Mohon tunggu...
APOLLO_ apollo
APOLLO_ apollo Mohon Tunggu... Dosen - Lyceum, Tan keno kinoyo ngopo

Aku Manusia Soliter, Latihan Moksa

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Metafisik Rebo Pahing 17 April 2019 dan Pemilu [1]

9 April 2019   15:03 Diperbarui: 9 April 2019   15:36 678
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Metafisik: Rebo, Pahing 17 April 2019 Dan Pemilu [1]

Rabu, 17 April 2019, Rebo, Pahing; pada hitungan weton Jawa, weton Rabu Pahing mempunyai jumlah neptu 16. Nilai neptu ini didapatkan dari jumlah nilai hari Rabu (7) dan nilai pasaran Pahing (9). Berdasar dari jumlah neptu inilah, ramalan terkait jodoh, watak, dan rejeki orang dengan weton kelahiran pemimpin Indonesia pada  Rabu Pahing dihitung.

Lalu siapa yang menjadi pemenang dalam pemilihan "Presiden dan Wakil Presiden pada 17 April 2019".  Pertanyaan konyol, jika ditanya kepada para akhli metafisik. Namun demikian saya memberikan tafsir metafisik ada dua jawaban atau bahkan tiga jawaban: [1] Noumena adalah  benda atau objek atau situasi yang menang atau kalah tidak dapat dikekatuhi  pada dirinya sendiri (das Ding an sich). [2] jawaban dengan pendekatan Fenomena adalah benda ditangkap melalui indra (bersifat aposteriori) atau dapat fakultas akal budi. [3] Jawaban Seneca adalah bisa dipakai.  Seneca [4BC--65M), "ducunt volentem fata, nolentem trahunt" di bahasa Indonesiakan artinya ["bila engkau setuju maka takdir akan membimbingmu, apabila tidak setuju maka takdir pasti akan memaksa engkau"]. Seandainya aku membangkang aku menjadi buruk, kemana saja engkau menghendaki jalanku melangkah aku akan mengikuti engkau tanpa ragu.

Maka Rebo, Pahing 17 April 2019:  Pemenang Pemilu  bisa dipakai penjelasan umum sebagai berikut; Jawabannya sudah ada pemenangnya, dan hari ini pun sudah dapat diketahui, bahkan 26 Abad silam sudah ditemukan siapa pemenangnya yang akan menjadi pemimpin Indonesia pada 5 tahun mendatang. Mengapa demikian, karena ketika masuk pada pertanyaan ini tentu tidak susah dijawab, jika memahami prinsip   ["Episteme Keabadian"] atau kekembalian hal yang sama secara abadi. Bagimana pendasaran rasionalitas tafsir Rebo, Pahing 17 April 2019:  Pemenang Pemilu.   

Ke  [1] Pendasaran rasionalitas adalah argumentasi filsuf Aristotle  tentang alam semesta abadi (dalam waktu) dan penolakannya terhadap keanantaan aktual (actual infinity); Alam semesta adalah satu kesatuan. Bahkan Platon atau Plato pun membuat dokrin antara alam sensible, dan intelligible saling berkaitan, atau ada persilangan antara empat anasir (Empedokles) unsur api, air, tanah, dan udara disebut sebagai "Khora". Dan berkat "nous" atau logos ("fakultas akal budi") maka unsur anasir ini dapat disangga atau disatukan atau disebut daya rasional logos dan kebijaksanaan [phonesis].

[2] Pendasaran teks filsafat Friedrich Wilhelm Nietzsche (1844--1900) tentang   membedakan "di antara kedalaman, dan permukaan"   pada tulisan gubahan tentang sosok Zarathustra adalah pembela kehidupan manusia, pembela penderitaan, pembela penyakit, dan pembela kekembalian yang sama secara abadi secara terus menerus. Zarathustra kembali kepada dirinya, dan menyatakan siapa dirinya. Zarathustra adaah guru kekembalian yang sama secara abadi;

[3] Filsafat pemikiran Hegelian pada "The Phenomenology of Spirit (German: Phnomenologie des Geistes) atau filsafat sejarah dan roh, maka pada terma ["Sein und Geist"] atau yang ada dalam dunia ini adalah proses perjalanan mental [geist] manusia antara alinenasi diri menjadi yang lain; kemudian diakhir sejarah akan muncul rekonsiliasi kekembalian yang sama secara abadi atau disebut [kebahagian]. Maka seluruh perjalanan sejarah ditentukan dibimbing oleh  ada dan roh mental atau ["Sein und Geist"].

Ke [4] Platon tentang anamnesis atau "recollection", bahwa ada 3 kemungkinan dimensi waktu dan takdir manusia dalam uraian tiga takdir {"Nasib"} atau {'Putri Kehidupan"}. Lachesis, melantunkan lagu waktu masa lampau, Clotho, melantunkan lagu waktu masa kini, Atropos melantunkan lagu waktu masa mendatang;

Ke [5] Dengan bermodal berbagai macam diskurus saya miliki, seperti "The Religion of Java" karya Clifford Geertz, serat Serat Wedhatama oleh KGPAA Mangkunegara IV, serat Wulangreh karya Sri Susuhunan Pakubuwana IV, matra-matra sakti Jawa, ilmu wayang dan wahyu, Sinden, pupuh Macopat, tempur air, arah angin, neptu Jawi Kuna, struktur bahasa, gamelan, struktur kembang, pohon beringin, dan seterusnya bisa memungkinkan semua makna-makna Rebo, Pahing 17 April 2019 dipahami dengan bijaksana.

Ke [6] Gadamer berusaha membebaskan (merehabilitasi) interprestasi pada estetika mitos dan estetika subjektivitas, dikotomi subjek, isi, terpisah dari opini kreatif penulis karya, dan menjadikan subjektivitas pembaca karya seni, maupun kandungan (isi) karya. Pemahaman adalah "kesinambungan" dan "peleburan horizon", serta "merehabilitasi" antara pemahaman diri, dalam keberadaan manusia pada kritik historis Gadamer.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun