Mohon tunggu...
APOLLO_ apollo
APOLLO_ apollo Mohon Tunggu... Dosen - Lyceum, Tan keno kinoyo ngopo

Aku Manusia Soliter, Latihan Moksa

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Episteme Pendidikan Intelligence Keamanan Negara [1]

26 Juni 2019   00:27 Diperbarui: 26 Juni 2019   00:53 192
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Episteme Pendidikan Intelligence dan Martabat Manusia [1]

Intelligence, International Security adalah isu penting dihadapi dunia global dan adanya  tren yang terus membentuk intelijen dan perkembangan geo-strategis di abad ke-21. Kompetensi SDM yang melampaui [beyond] perlu dilakukan demi terciptanya martabat manusia universal untuk semua stakeholders memiliki  kesadaran tentang cara di mana masalah intelijen memanifestasikan diri dalam masalah keamanan dalam perdamaian dan perang. Hakekat  Intelligence & International Security adalah upaya memperjuangkan dan mempertahankan dunia yang adil dan beradab maka pemahaman tentang dilema etika yang terkait dengan aktivitas intelijen  mendapatkan pemahaman baik.

Dalam filsafat Jawa Kuna atau Indonesia Lama  maka Pendidikan Intelligence dan Martabat Manusia Universal episteme pada [Weruh sadurunge winarah]. Karena dengan dasar ini maka memungkikan tujuan [final cause] pendidikan intelligent dapat berhasil untuk mencegah, mengantisipasi sebelum event [peristiwa] itu terjadi. Atau dalam istilah disebut early warning system.  

Banyak sekali hasil riset saya bagaimana suatu episteme Pendidikan Intelligence dan Martabat Manusia Universal mungkin dapat divalidasi, dan memiliki reliablitas yang handal. Teknologi salah satu unsur penting, dan karena dia penting juga mengandung risiko bahaya dan potensi untuk diseludupkan informasi yang paradox, menipu tidak tepat.

Ke [1]  Filsafat mengajarkan bahwa semua hal didunia dan realitas ini memiliki prinsip tetap, atau disebut studi pola tertentu yang disebut perilaku alam dan manusia yang bersifat tetap. Artinya Pendidikan Intelligence perlu paham pola pengulangan [cycle],  pengulangan sejarah, atau pola repetisi [disebut seni], atau [pola yang dimodifikasikan], atau saya sebut studi reinkarnasi. Seorang analis Intelligence mampu memetakan tiga hal ini sebagai kompetensi dasar. Ilmu alam mengajarkan 4 anasir tanda air, udara, tanah, dan api. Mereka memiliki hakekat tetap dan berubah dengan kemenjadian, dan wujud nyata. Tetapi juga ada unsur paradox yang disebut perlawanan hakekat semacam khiasma yang tidak ikut pola tersebut;

Ke [2] Hakekat suatu event [peristiwa] itu terjadi melalui indicator-indikator, pola, variable, sub variable yang kompleks rumit, dan saling bersilang bertentangan. Maka Seorang analis Intelligence membuat pendasaran penguasan ilmu statistika dalam rangka pemetaan key indicator mulai paling kuat dan signifikan, sampai tidak kuat dan tidak signifikat, dengan membuat analisis factor secara matematis dan statistika melalui simulasi, kemudian membuat analisis PCA [principles component analysis] sehingga memunculkan efektivitas kontra intelligent. PCA adalah model simpulan dengan mengambil 1 keputusan tunggal tetapi memiliki pengaruh yang dihitung berdampak besar.

Ke [3] Hakekat ilmu error term.  Suatu  event  [peristiwa] mesti ada yang disebut ilmu before, dan ilmu after, kemudian ada di sebut metode kausalitas, atau aksi reaksi, stimulus respon, sebab akibat atau dalam ilmu saya sebutkan Jika seseorang dibenarkan dalam meyakini P dan dibenarkan dalam meyakini Q, maka ia dibenarkan dalam memercayai proposisi apa pun yang mengikuti secara deduktif (tentu) dari P dan Q. Ilmu semacam ini penting dikuasai dalam pendidikan intelligent tetapi itu masih jauh dari memadai. 

Dalam ilmu riset saya pada episteme before and after ada yang bersifat niscahaya, dan ada yang tidak. Pembedaan ini didasari apa yang disebut disadari, atau tidak disadari, ada motivasi atau tidak, atau dia daya purba yang ada yang disebut peristiwa kejutan [event surprise].  Studi tentang [event surprise] bisa muncul dalam kajian matematika dan logika apa yang disebut error term.  Error  term adalah tidak disadari, lupa, diluar model, tak dapat diprediksi, lepas dari kendali nalar,  dan pengalaman, atau novelty event. Maka Pendidikan Intelligence disebut sukses bila bisa memetakan novelty event. Pada penemuan inilah maka riset penelitian, daya nalar yang melampaui diperlukan [beyond].

Ke [4] Semua event [peristiwa]  adalah mungkin. Studi dasar literature yang gambangan [ecek-ecek] ada yang disebut teori  probabilitas, dan nonprobabilitas yang mengukur kemungkinan populasi tindakan manusia dapat kemudian digeneralisasi dalam sampling. Sekalipun demikian maka pendidikan intelligent diperlukan, namun ada yang disebut level lain yang  lebih dari itu.  Studi yang saya maksudkan adalah Prinsip ketidakpastian atau ilmu disebut prinsip ketidakpastian Heisenberg, diartikulasikan (1927) oleh fisikawan Jerman Werner Heisenberg, bahwa posisi dan kecepatan suatu objek tidak dapat keduanya diukur secara tepat, pada saat yang sama, bahkan dalam teori.  Ilmu ini kemudian harus dikuasi dalam pemahaman episteme fuzzy logic, bermakna minimal ganda, trikhotomi dan kejadian non-linear. Tambahan pokok menunjang episteme ini adalah kerangka pemikiran yang dikembangkan oleh David Everett Rumelhart melalui Biologically Plausible Extension to Backpropagation Networks.

Ke [5] Memahami Ilmu Paradoks. Episteme Pendidikan Intelligence wajib paham ilmu paradox. Bahwa segala sesuatu pasti ada disebut antithesis, atau antinomy, [lihat paradox Zeno, Sorites, paradox dialog Socrates dan Meno;   studi Jean Buridan]  atau Hegel Tesis, Anti tesis, dan sintesis  atau saya sebut dalam pemikiran lain adalah setidaknya 10 juta banding satu. Maka Episteme Pendidikan Intelligence harus diawali dengan kondisi event [peristiwa] paradox. 

Platon  dan Aristotle sama-sama berpendapat pengetahuan berawal dari keajaiban, yang mereka maksudkan dengan kebingungan [kesangsian] yang bersifat paradox.  Ludwig Wittgenstein menganggap tujuan manusia berpikir adalah "untuk menunjukkan jalan keluar  membebaskan diri dari teka-teki dan paradoks yang diciptakan oleh kesalahpahaman bahasa sendiri. Bertrand Russell, segala realitas dan vitalitas manusia dan alam dimulai dengan sesuatu yang begitu sederhana sehingga tidak layak untuk dikatakan, dan diakhiri dengan sesuatu yang sangat paradoks sehingga tidak ada yang akan mempercayainya."  Studi kajiean ilmu paradoks telah berfungsi untuk merangkum masalah-masalah pemahaman event [peristiwa]  yang penting (lainnya telah diekspos sebagai fallacy). Episteme Paradoks ini penting karena menciptakan kesulitan besar bagi kebenaran informasi yang ketat secara logis; itu tidak ditangani secara memadai sampai saat ini. Studinya bisa melalui apa yang sebut episteme [Meta}, dan [Post].

Bersambung

Daftar Pustaka: Apollo Daito., Laporan Hasil Riset., 2018., Pendidikan Intelligence dan Martabat Manusia Universal Mataram Kuna pada Episteme [Weruh sadurunge winarah].

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun