Pada sore ini tanggal 14 April 2019, sampai jam 19.03 menit, dan 03 detik terjadi peristiwa down secara bersamaan WhatsApp, Instagram dan Facebook. Sebagimana dilansir oleh berita TRIBUNEWS.COM. Media sosial WhatsApp, Instagram dan Facebook mengalami gangguan atau down secara bersamaan. Hal ini terjadi secara universal pada semua pengguna WhatsApp, Instagram dan Facebook, sejak Minggu (14/4/2019) sore.
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul WhatsApp, Instagram dan Facebook Down, Ini Cara Mengatasi Instagram Down di iPhone, Â Penulis: Fitriana Andriyani; Editor: Natalia Bulan Retno Palupi.
Mengapa tulisan ini saya buat. Karena secara bakat bawan saya merasakan, dan memiliki intuisi, pengalaman sebagai pendidik dalam bidang artificial neural network [ANN], Fuzzy Logic, Expert System (ES), Artificial intelligence (AI)  dimana kasus Down secara bersamaan WhatsApp, Instagram dan Facebook  memiliki fenomena yang berbeda perlu dimaknai lebih dalam lagi. Karena hal ini terjadi pada saat minggu tenang menjelang Acara besar pesta demokrasi Pemilu [3] hari lagi.
Ke [1] Martin Heidegger menyatakan Ketika subyek manusia mengubah impuls subjektivistiknya untuk mengendalikan dunia obyektif kembali ke dirinya sendiri dalam eksperimen ilmu syaraf, dan estetika semakin menjadi satu lagi pendekatan yang memperkuat "enframing" teknologi pada semua realitas. Maka teknologi akan membunuh manusia itu sendiri atau teknologi itu memiliki nilai "alienasi" umat manusia secara keseluruhan.
Ada dua atau 3 bersifat teknologi yakni artificial, dan manipulatif. Artificial atau buatan meniru [memesis] dalam aplikasi program mirip sikap dan tindakan manusia cerdas atau manusia robot, atau menjadi system Input output; dan kedua adalah manifulatif, tentang bagimana teknologi bisa menipu dan meniru manusia, misalnya foto bisa diedit dan dipasang dimedia social, dan tidak sama dengan faktanya, dan seterusnya. Jelas dua fungsi ini diduga [hipotesis] mengapa Down secara bersamaan WhatsApp, Instagram dan Facebook.
Ke [2] Pemikiran teori kritik Adorno, Horkheimer pada mahzab Frankfurt (die Frankfurter Schule) dikaitkan dengan tema mitos dan dialektika pencerahan. Pemikiran kritik Adorno, Horkheimer dilatar belakangi pada Hegelianisme Kiri, Marxisme, Psikonalisis Freudian. Mahzab Frankfurt (die Frankfurter Schule) menghasilkan dan melahirkan pemikiran: "rasio instrumental" (Horkheimer) atau "mitos" (Adorno dan Horkheimer), "selubung rasionalitas teknologi" (Marcuse), "sangkar besi birokrasi" (Weber) serta alienasi dan penindasan (Marx). Maka Down secara bersamaan WhatsApp, Instagram, dan Facebook dapat dipahami secara mendalam dan bukan hanya dipermukaan. Dengan menggunakan gagasan Mahzab Frankfurt (die Frankfurter Schule) maka teknologi WhatsApp, Instagram, dan Facebook memiliki nilai tertentu dengan upaya manusia kuat dalam segala hal untuk menghasilkan rasio instrumental pada sumberdaya di Indonesia. Kemacetan WhatsApp, Instagram, dan Facebook secara bersamaan diduga [secara logika] ada motivasi terselubung atau memiliki kepentingan terselubung dalam rangka menguasai umat manusia [ sebagaimana sifat teknologi alienatif]; Teknologi Yang paling mudah dipahami pada metafora  paradoks Zeno, kemudian ada paradoks Frederich Fitch, dan paradoks Simpson atau dalam teori himpunan disebut fuzzy logic. Maka paradoks adalah tegangan itu sendiri.
Ke [3] Pemikiran mahzab Frankfurt (die Frankfurter Schule)Â Herbert Marcuse terkait konsep Rasionalitas Teknokrat atau termasuk teknologi WhatsApp, Instagram, dan Facebook bekerja dalam sendi-sendi kehidupan masyarakat industry, wilayah public, pemilu, kemudian menjadi candu manusia maju bergerak dipelihara dan didogmakan menjadi suatu data fakta dan kebenaran tunggal, dan dapat mematikan manusia. Maka Rasionalitas Teknokrat atau termasuk teknologi WhatsApp, Instagram, dan Facebook telah mereduksi manusia [manusia teralienasi, tidak bisa hidup tanpa WA) atau bergeser menjadi satu dimensi (one dimensional man) atau dominasi tunggal atau narasi tunggal, di mana semua aspek kehidupan manusia: direduksi pada kepentingan kontrol teknis termasuk teknologi WhatsApp, Instagram, dan Facebook.
Peran IT telah menjadikan atau menghilangkan jarak, semua mitos (mitos tidak efisien, merepotkan, tidak praktis dan seterusnya). Sampai menuju final cause apa yang disebut menghadirkan "kompetensi, dan kemenangan, kekuasaan" pada akhirnya bahkan memenangkan pemilu sekalipun. Maka ada dugaan [hipotesis secara rasional] Down secara bersamaan teknologi WhatsApp, Instagram, dan Facebook adalah upaya melawan takdir nasib [yang kalah bisa menjadi menang, yang menang bisa menjadi kalah] melalui apa yang disebut "strategi Intelligence". Maka dengan kemampuan "strategi Intelligence" mampu untuk membatalkan nasib manusia melalui cara menghindar, menghadapi, melewan, dan menang serta mengubah data informasi pengetahuan untuk menghasilkan nasibnya yang diinginkannya.Â
Ke [4] Dengan Down secara bersamaan teknologi WhatsApp, Instagram, dan Facebook, sesungguhnya dalam bidang teknologi apa yang disebut cara mendapatkan data melalui Lapisan tersembunyi [Hidden Layer] dalam jaringan saraf tiruan adalah lapisan di antara lapisan input dan lapisan output, di mana neuron buatan mengambil "satu set input" berbobot dan menghasilkan output melalui fungsi aktivasi untuk menahan, mengolah, menyimpan data, dan menggunakan  databased pada hampir semua di mana para akhli mensimulasikan jenis aktivitas yang terjadi di meniru logika otak manusia.
Lapisan jaringan saraf tersembunyi diatur dalam berbagai cara, dirawat, dimanipulasi untuk kepentingan manusia kuat. Dalam kasus lain, mereka disetel dan dikalibrasi melalui proses yang disebut backpropagation. Either way, neuron buatan pada lapisan tersembunyi bekerja seperti neuron biologis di otak  mengambil sinyal input probabilistik, bekerja pada mereka dan mengubahnya menjadi output yang sesuai dengan kehendak akson neuron biologis, kemudian bisa  misalnya, jaringan saraf konvolusional fokus pada pemrosesan gambar, jaringan saraf berulang yang mengandung elemen memori dan jaringan saraf umpan-maju sederhana yang bekerja dengan cara langsung pada data pelatihan set. Akhirnya apapun basis teknologi termasuk teknologi WhatsApp, Instagram, dan Facebook yang mengalami kegagalan hari ini tidak luput pada sisi makna lain [hipersemiotika] seperti apa yang dikatakan oleh sebagai perhatian (intensi) dalam upaya apa yang disebut oleh  pada buk Republic Plato atau Platon ucapan Thrasymachus, keadilan yang lebih baik untuk ditawarkan. Keadilan, Thrasymachus, tidak lebih dari keuntungan yang lebih manusia kuat.
Ke [5] Maka ucapan [Thrasymachus] duapuluh dua abad lalu  masih bisa dipakai untuk memahami mengapa teknologi WhatsApp, Instagram, dan Facebook yang mengalami kegagalan pada hari ini.  Bahwa realitas kehidupan dilihat sebagai persaingan terus-menerus untuk mendapatkan lebih banyak (lebih banyak uang, lebih banyak kekuatan, mendomniasi), dan siapa pun yang paling sukses dalam kompetisi memiliki kekuatan menyebut apa itu "keadilan". {"Keadilan tidak lain adalah kepentingan dari orang yang lebih kuat"].
Ke [6] Supaya lebih jelas dan kongkrit bahwa  memahami mengapa teknologi WhatsApp, Instagram, dan Facebook yang mengalami kegagalan pada hari ini, maka saya meminjam isi pada buku kedua Republik Platon atau Platon , mitra dialog bernama Glaucon menceritakan kisah Gyges the Lydian (Cincin Lydia), yang pada suatu hari menemukan, secara kebetulan, sebuah cincin yang bisa membuatnya "tidak terlihat" ketika dia memutar satu arah di jarinya dan terlihat lagi ketika dia mengubahnya menjadi lainnya (teks Republic Platon :359c-360b). Matinya atau gagalnya teknologi WhatsApp, Instagram, dan Facebook secara bisa dimaknai pada tatanan hermeneutika dan semiotika sebagai Ring of Gyges atau wujud operasi  tidak terlihat atau dalam bahasa kongkrit disebut ["strategic intelligence"]  atau wujud tak terlihat atau disebut Lapisan tersembunyi [Hidden Layer].Â
Matinya atau gagalnya teknologi WhatsApp, Instagram, dan Facebook secara bisa dimaknai dengan meminjam buku Republic Platon dialog dengan Glaucon  dengan  pemikiran cincin Gyges secara harfiah dan memadai watak maling penjahat dengan sebutan sebagai manusia tak telihat tak tersetuh indra atau hukum degan kemampuan "The Invisible Man". Kekutan tak terlihat adalah simbol (dan yang kuat) dari kemampuan untuk melarikan diri ditangkap atau terdeteksi demi menguasi atau memenangkan motivasi  apapun yang dinginkan terutama kekuasan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H