Mohon tunggu...
APOLLO_ apollo
APOLLO_ apollo Mohon Tunggu... Dosen - Lyceum, Tan keno kinoyo ngopo

Aku Manusia Soliter, Latihan Moksa

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Semar pada Sedulur Papat Limo Pancer (Kajian Filsafat Roh Jawa, Bagian 2)

16 November 2020   20:39 Diperbarui: 24 Januari 2023   10:16 1274
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Semar Sedulur Papat Limo Pancer (Kajian Filsafat Roh Jawa Bagian Ke_ 2)

Rahayu rahayu Sagung Dumadi,___

Setelah memahami lingkup dan cara pandang pada Filsafat Roh Jawa Kuna pada tulisan (1) tentang Indonesia lama JAWA artinya mengerti atau memahami dengan mata batin; untuk memperoleh suatu "kasunyatan", maka berikut ini beberapa cara pengertian "Sedulur Papat Limo Pancer"; dimaknai secara hermeneutika semiotika sebagai berikut;

Pemahaman Pertama (1) Sedulur Papat Limo Pancer pada Kajian Filsafat Roh Jawa, saya meminjam atau Trans Substansi semiotika dan hermeneutika pada "Serat Darmagandhul".  

Maksud saya teks "Serat Darmagandhul" adalah bersifat meta narasi, meta teks, dan bersifat melampaui, baik pra "Serat Darmagandhul", dan pasca "Serat Darmagandhul". 

Dengan kata lain "Serat Darmagandhul", idealnya mesti dikaitkan dengan banyak berbagai literatur, misalnya (1) teks Babad Tanah Jawi, (2)  Serat Wulangreh (keutaman moral) oleh Sri Susuhunan Pakubuwana IV semenjak proses lahir dan tumbuhnya Wangsa Syailendra (671M - 856M), Wangsa Sanjaya (732-929M) sampai wangsa terakhir Wangsa Baru atau Perjanjian Giyanti 1705-1719); (3) teks Kitab Pararaton; (4) Serat Centhini, (5) Serat Purwacarita/ Perwayangan; (6) Kakawin Nagarakretagama; (7) dan terakhir adalah rerangka pemikiran saya bernama "Kitab Danyang Nusantara" yang saya peroleh di Gunung Bromo/Gunung Semeru;

Berikut ini adalah Sedulur Papat Limo Pancer pada Kajian Filsafat Roh Jawa  dengan penjelasan sebagai berikut:

Argumentasi Hermeneutika dan Semiotika Pertama (1):

Saya awali pada teks "Pikulan Tunggal, atau ada sebelum segala sesuatu ada, dikenal dengan nama 'Sanghiyang Wenang/Sanghiyang Tunggal", atau "Batara Tunggal"  memiliki "telor dengan aneka warna  yang dipuja secara terus dengan terus bertanya dalam batin tentang telor tersebut dan  akhinya pecah menjadi tiga bagian (mungkin semacam theoria Sigmund Freud: Id, Ego, dan Superego);

Kulitnya Tejo Matri atau Togog

Putih telor Ismoyo atau Semar

Manik Moyo atau Batara Guru.

'Sanghiyang Wenang/Sanghiyang Tunggal",  melalukan sayembara kemudian menghasilkan 3 Satria semua, lalu siapa yang kuat diantara 3 Satria tersebut, maka diadakan lomba makan menelan Gunung (nguntal Gunung) kebijaksanaan;

Tejo Matri atau Togog tidak mampu menelan Gunung (nguntal Gunung) kebijaksanaan hanya mampu berusaha membuka mulutnya dengan lebar

Ismoyo atau Semar mampu menelan gunung tetapi tidak mampu memuntahkan atau mengelurkan dari dalam perut, maka semar menjadi berperut gendut sampai hari ini'

Sedangkan Manik Moyo atau Batara Guru mampu menelan gunung dan  mampu memuntahkan atau mengelurkan dari dalam perut.

Lalu bagimana Sedulur Papat Limo Pancer pada Kajian Filsafat Roh Jawa  dihasilkan? Yakni ketika selanjutnya Manik Moyo atau Batara Guru memiliki 4 tangan disimbolkan pada 4 arah angin Timur Barat Utara dan Selatan; yang disintesiskan dalam 4 watak umum manusia yakni:

  1. Utara menjadi warna hitam, bisanya  suka makan enak atau isi perut, ngomongin orang atau berwarna hitam
  2. Timur ; menjadi   warna putih;  suka kekayaan, materi, property dan kepemilikan, wanita, tahta, harta, tapi lupa asal usul;  
  3. Selatan menjadi berwarna merah suka rebut berantam dan konflik   
  4. Barat menjadi warna kuning;  suka pada metafisik, keahlian pada beda pusaka, ilmu kanuragan, bakar kemenyan, dan makhluk gaib; menemukan alam gaib di tempuran 4 sungai dst;  

Maka metafora semiotika  bisa disebutkan sebagai 4 mental manusia yakni " empat unsur paling dasar, yaitu lawwamah, supiyah, amarah dan mutmainah. Perjumpaan antara  pada 4 arah angin Timur Barat Utara dan Selatan ditafsir pada hemenutika pada sifat "aluamah supiah amarah, mutmainah" mengalami proses diri ada di pusat (pusat diri manusia); misalnya kita manusia punya tangan kiri dan kanan, kemudian kaki kiri dan kanan atau 4 pancer dan ke lima (5) badan tubuh; ke 6  gesang  ke 7 wujud dan ke 8 tinggal rino (hari lahirnya) manusia; atau manunggal antara Kakang kawah dari laki lanang vs  Ari-ari dari wadon ibu disebut sebagai "sadulur ingkang karimatan lan mboten karimatan; atau kemenjadian dari Wahid  artinya Maha Tunggal/Esa;

Jika ditelusuri lebih dalam lagi maka manusia punya tangan kiri dan kanan, kemudian kaki kiri dan kanan atau berjumlah 20 jari-jari dari 4 pancer ontologis, menjadi alienasi diri pada 4 arah angin Timur Barat Utara dan Selatan ditafsir pada hemenutika pada sifat "aluamah supiah amarah, mutmainah" menghasilkan "Roh Aksara Jawa" atau Aksara Kawi Aji Saka;  yang berjumlah 20 huruf;  (1) ha na ca ra ka  (tesis); (2) da ta sa wa la (Anti tesis); (3) pa da ja ya nya (sintesis); (4) ma ga ba tha nga (kekosongan_ ngesti Suwung atau saya sebut "Hong"); empat pengalaman negative dan positif ini kemudian menghasilkan apa yang disebut "tatanan" semacam kecocokan, harmoni, menjadikan dokrin jiwa manusia (papan, ampan, adepan); atau nama lain pada sastra agung bernama "Mantra Kidung Bawono Langgeng" epos "Hong Wilaheng Sekareng Bawono Langgeng" Sopo entuk wahyuning Gust Allah; Gyoh dumilah mangulah ngilmu bangkit; Bangkit mikat reh mangukut; Kukutaning jiwanggo; Yen mangkono; Keno sinebut wong sepuh; Liring sepuh sepi howo; Awas loro ning atunggil (artinya terjemahannya adalah Siapapun yang menerima wahyu Tuhan; Dengan bijaksana mawas diri mencerna ilmu tinggi; sanggapu n mampu menguasai ilmu kasampurnan; Kesempurnaan lahiriah batiniah; Dan  pantas disebut "orang tua" bijaksana; Arti "keutuhan manusia " adalah  mampu mengendalikan semua hal paradox kehidupan;

Ke empat metafora semiotika  4 arah angin Timur Barat Utara dan Selatan atau 4 dimensi ontologis roh pada (api, angin, tanah, dan air) atau hermeneutika aluamah supiah amarah, mutmainah" memiiki hasrat sendiri-sendiri, dan semuanya bisa bergerak berproses menjadi Bathara Guru, tapi wataknya tidak adil bijaksana;

Bagimana penjelasan lanjutannya?  Pada akhirnya dijelaskan kepada Tejo Matri atau Togog kamu jangan kecewa walaupun jelek wujudmu, itu hanya sebagai wadah atau tempat (kurungan); sejati Tejo Matri atau Togog tetap bagus dan indah; kamu tetap mewakili wewenang Ksatria Angkara Murka Tanah Sebrang;

Ismoyo atau Semar mampu menelan gunung adalah adil mampu membawa beban kehidupan, dan apa saja kuat, maka Ismoyo atau Semar adalah pembimbing Ksatria Tanah Jawa yang berwatak adil; dimana keturunan watak sifat (bibit)nya menghasilkan pemimpin Indonesia selamanya;

Maka Ksatria Tanah Jawa, diberikan wahyu maka kamu menjadi pemimpin dan membimbing umat manusia nusantara berasal dari Tanah Jawa; seumapa ada Negara nusantara ada kamulah pembimbingnya; pamong Ksatria Tanah Jawa, dari sekarang sampai selama-lamanya; berumur panjang, jadi kematian Rohmu sama dengan rusaknya jaman atau rusaknya Nusantara,

Foto_Pribadi 2020
Foto_Pribadi 2020
Kamu manik moyo memiliki wewenang merajai atau memimpin alam "Kedewatan"; idealnya kamu bisa adil tetapi tidak mampu karena memiliki 4 identitas tadi yakni hitam putih marah kuning; atau nafsu aluamah, nafsu  supiah warna nafsu amarah, nafsu mutmainah, menjaga keadialan pada 4 tatatan tersebut; alam gaib, metafisik  seperti batari Durga;

Kemudian dbagilah kekuasaan itu secara turun temurun sampai datangnya para Pandawa, menurunkan "Parikesit" sampai pada Jaya ami Jaya; berkembang menjadi ratu raja sampai munculnya raja Majapahit; maka pada era ini Ismoyo atau Semar berubah  nama menjadi "Noyo Genggong"  atau "Sabdo Palon Noyo Genggong" sampai membimbing Prabu Brawijaya V atau terakhir;

Prabu Brawijaya V (terakhir) sebenarnya adalah "Damarwulan" yang sebenarnya bukan Putra Majapahit tetapi hasil doa restu dari patih Mangunda (patih anasir Udara/Angin), atau patihnya Majapahit yang sakti dan melampaui apapun; istrinya sama-sama hamil; Prabu Brawijaya IV istrinya juga hamil, dan Patih Mangunda juga hamil; dan saat waktunya melahirkan maka anaknya Mangudara itu pindah ke raganya istri raja majapahit (Prabu Brawijaya IV) ; demikian sebaliknya  kandungannya Ratu Majapahit dipindah ke kandungan istri patih Mangunda;

Hasil ini setelah lahir muncul pemimpin Majapahit bernama "Kencono Wungu"; dan Damarwulan mengabdi pada Patih Logender; sampai kematian Minyak Jinggo di Blambangan atau wilayah Banyuwangi Blambangan;

Patih Logender; punya tiga anak "Anjasmara, Seto, dan Kumitir"; dua anak laki ini memiliki watak angkuh egois dan serakah, maka "Damarwulan" mengabdi disitu bersama dengan "Sabdo Palon" dan "Noyo Genggong";

Tugas mereka adalah melaksanakan kerja membersihkan halaman, rumput dan taman bersama "Sabdo Palon" dan "Noyo Genggong";dan Damarwulan"; pada kondisi ini terjadi cinta antara "Anjasmara  dengan "Damarwulan";

Akibatnya adalah ketahuan oleh Seto, dan Kumitir (kakak Anjasmoro) maka "Damarwulan di hakimi; hukumannya adalah Damarwulan wajib memberi dan mencari rumput merawat untuk 12 kuda selama proses hukuman; namun karena yang membimbing "Sabdo Palon" dan "Noyo Genggong"; maka sekalipun dapat 1 helai rumput semua kuda kenyang dan terrawat dengan baik;

Setelah itu di Blambangan Minyak Jinggo melamar kerja di Majapahit;  dan "Kencono Wungu" jadi ratu sampai pada suatu malam ratu "Kencono Wungu" memperoleh pesan dari dewa  yang bisa membunuh Minyak Jinggo  yakni Ksatria bernama "Damar Sasongko" atau sekarang berada ditempat patih "Logender";

Kemudian patih "Logender dipanggail apakah benar "Damarwulan" mengabdi di istananya; akhirnya "Damarwulan: disuruh berperang ke Blambangan; setelah perang patih "Logender"; bilang ke anaknya Seto, dan Kumitir jika "Damarwulan"  sudah menang dan pulang hadanglah dia dan bunuh; artinya yang memenggal dan membawa kepala Minyak Jinggo adalah Damarwulan"; atau direbut oleh Seto, dan Kumitir; matilah Damarwulan"; ditangan Seto, dan Kumitir;

Akibatnya "Sabdo Palon" dan "Noyo Genggong";memarahi Patih Mangunda yang orangnya tidak ada disitu sebagai Satrio yang sakti dan unggul  kesaktiannya mengapa anaknya dibiarkan mati disia-siakan, terus meratapinya maka datanglah Patih Mangunda menemui "Sabdo Palon" dan "Noyo Genggong, dan berkata sayapun mengetahui kejadian ini tapi saya paham anda juga adalah Pikulun Ismaya"; kamu kan punya "kewajiban" dan bukan aku, kita semua punya tugas masing-masing jangan saling tumpang tindih tugas atau mengandalkan saya; terus akhirnya "Damarwulan" dihidupkan kembali; dan sekarang kamu kembali ke Majapahit;

Saat sidang di Majapahit "Damarwulan" datang berkumpul dengan patih "Logender dan anak nya Seto, dan Kumitir, Anjasmoro;  terus Anjasmoro berantam sama bapak nya dan saudaranya  yang kemudian diberikan nasihat oleh Patih Mangunda tidak boleh begitu ini kan persedingan kraton; semuanya harus diam merepleksikan diri masing masing; Patih Mangunda menayatakan sebenarnya yang berhak  membunuh itu Damarwulan atau Seto, dan Kumitir,? Jawab Patih Logender iya anak saya;

Sekarang begini kata Patih Mangunda coba diadu dua anak ini  Seto, dan Kumitir melawan Damarwulan; artinya yang  memang anakmu yang kuat memangku mengelola keadian di Majapahit;  hasilya memang dua anak tadi kalah dan Damarwulan menang; karena Damarwulan memiiki Besi Kuning milik Minyak Jinggo;

Maka perginya Patih Logender dan anaknya Seto, dan Kumitir ke wilayah lain yang diperkirakan berada di wilayah Malaysia Kalimantan; sehingga Damarwulan menjadi raja atau dikenal dengan nama lain sebagai Prabu Brawijaya V terakhir atau Prabu Brawijaya V pindah agama  lain atau Asing; ; disusul dengan kedatangan 9 Sunan di era Majapahit; "Sabdo Palon" dan "Noyo Genggong  terus mempertanyakan mengapa ada bangsa semacam ini bisa datang ke sini;

Semenjak itulah muncul istilah "batu bisa mengapung" symbol pemimpin sejati atau manusia Jawani versus antinomy pada metafora "Yen wis tiba titiwancine kali- kali ilang kedunge, pasar ilang kumandange, wong Jowo ilang tapane wong wadon ilang wirange" bentuk perubahan paradigm tatanan;

Berikut ini adalah Sedulur Papat Limo Pancer pada Kajian Filsafat Roh Jawa  dengan penjelasan sebagai berikut:

Kedua (2)

Bersambung.....

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun