Mohon tunggu...
APOLLO_ apollo
APOLLO_ apollo Mohon Tunggu... Dosen - Lyceum, Tan keno kinoyo ngopo

Aku Manusia Soliter, Latihan Moksa

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Sadulur Papat Lima Pancer (Kajian Filsafat Roh Jawa, Bagian 4)

6 Desember 2020   19:12 Diperbarui: 20 Oktober 2022   20:32 922
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sadulur Papat Lima Pancer (Kajian Filsafat Roh Jawa, Bagian 4)

Cara kerja pertama adala metode "Verstehen" atau saya sejajarkan dengan ilmu mikrokosmos atau isi batin manusia Jawa Kuna. Manusia pertama-tama dalam pandangan ini dipahami dalam  artian "Kebetubuhan":

  1. Manusia dipahami sebagai siklis, ada menjadi, berputar, dalam gerak ruang dan waktu. Maka lahirnya umat manusia (bayi) dilahirkan adalah sebuah proses "dari" menuju "ke". Kata ini memiliki makna bahwa sebuah proses adalah bertemunya dua hal bapak langit dan ibu bumi (representasi Lingga Yoni), dari makanan dan tubuhan ("sperma"); artinya manusia adalah manifestasi kesatuan (manunggal) antara 4 anasir kuna anasir-anasir bumi, air, udara, dan api; mewujud kepada "yang lain" bernama menghasilkan manusia;  maka 4 anasir Kuna berubah nama lain menjadi ketuban, ari-ari, darah, dan tali pusar sarana laian yang diperlukan untuk pertumbuhan jabang bayi di dalam perut ibu sampai dilahirkan; atau dalam pemikiran Jawa Kuna paling tua (maaf hanya saya yang punya literaturnya)  adalah Kosmogoni dan Teogoni (penciptaan alam semesta dan isinya) bahwa manusia  dengan dialog pada "Kayu Gordo" atau dalam metafora Sang Hyang Wening _Wisnu (Timur) dan Sang Hyang Wenang _ Brahma (Barat) mengalami perjumpaan. Transliterasi "Kayu Gordo"  secara penciptaan menghasilkan perjumpaan  dimana dua biji buah Pohon Gordo dimiliki wanita, dan satu biji buah Pohon dimiliki laki-laki menghasikan manusia baru bayi (manusia ketiga). Konsep ini kemudian menghasilkan apa yang disebut Jawa Kuna sebagai "telu-telune atunggal"

Akibatnya karena mereka dalam satu tatanan (4 anasir Kuna: bumi, air, udara, dan api) ditransformasikan dalam nama dan bentuk lain yakni {"ketuban, Pusar atau udel, Darah, Ari-ari"},  maka mereka dianggap atau dibahasakan dengan nama bersaudara ("Sadulur" dalam artian manunggal bersama-sama sesuai fungsioanal dan tatanannya) untuk menghasilkan individu manusia dilahirkan.  

Katakanlah ke empat adalah pusar atau orang Jawa biasa menyebutnya puser atau Udel; Darah adalah saudara dari sang janin dalam kandungan; kemudian Saudara kandung  lebih muda adalah ari-ari, tembuni atau plasenta. 

Pembungkus janin di dalam rahim menyampaikan ke tujuan. Begitu bayi lahir maka ari-ari itu ikut keluar. Ari-ari mengantarkan sampai ke tujuan, yaitu lahir disertai pengorbanan dirinya. Kemudian ketuban atau kawah adalah anak pertama atau tertua dimana ketetika seorang ibu melahirkan, yang pertama kali keluar adalah ketuban, karenanya disebut saudara tua;

  1. Secara mikrokosmos atau Ilmu Kebertubuhan Merleau-Ponty "tubuh memahami", yang di dalamnya diterapkan nilai nyata: objek-objek dunia memiliki makna yang ditangkap oleh tubuh melalui persepsi. Maka  Sedulur Papat Limo Pancer  dapat dipakai sebagai sebuah kajian Fenomenologi persepsi Merleau-Ponty untuk menjelaskan peran sentral pada gerakan yang menunjukkan jalinan tubuh dengan dunia. Orang Jawa Kuna memiliki apa yang sebut sebagai  penandaan terjadi dan pra-obyektif yang merupakan buah dari apa disebut "mendiami sesuatu" ("Verstehen"). Penandaan dari yang dirasakan (sembah Roso), yang tidak memiliki padanan di alam semesta intelek, hanya dipahami jika seseorang menganggap subjek yang mengamati berlabuh itu terletak di dunia. Subjek tidak pernah menjadi pemikir "akosmik" yang melihat dunia dari semua sudut; sebaliknya, apa yang dia anggap terutama memiliki konotasi yang terkait dengan tindakan, sentimen dan kemauan, daripada konsep (mental Jiwa). Proses Sedulur Papat Limo Pancer  menggunakan pemikiran Merleau-Ponty memberi hak istimewa kepada Husserlian yang saya bisa atas yang saya pikir, atau yang saya rasakan dengan demikian memberi hak istimewa untuk bertindak daripada berpikir (kesadaran Roh/Jiwa/ Mental). Atau secara dialektis membandingkan kedua ekspresi tersebut untuk menekankan keunggulan temporal dari makhluk yang berada, yang dipahami sebagai kategori dari mana pengalaman hidup dimulai.

Sadulur Papat Lima Pancer (Kajian Filsafat Roh Jawa, Bagian 4)
Sadulur Papat Lima Pancer (Kajian Filsafat Roh Jawa, Bagian 4)
 Bentuk kesadaran Roh/Jiwa/ Mental)menetapkan apa yang merupakan karakteristik pada makna perseptif atau korporeal, berbeda dengan makna intelektual ("Verstehen"). 

Perlu diingat bahwa, meskipun keduanya saling melengkapi dan bercampur, pemaknaan perseptif rasa Jawa Kuna adalah dasar dari semua pemahaman tentang intelek kekinian. Lalu apa hasil keutamaan Roso Jawa Kuna (kesadaran Roh/Jiwa/ Mental), dapat dipahami pada fenomen Tubuh Manusia.  

Maka makna sadulur 4 (pada tubuh manusia adalah : hidung, mata, telinga, dan mulut)  sebagai tubuh manusia saling berkorelasi, dan menciptakan "persepsi manusia. Jawa Kuna menggunakan alat mengetahui adalah "Tubuh atau Tubuh adalah Alat mengetahui"  yakni Sedulur Papat berupa Lobang Hidung, Telinga,  Bibir dan Mulut; Mata. Dan Kelima pancer adalah "Kelenjar pineal";  

"Kelenjar Pineal";  adalah organ kecil di tengah otak yang berperan  sebagai tempat utama jiwa dan tempat di mana semua pikiran manusia terbentuk. 

Kata "Kelenjar pineal";   saya pinjam konsep Rene Descartes tentang Treatise of man kemudian berfungsi mengatur aliran roh umat manusia; Kelenjar pineal adalah inti mental {Geist atau Roh} memainkan peran penting karena terlibat dalam sensasi, imajinasi, ingatan, dan penyebab gerakan tubuh; akhirnya tubuh manusia adalah repetisi Kepala Manusia bulat mirip bulat bundar Bumi. Maka Sadulur Papat Limo Pancer   adalah Lobang Hidung, Telinga,  Bibir dan Mulut; Mata, dan "Kelenjar pineal";  

Tentu saja dengan 4 pancer ini memungkinkan dipahami menjadi Kenyataan jika dibantu oleh unsur ke 5 yakni "Sang Hyang Batara Kala" atau "Waktu" sebagai Pusat Tuhan, maka semua istilah 'surga', 'neraka', atau 'kahyangan';  'dewa', 'roh'; atau 'rasio', 'emosi', 'volusi', 'spiritualitas', atau 'religiositas'; 'rasionalitas' atau 'irasionalitas' dapat dimengerti ada dan dijawab dengan menggunakan "waktu". Maka makna hipersemiotika lain Tuhan atau Sang Ada adalah  sama dengan "Waktu";

Sedulur Papat Limo Pancer  akhirnya menemukan novelty pada tulisan ini adalah perspektif berupa (a) "Kelenjar pineal", dan kedua (b) adalah Tuhan (tuhan huruf kecil) itu adalah  sama dengan "Waktu";

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun