Mohon tunggu...
APOLLO_ apollo
APOLLO_ apollo Mohon Tunggu... Dosen - Lyceum, Tan keno kinoyo ngopo

Aku Manusia Soliter, Latihan Moksa

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi | Pohon Randu Tua

27 Maret 2020   23:24 Diperbarui: 27 Maret 2020   23:40 291
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

  • Kosong di kepala dan tidak pernah punya rencana,
    Seratus napas membelah udara
  • saat aku bersandar pohon randu tua
  • di satu-satunya pohon yang saya temukan.
  • Ini awal atau terlambat mencegah demam dan panas.
  • Sawahnya ladang kering. Musim kebencian sudah dekat.
  • Hama, dusta, dan penyakit ada di mana-mana,
  • anehnya kamu berderap mimpi paling indah,
  • tapi kamu sudah tidak ingat pesan ibu leluhurmu
  • bagaimana memanggil itu semua menjadi nyata,
  • Kosong di kepala dan tidak pernah punya rencana,
  • Pertama kali kamu membaringkan diri di pohon randu tua
  • Tubuh mu seakan menemukan musik alam kegelapan, tanpa suara
  • berderak dan berbisik bersama sang bayu; Kepedihan yang tak tertahankan
  • luka batin meninggalkan mu dengan luka bakar asmara di kaki kirimu
  • Sebuah pertanda, kata hukum karma, tentang kerinduan.
  • Kamu butuh untuk dimiliki kembali tanpa kau pahami.
  • Lagipula, wajah kerinduan memang itu seperti
  • mendorong berat hati kau dan aku
  • melawan kelekatan asmara tanpa raga
  • yang namanya membuat kita tetap hidup waspada

    • Kosong di kepala dan tidak pernah punya rencana,
    • Aku tahu kau berbeda dengan caranya berlari mengejar cinta
    • tanpa jeda,
    • tanpa rahmat,
    • tanpa gangguan,
    • tanpa dansa.
    • tanpa gombal,
    • tanpa mulut berbisa.
    • tanpa marah,
    • tanpa cemburu.
    • tanpa menuntut,
    • tanpa menyuruh
    • tanpa curiga,
    • tanpa memaksa.
    • tanpa malu,
    • tanpa syarat apapun.
    • kamu diberitahu bagaimana bergerak di dunia
    • dan membencinya.
    • Kamu tahu akhirnya, tidak akan pernah memiliki apa pun.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun