Mircea Eliade [1907-1986]  menyatakan kematian adalah mengingat pintu masuknya ke ruang tamu bahwa "cahaya warna-warni menakutkan" telah berubah menjadi "istana dongeng", dia  menulis,.....Saya berlatih selama bertahun-tahun untuk menangkap kembali momen epifani itu, dan saya akan selalu menemukan kelimpahan yang sama lagi. Saya akan memasukkannya ke dalam fragmen waktu tanpa durasi anpa awal, tengah, atau akhir.Â
Selama tahun-tahun lyce saya yang terakhir, ketika saya berjuang dengan serangan melankolis yang mendalam, saya kadang-kadang masih berhasil kembali ke lampu hijau keemasan sore itu. [...] Tetapi meskipun kebahagiaan itu sama, sekarang tidak mungkin untuk menanggungnya karena itu memperburuk kesedihan saya terlalu banyak. Pada saat ini saya tahu dunia tempat ruang duduk itu [...] adalah dunia yang hilang selamanya.
Mircea Eliade [1907-1986] Â menyatakan kematian adalah apa yang disebutnya sebagai kembalinya yang kekal. Â kepercayaan tersirat, yang seharusnya ada dalam pemikiran keagamaan secara umum, bahwa perilaku keagamaan adalah tidak hanya tiruan, tetapi juga partisipasi dalam, peristiwa sakral, dan dengan demikian mengembalikan waktu mitis yang asli untuk menunjukkan bagaimana agama muncul dari pengalaman yang suci, dan mitos waktu dan alam.
Lalu apa hasil studi etnografi pada kondisi manusia menempati makam di Makam Peneleh Jl. Makam Peneleh No.35A, Peneleh, Kec. Genteng, Kota SBY, Jawa Timur 60274. Mengapa mereka melakukan aktivitas normal sama dengan tempat lain [bukan makam]. Mengapa mereka betah dan bisa saja menempati lahan makam tersebut sebagai kegiatan harian apapun tanpa ada rasa sungkan, atau takut. Â Jawaban penelitian ini tidak mengambil karena alasan ekonomi, krisis lahan, atau alasan-alasan lain yang umum dalam pandangan masyarakat. Saya menggunakan pandangan yang berbeda dari hal hal semacam itu. Berikut ini adalah hasil wawancara dan studi etnografi yang saya lakukan.
Maksudnya  yang universal: manusia tradisional,  katanya, "selalu percaya bahwa ada realitas absolut, sakral  bersifat niscaya yang melampaui dunia ini tetapi memanifestasikan dirinya di dunia ini, dengan demikian menguduskannya dan menjadikannya nyata". Maka bagi manusia tradisional, peristiwa kematian adalah mengingatkan mereka pada  sejarah menjadi penting dengan meniru peristiwa sakral dan transenden. Maka manusia tradisional selalu akrab dengan kematian; dan kematian adalah hal bisa normal, dan wajib dijalankan dengan menerima secara iklas dan legowo;
Kondisi manusia modern berusaha mencegah menolak kematian dengan obat obatan, dan alat-alat kesehatan, peralatan dan kebudayaan. Penyangkalan dan kondisi  menampilkan "jejak" dari "perilaku mitologis" karena ia sangat membutuhkan waktu sakral dan pengembalian kekal atau disebut  Simbolisme  dan Kegelisahan Manusia Modern" tentang Mitos, Mimpi, dan Misteri.
Dalam kasus kematian mereka, peristiwa sakral tidak terbatas pada zaman purba yang jauh, tetapi terus berlanjut sepanjang sejarah yang menakutkan dan meneroro: "waktu bukan lagi [hanya] berputar dan kekembalian hal yang sama secara abadi; Â menjadi waktu linear dan tidak dapat diubah; yang sakral adalah struktur kesadaran manusia tidak dipercaya karena tidak dapat dibuktikan secara empiris: "belum ada yang muncul kategori dasar sakral sehingga makam wajib ditakuti; akhirnya manusia juga pasti meninggal dunia; muncul dari pengalaman yang suci, dan mitos waktu dan alam.