  pascakolonial postmodern menawarkan kritik yang lebih radikal terhadap narasi kemajuan peradaban manusia. Michel Foucault, berpendapat wacana adalah yang membentuk dan memberdayakan subjek yang membuat sejarah. Karena itu ia menjadikan wacana sebagai objek fundamental kajian sejarah. Wacana  reorientalisme meletakkan dasar bagi proyek kolonial dan mendukungnya setelah proyek itu berjalan;

Pada akhirnya meskipun berselisih dalam banyak hal, kedua wacana tersebut sangat bersumber pada narasi kemajuan umat manusia (menghilangkan kebodohan, penyakit, hidup primitive, dll). Secara umum, postkolonialisme maupun postmodern bertujuan untuk menunjukkan sejarah universal, tidak ada yang tanpa inkonsistensi atau paradox.

Sebaliknya, runtuhnya komunisme mengilhami kebangkitan kecil narasi kemajuan tradisional. Dalam artikelnya tahun 1989, "The End of History?" Francis Fukuyama menyatakan: "Apa yang mungkin kita saksikan bukan hanya akhir dari Perang Dingin, tetapi akhir dari sejarah seperti itu: yaitu, titik akhir perkembangan ideologis umat manusia dan universalisasi demokrasi liberal Barat sebagai bentuk akhir dari pemerintahan manusia".

 Buku The End of History and the Last Man, mendukung teori sosial Hegel seperti yang ditafsirkan oleh Fukuyama. Bagi Fukuyama, Hegel sekaligus menawarkan teori idealis tentang perubahan sosial dan memperjuangkan demokrasi liberal. Fukuyama mengemukakan, sejarah memasuki fase terakhirnya ketika prinsip demokrasi liberal pertama kali mendorong terjadinya peristiwa sejarah dunia, yaitu Revolusi Prancis. Setelah poin penting itu, tidak ada lagi perkembangan besar yang terjadi, melainkan penyebaran dan realisasi cita-cita demokrasi liberal secara bertahap diseluruh muka bumi, termasuk Indonesia.

Fukuyama membela Hegel dan berpendapat alternatif ideologis untuk demokrasi liberal ini pada dasarnya adalah hanya kecenderungan penyimpangan. Menurut Fukuyama, fasisme jelas-jelas gagal pada pertengahan abad (16,17 dan 18) dan terakhir adalah jatuhnya Uni Soviet, terbukti komunisme mengalami jalan buntu. Fukuyama menyatakan penyebab langsung jatuhnya rezim Soviet adalah kurangnya legitimasi dengan elit pemerintahan. Para elit kehilangan kepercayaan pada rezim tersebut karena mereka melihat rezim tersebut "bangkrut secara ideologis".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun