Mendefinisikan Tuhan, dan Pemahaman Manusia Soliter Â
Agama-agama sudah jelas mendefenisikan Tuhan itu apa, tentu sesuai iman kepercayaan pada Kitabnya masing-masing; dan itu adalah iman yang merupakan pilihan hidup masing-masing; atau sering dipahami pemahaman kaum fundamentalis;
Tetapi bagi saya sebagai Kantian, dan Heiddeggerian mungkin itu pengertian Tuhan dalam artian agama-agama "agama Wahyu" yang kebenarannya [1] keras kepala, dan [2] iman mendahului rasio, dan seterusnya; mungkin bisa dipertanyakan lebih dalam, lebih waras, dan lebih dapat dipertanggungjawabkan;
Pertanyannya adalah bagimana sebuah pengertian apa itu Tuhan dalam persepektif lain, katakan pendekatan kehidupan yang dihayati, pendekatan fenomenologi, atau pendekatan keresahan manusia, atau pendekatan rasa batin yang dialami;
Pengertian semacam ini ada sisi kekurangan dan kelebihannya; kekurangannya jika pemahaman seperti ini terlalu buru-buru dan dalam keadaan tidak stabil sehingga bisa sesat atau berlebihan; atau kekurangan lain menjadi munafik atau anti Tuhan sama sekali; namun sisi kebaikan jika pas resonansinya dan memilih suasana keheningan batin jiwa, kedalaman rasa "sembah roso" memungkinkan kita memahami kehidupan yang paradoks penuh misteri, dan tak dapat dikatakan begitu saja [gampangan];
Tulisan ini adalah pengalaman manusia soliter, dalam kegelisahan sepanjang hidup dalam suasana untung dan malang, suka atau duka, ketidakpastian, dan kepastian untuk membatinkan eksistensi "Tuhan"; ada proses pembatian meniru pada kemiripan pada perjalanan Bima mencari Air Suci, atau perjalanan Batin Epos Homerik, atau narasi seperti Ramayana.
Lalu apa dalil baru pengertian Tuhan oleh saya sebagai  Manusia Soliter ? Dalil baru itu berbunyi "Tuhan adalah Waktu"; bagimana penjelasanya; "Tuhan adalah Waktu";
Ke [1] "Waktu" artian waktu disini adalah dipahami dalam kompleksitasnya yakni [a] waktu secara matematika, dan kedua adalah [b] waktu yang dihayati;  maka penekanan disini lebih banyak. Pengalaman Soliter memungkinkan pemahaman melalui waktu yang dihayati; Waktu yang dihayati dalam artian bersifat: "nacherleben", re experience, empaty, dan transposisi diri; untuk menghasilkan "divinate instuisi atau divinature verstain; melalui waktu untuk  (understanding), sisi dalam, fakta mental, berpartisipasi dalam komunitas, dan  life expression.
Ke [2] "Semua adalah Waktu"; artinya segala sesuatu itu ada berada dalam waktu, usia kita, kelahiran kita, tubuh kita, pikiran, perasaan kita, kecemasan kita, kematian kita, dan kemungkinan reinkarnasi semua "berubah menjadi" ada dalam waktu;
Ke [3] "Kemewaktuan"; memungkinkan  segala sesuatu [being] atau menjadi dalam lima kondisi atau kategori: "sama, beda, gerak, diam, dan ada". Maka "waktu" apa yang disebut "res extensa" yang muncul sebagai res cogitan yang tidak temporal, atau subjek kognisi berubah.
Ke [4] "Waktu" memungkinkan seluruh "Ada" dalam semua hal didunia ini, kehidupan sehari-hari, disposisi, perawatan, keaslian, kematian, ketidakteraturan, temporalitas, dan historisitas. Maka memahami waktu sama dengan berjumpa dengan Tuhan. Dengan waktu melahirkan: sejarah, estetika, kelahiran, dan tindakan revolusioner.
Ke [5] Melalui Waktu memungkinkan  memahami isi Dunia, mendunia, ada dalam dunia, dunia sebagai representasi waktu. Bersiklus, berubah, dan menjadi berdialektika, keterpisahan, penyatuan,  tegangan, serta keterlemparan manusia pada kecemasan eksistensial;
Ke [6] Pada "Waktu" bersama ruang menghadirkan sesuatu pemahaman "Nama" berupa satu Substansi (uwsia) atau  primer (sesuatu),  dengan kategori 9 sekuder (label nama/nomen) seperti Kuantitas (quantity), Kualitas (quality), Relasi (relation), Tempat/Di mana (place), Waktu/Kapan (date/time) itu sendiri, Posisi (possition/posture), Kepemilikan (possession/state), Aksi/Aktif (action), Pasif (passivity).
Ke [7] Pada waktu bersama dengan ruang menciptakan seluruh kemungkinan-kemungkinan pada hal [1] . Kuantitas (quantity)  keputusan atau Universal (semua); atau Particular (beberpa yang berbeda dari semua; Singular (k.benda tunggal);  [2]  Kualitas: berupa pemahaman Affirmative  (semua A adalah B) atau Negative (tidak A adalah B) atau  Infinite ( tak terhingga); [3]  Hubungan: Kategori (9 ada  di point 6), Hypothetical (jika -- maka-- hipotesis kerja vs hipotesis statis), dan Disjunctive (dua hal berbeda dgn kata atau; [4] Modality berupa problematical (masalah); Assertory (hub subjek predikat berdasarkan pengalaman);  Apodictic  (proposisi keharusan apriori);
Ke [8] Simpulannya melalui Waktu "tak mampu dipahami menyeluruh" dan persis disini maka Tuhan wajib ada. Tuhan adalah Sang Waktu itu sendiri; dan Tuhan Abadi dalam waktu.Â
*_Prof  Dr Apollo {manusia soliter}
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H