Mereka mengklaim tergabung dalam wadah Majelis Kebangsaan Panji (Pancasila Jiwa) Nusantara (MKPN) yang dimentori oleh mantan KSAL Laksamana Slamet Soebijanto, di Jalan Setu Cipayung, Jakarta Timur, Rabu (25/9/2019).Â
Agak sulit dipahami bagimana mungkin mantan KSAL Laksamana Slamet Soebijanto bisa melakukan demontrasi padahal beliu adalah satria unggul penjaga gawang kedaulatan NKRI;
Ke [6] Ketidakhati-hatian punggawa Negara dalam menjaga tatanan kebangsaan. Ucapan dan perilaku yang terjadi misalnya Kepala Staf Presiden (KSP) Moeldoko harus rela menarik ucapannya sendiri terkait dengan kedudukan Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) yang dianggapnya sebagai penghambat investasi.Â
Bagimana mungkin diera semua umat manusia menentang kejahatan korupsi tetapi seorang  Mantan Panglima TNI ini bisa tidak terkontrol dengan baik dan implikasi luas akibat ucapan tersebut.
Apa tafsir makna dibalik peristiwa ini semua secara semiotika dan hermeneutika:
Jawaban ke [1] Roh yang menggerakkan adalah idiologi uang atau kapitalisme. Investasi, uang, dan kekuasaan dan pembagiannya mungkin bergerak didalamnya. Hari ini kita membuat mitologi uang, menjadikannya "garis bawah" kita, dan pada akhirnya, tuhan kita.Â
Perspektif yang matang secara budaya tidak mengutuk hal ini. Alih-alih, Â memandang penyembahan kita atas uang sebagai suatu prediksi puncak dari tahap terakhir kita dalam kisah budaya. Kita mungkin mengkritik sebagai naif kepercayaan "penguasa alam semesta" pasar bebas yang tidak terkendali dapat mengatur diri sendiri.Â
Tetapi pemikiran seperti ini adalah apa yang didapatkan jika  memperluas ekstrem logisnya pandangan dunia materialis / individualis yang telah menghasilkan banyak hal yang saat ini paling kita hargai dalam kehidupan modern. Sekali lagi idiologi yang bergerak adalah uang, materialism, dan atas nama nafsu ekonomi melalui distribusi kekuasaan;
Jawaban ke [2] Kepemimpinan Transaksional atau Balas Budi. Teori ini dijelaskan oleh Max Weber pada tahun 1947 dan kemudian oleh Bernard Bass pada tahun 1981.Â
Gaya kepemimpin transaksional menghubungkan tujuan dengan imbal balik atau balas budi, mengklarifikasi harapan, menyediakan sumber daya yang diperlukan, menetapkan tujuan yang disepakati bersama [KKN], dan menyediakan berbagai jenis imbalan balas budi untuk kinerja kelompok tertentu.Â
Mereka menetapkan tujuan SMART (spesifik, terukur, dapat dicapai, realistis, dan tepat waktu) untuk golongan dan balas budi pada group tertentu. Dan pada kondisi yang sama muncul apa yang disebut kondisional Laissez-faire: Pemimpin menyediakan lingkungan di mana bawahan mendapatkan banyak kesempatan untuk membuat keputusan. Pemimpin itu sendiri melepaskan tanggung jawab dan menghindari membuat keputusan. Semacam buang badan.