Filsafat MKG (Manunggaling Kawula Gusti): Hari Minggu  Daun Palem
Pada hari ini sesuai kelendarium umat beriman Katolik dan dokrin magisterium tatanan apa yang disebut tradisi Minggu sebelum Paskah. Maka dalam tradisi Minggu Palma disebut awal pekan Suci, yang berfokus pada pekan terakhirpada kasus perjalanan Nabi Isa Almasih atau Jesus di kota Yerusalem. Â Dalam liturgi Minggu Katolik dan Umat beriman maka daun bagi umat dibagikan daun palem dan ruang gereja dipenuhi ornamen palem.
Daun palem adalah symbol atau metafora, sebuah simbol kemenangan dari maut atau kematian jasmani [body], atau daun palem sebagai simbol kemenangan atas dosa dan kematian. Dan secara kongkrit dinyatakan dalam contoh empirisme oleh Nabi Isa Almasih atau Jesus.
Pada tulisan ini pertanyaannya adalah bagimana memahami metafora daun palem adalah simbol kemenangan atas dosa dan kematian dipahami secara universal, dan kemungkinan memiliki makna kekinian.
Ke [1]  Metafora  ["Daun Palem"] dimaknai atau digeser [trans substansi makna]  bahwa sebesar apapun manusia mencintai dirinya, homo sapiens bukanlah representasi  atau symbol kehidupan secara keseluruhan, manusia mungkin bukanlah ras pilihan yang dapat mewakili makhluk hidup lainnya. Artinya symbol atau metafora  ["Daun Palem"] sebuah pengakuan kelemahan pada gagasan antroposentrisme. Manusia modern masih mewariskan residu pemikiran purba.
Manusia modern atau hiperindustrialisasi mengesampingkan pertimbangan etis terhadap entitas non rasional [Ekofenomenologi]. Manusia modern lebih memikirkan hal-hal jasmani, atau hal-hal yang tampak secara indrawi dan hanya perduli pada sesama ras  manusia. Maka pemikiran atau kesadaran seperti ini idialnya di kaji ulang atau dilakukan evaluasi supaya menjadi tanggungjawab etika public umat manusia secara keseluruhan;
Ke [2] Metafora  ["Daun Palem"] dimaknai alam adalah enigma bagi manusia yang bersifat paradox dan membutuhkan kontemplasi. Ada relasi manusia dengan alam, dan pentingnya alam bagi manusia atau ditulis oleh Benedictus de Spinoza  sebagai "God or Nature" [Deus sive Natura]  atau Alam ini adalah Jasmani Tuhan. Maka makna tulis Benedictus de Spinoza dan metafora  ["Daun Palem"] memiliki korelasi signifikan untuk melakukan ["restorasi iman manusia"]; kepada keutamaan pada hal kebaikan dan kesimbangan harmoni dalam hal apapun juga.
Ke [3] Metafora  ["Daun Palem"] dimaknai dengan merujuk pada fenomenologi Ke [2] Metafora  ["Daun Palem"] dimaknai upaya manusia mencari keseimbangan antara dua kubu yang berbeda, atau upaya mencari keseimbangan antara yang abadi, dan yang fana, antara jasmani dan eohani, antara dosa dan kebaikan, dalam konteks manusia sebagai bagian cybernetic bumi, memiliki kesamaan kehidupan dan cenderung mencari keseimbangan;
Ke [4] Metafora  ["Daun Palem"] dimaknai sebagai kesadaran lain diluar diri manusia, memunculkan tanggjawab etika pada tanah, dan biota alam semesta. Maka Metafora  ["Daun Palem"] pada sisi lain memiliki pendasaran paling primordial sebagai lapisan pertama apapun yakni Tanah. Perisis pada kondisi ini ["Daun Palem"] seperti apa yang dikatakan oleh Edmund Husserl,  bahwa ["Daun Palem"] adalah bentuk fenomenologi yang merupakan bentuk "penampakkan" sebagai bentuk intensi pada sesuatu [etwas im sinne zu haben] sebagai kerangka pengalaman atau persepsi yang dimiliki. Maka ["Daun Palem"] memiliki makna dua hal antara yang [a] ["Daun Palem"] sebagai objek membentuk keterarahan manusia; dan [b] ["Daun Palem"] sebagai objek fisik. Atau antara objek imanental, dengan objek actual;
Ke [5] Metafora  ["Daun Palem"] dimaknai secara hermeneutika maka agama, dan ilmu termasuk menacari dan menemukan apa yang saya sebutt sebagai tatanan harmonis tiada lain adalah uniformity amidst variety (keteraturan di tengah keberagaman) yang dapat saja ditemukan pada alam semesta, dalam karya-karya ilmiah, dalam rumusan-rumusan teori-teori sains/teori ilmiah atau dalam karya-karya khusus tentang keindahan; Maka pada cara memahami [Daun Palem] wujud kerinduan umat manusia meniru [memesis atau seni memahami] di dalam harmoni (keteraturan dalam keberagaman obyek-obyek) keindahan/kecantikan dapat menampilkan diri dalam tiga fase berikut:
[a] ["Daun Palem"] sebagai fenomenal Obyek-obyek menampilkan diri sebagai entitas-entitas dalam bentuk fenomena yang secara langsung dapat diamati indrawi;
[b] ["Daun Palem"] sebagai keteraturan alami yang ada pada realitas;
[c] ["Daun Palem"] sebagai abstraksi, dalam fase ini, hanyalah para ilmuwan yang mampu menangkap dan memahami obyek-obyek yang menampilkan diri dalam tataran abstraksi.
Ke [6] ["Daun Palem"] dimaknai Obyek Materil. ["Daun Palem"] sedangkan Obyek Formal: Bentuk sebagai oasis kehidupan dalam konteks sangkanparan atau saya bisa sebut MKG (Manunggaling Kawula Gusti). Atau wujud trans formasi pernyataan [1.2.3.4.5]
Maka implikasi ke [7] ["Daun Palem"]: Pandangan masyarakat Indonesia Jawa tentang wikan-weruh sebagai dasar kehidupan moral (tepo sliro, rukun, gotong-royong, musyawarah dan mufakat). Inventarisasi gagasan, (a) sangkan paraning dumadi (awal-akhir realits/alam semesta), (b) sangkan paraning manungso (awal-akhir manusia), (c) dumadining manungso (penciptaan manusia), (d) awal berasal dari Tuhan, (e) akhirnya kembali kepada Tuhan, (f) Tuhan ada semesta atau ada mutlak, (g) alam semesta: pengejawantaan Tuhan, (h) alam semesta dan manusia merupakan satu kesatuan.
["Daun Palem"] bermakna ganda sebagai {Ndalem] arati {diri sendiri} atau [Ingsun] :  merupakan symbol metafora perjalanan dan  perhelatan hidup manusia menuju kesempurnaan. Secara khusus, ["Daun Palem"]:  dari bahan, proses waktu pengambilan, pemilihan dan  waktu pembuatannya tanda kehalusan) merupakan penciri moralitas manusia (halus-baik secara moral atau kasar-jelek secara moral). Sistematisasi, Tuhan merupakan awal sekaligus Akhir dari seluruh perjalanan hidup orang Indonesia Jawa. Ia adalah Pencipta dan sekaligus tujuan akhir bagi manusia. Bersatu dengan Tuhan hanya mungkin tercapai dalam persatuan dengan alam semesta. Itu pun hanya dimungkinkan jika sang manusia sudah mengalami penyatuan dalam dirinya.
["Daun Palem"] bermakna ganda sebagai {Ndalem] arti {diri sendiri} atau [Ingsun] :  merupakan symbol metafora perjalanan dan  perhelatan hidup manusia menuju kesempurnaan hanya menjadi mungkin jika manusia menjadi orang yang halus budi, halus tutur kata dan halus rasa sebagaimana disimbolkan dalam dan melalui diri sendiri. Semuanya ini hanya mungkin jika si manusia  ("jiwa") telah memiliki wican (kawicaksanaan) dan weruh (pengetahuan).
Ide sentral : Persatuan mikro kosmos dalam makro kosmos. Maka makna otentik ["Daun Palem"] adalah cara manusia (a) paham masyarakat ("jiwa") tentang hidup merupakan sebuah gerakan dari dan kembali ke dari, (b) mengatakan bahwa hidup merupakan sebuah perjalanan dari dan kembali kepada. Kata dari adalah identik dengan mengatakan hidup manusia  bersifat siklis, (c) jikalau hidup bersifat siklis, (d) alam pandangan masyarakat 'jiwa/ roh' mendapatkan tempat. Persatuan dengan Tuhan terjadi di dunia karena dunia merupakan pengejawantaanNya, (e) ["Daun Palem"] sebagai simbol sangat logis rasional. Selain sangat kuat didasarkan pada hubungan kausal, didasarkan pada kebijaksanaan dan pengertian pengetahuan (wican weruh).
///Prof Apollo Daito//
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H