Tulisan ini dilatarbelakangi oleh penelitian oleh Clifford Geertz 1960 judul "The Religion of Java", 1965 The Social History of an Indonesian Town, kemudian isi Serat Wedhatama oleh KGPAA Mangkunegara IV, serat Wulangreh karya Sri Susuhunan Pakubuwana IV, penelitian saya pada Ontologi Kejawen Solo (Apollo Daito), Episteme Ilmu Pada Kraton Jogjakarta (Apollo Daito), penelitian Hermeneutika Serat Wedhatama Kinanthi (2017). Tulisan ini adalah hasil kajian pustaka tentan riset Filsafat Kejawen di Solo, dan Jogjakarta pada penelitian berdua Prof Apollo Daito  [2014-2015] dengan  Pio Oliang MS [2014-2015]  tentang episteme "Manunggaling Kawula Gusti" dengan kerangka pemikiran filsafat oleh ["Paracelsus"].
Tokoh ["Paracelsus"] adalah identik dengan pemikiran Filsafat Jawa Kuna, tentang konsep buana alit dan buana agung, dan kesatuan manusia dengan Gusti Allah atau dikenal dengan istilah episteme "Manunggaling Kawula Gusti".
Theophrastus Philippus Aureolus Bombastus von Hohenheimbat atau dikenal dengan nama sebutan ["Paracelsus"] , lahir 11 November atau 17 Desember 1493  dan meninggal pada tanggal  24 September 1541) adalah seorang ahli alkimia, dokter, paranormal, filsuf kebangsaan Swiss. Kemudian mengubah nama atau  mengambil nama Paracelsus di kemudian hari, yang berarti "di samping atau mirip dengan Celsus," seorang dokter Romawi awal.
Paracelsus  mengajarkan bahwa manusia sehat bergantung pada keharmonisan antara manusia dan alam, dan pada keseimbangan bahan kimia tertentu di dalam tubuh. ["Paracelsus"]  menganggap Alam sebagai Satu, organisme hidup, dan percaya pada kekuatan penyembuhan alami yang ada di Alam dan tubuh manusia. Dan konsep ini saya sebutkan sebagai ide "Manunggaling Kawula Gusti".
Seorang tabib atau dukun, atau paranormal bahkan dokter, kata Filsuf Paracelus, harus memiliki kebijaksanaandan kualitas spiritual tertentu agar dapat menyembuhkan pasiennya, "diberkahi dengan cinta kasih dan kasih sayang yang tidak kurang dari yang diberikan Gusti Allah kepada manusia." Semua pengetahuan dapat ditemukan melalui intuisi, mencari dalam pikiran manusia, karena manusia adalah mikrokosmos Semesta, dan prinsip-prinsip yang beroperasi di Semesta dioperasikan dengan cara yang sesuai di dalam manusia.
Sifat flamboyan Paracelsus, kisah penyembuhan dramatis, dan ajarannya tentang alkimia dan astrologi menyebabkan beberapa orang menganggapnya sebagai dukun atau paranormal , dan hari ini ia masih dikaitkan dengan praktik okultisme. Paracelsus sendiri menolak sihir supernatural dan sebagai gantinya menekankan kekuatan penyembuhan magis yang dengannya Gusti Allah memberkahi Alam. Karya-karyanya membuktikan eksperimen yang cermat dan pengamatan yang konsisten. Selama masa hidupnya pengaruhnya terasa di Wittenberg dan beberapa sekolah di Jerman, dan sepenuhnya diabaikan di Italia , tetapi baru-baru ini banyak kontribusinya dalam ilmu kedokteran dan farmakologi telah diakui.
Gagasann dan tulisan Paracelsus yang otentik dan tidak autentik dapat ditemukan di Albr. von Haller, " Bibliotheca medicin praktic," II (Basle, 1777, 2-12).Karyanya yang paling penting termasuk " Opus Paramirum" I, II (berisi sistem Paracelsus); " Drei Bcher von den Franzosen " (sebuah karya tentang penyakit sifilis dan kelamin); dan "Grosse Wundarznei, ber das Bad Pfffers, ber die Pest in Sterzing" (The Great Surgery Book) .
Gagasana Filsuf Paracelus tentang "Manunggaling Kawula Gusti" bahwa [Manusia sebagai mikrokosmos]. Paracelsus menganggap Alam sebagai organisme hidup dan ekspresi dari Satu Kehidupan, dan manusia sebagai buana alit atau mikrokosmos  dan buana agung atau alam dan Semesta. Manusia dan Alam Semesta pada dasarnya adalah satu di alam, dan ada hubungan yang mendalam antara setiap bagian dari alam dan bagian yang bersesuaian dalam manusia. Untuk benar-benar memahami penyebab penyakit, seorang dokter harus terlebih dahulu menjadi filsuf.
Filsuf Paracelus berkata, "Filsafat merupakan kesadaran persepsi dan pemahaman sejati tentang sebab dan akibat adalah ibu dari dokter." Semua objek di Alam Semesta, makrokosmos, diwakili dalam pikiran manusia, mikrokosmos, dan karena itu semua pengetahuan dapat ditemukan dengan mencari ke dalam batin manusia.
Dalam praktik kedokterannya, Paracelsus menggunakan astronomi dan astrologi untuk menafsirkan cara-cara di mana gerakan alam semesta bertindak pada tubuh fisik. Filsuf Paracelus menerapkan prinsip ini pada penggunaan mineral dalam obat-obatannya, dengan teori bahwa "setiap logam dan setiap tanaman memiliki kualitas tertentu yang dapat menarik pengaruh planet yang sesuai." Paracelsus  berpendapat bahwa sifat bagian dalam tanaman dapat ditemukan oleh bentuk luarnya, atau tanda tangan, sebuah teori yang kemudian diuraikan oleh Jakob Boehme.
Filsuf Paracelus  adalah Dokter sejati atau Tokoh Penyembuhan. Paracelsus menganggap seni penyembuhan sebagai profesi yang suci dan mulia, dan menguraikan kualitas seorang dokter sejati.
Kualitas pertama [1] adalah kebijaksanaan, bukan pengetahuan yang diperoleh dari buku-buku, tetapi pemahaman tentang Alam yang datang dari dalam. Seorang dokter atau tabib  harus menggunakan intuisinya dan mengandalkan pengalamannya sendiri, daripada menerima secara membabi buta apa yang diajarkan oleh orang lain. Filsuf Paracelus mengatakan bahwa seorang dokter harus menjadi ahli astrologi, untuk memahami prinsip-prinsip alam semesta yang sesuai dengan prinsip-prinsip tubuh; dan seorang alkemis, untuk memahami kimia kehidupan.
Sifat penting lainnya adalah empati: "Karena itu dokter harus diberkahi dengan cinta kasih dan kasih sayang yang tidak kurang dari yang diberikan Gusti Allah kepada manusia." Paracelsus mempraktikkan prinsipnya  seorang dokter harus memperlakukan semua orang secara adil, menawarkan jasanya kepada orang kaya dan orang miskin dan membebankan biaya pada mereka sesuai dengan kemampuan mereka untuk membayar.
Kualitas ke [2] menurut Filsuf Paracelus, adalah kemurnian dan tujuan tunggal. Karakter moral seorang dokter harus melampaui celaan, karena itu lebih berpengaruh pada pasien daripada obat apa pun. Dia tidak boleh ambisius, serakah, sia-sia, sombong, iri, atau tidak suci karena karakteristik ini tidak sesuai dengan kebijaksanaan ilahi yang dimiliki oleh dokter sejati. Seorang dokter harus murni secara fisik, jujur secara intelektual, dan orang yang berintegritas.
Kontribusi Filsuf Paracelus untuk obat-obatan. Paracelsus tidak memasukkan studi tentang anatomi manusia, yang kemudian menyebar melalui Italia sebagai bagian dari gerakan humanis, dalam sistem kedokterannya. Akibatnya, teorinya tidak lengkap dan tidak membawa perubahan signifikan dalam bidang kedokteran. Namun, dia memberikan kontribusi di banyak bidang.
Paracelsus percaya  seorang dokter harus melanjutkan dari penyebab ke efek, alih-alih memulai diagnosis dengan tubuh itu sendiri, dengan mengatakan, "Dokter harus melanjutkan dari hal-hal eksternal, bukan dari manusia." Filsuf Paracelus percaya dalam mengobati penyebab penyakit daripada hanya gejalanya.
... Anatomi yang lebih penting adalah Anatomi manusia batiniah yang hidup. Yang terakhir adalah jenis Anatomi yang paling penting untuk diketahui dokter. Jika kita mengetahui Anatomi manusia batiniah, kita mengetahui Prima Materia, dan dapat melihat sifat penyakit serta pengobatannya.
Paracelsus percaya praktik kedokteran harus didasarkan pada pengalaman, pengamatan, dan eksperimen. Filsuf Paracelus adalah orang pertama yang mencatat bahwa debu yang dihirup, bukan arwah bawah tanah, adalah penyebab penyakit paru-paru pada penambang. Filsuf Paracelus mengaitkan terjadinya gondok dengan kurangnya elemen vital dalam air minum, dan menemukan hubungan antara gondok pada orang dewasa dan kretinisme (suatu kondisi yang disebabkan oleh kerusakan kelenjar tiroid) pada anak-anak mereka. Paracelsus mengidentifikasi penyakit tertentu yang disebabkan oleh unsur-unsur racun dicerna atau dihirup ke dalam tubuh pasien, sebuah konsep yang kemudian mengarah pada penemuan bakteri dan virus sebagai penyebab penyakit.
Di Eropa abad pertengahan, orang gila dianggap dirasuki oleh roh-roh jahat; Filsuf Paracelus menganggap kegilaan sebagai penyakit dan mendesak agar orang gila diperlakukan dengan baik. Dia juga mengajarkan bahwa keadaan pikiran seseorang memiliki efek yang kuat pada tubuh fisik mereka, dan banyak gejala dan penyakit memiliki penyebab psikologis.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H