Mohon tunggu...
APOLLO_ apollo
APOLLO_ apollo Mohon Tunggu... Dosen - Lyceum, Tan keno kinoyo ngopo

Aku Manusia Soliter, Latihan Moksa

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Diskursus Episteme Etika Bisnis [1]

4 Maret 2019   11:32 Diperbarui: 4 Maret 2019   13:13 188
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Namun,   kita seharusnya tidak terlibat dalam praktik ini seperti pada PT Lapindo di Jawa Timur. Dalam beberapa kasus tidak ada karyawan individu di perusahaan yang bertanggung jawab atas kerugian yang disebabkan oleh perusahaan. Sejauh itu masuk akal   dan sering memang demikian,   menetapkan tanggung jawab atas kerugiannya,  harus diserahkan kepada perusahaan itu sendiri.

Menurut pandangan   agensi moral korporat memungkinkan perilaku menyalahkan di tempat yang seharusnya tidak terjadi. Karena reputasi perusahaan dapat menjadi aset atau liabilitas yang signifikan   memberikan insentif bagi perusahaan untuk menjalankan kehati-hatian dalam operasi.

Belajar pada banyak kasus, maka ada perdebatan signifikan tentang tujuan dan sarana tata kelola perusahaan atau dikenal dengan istilah Good Corporate Governance (GCG), yaitu tentang siapa perusahaan harus dikelola, dan siapa yang (akhirnya) akan mengelolanya. Sebagian besar perdebatan ini dilakukan dengan perusahaan besar yang diperdagangkan secara publik dalam pandangan.

Belajar pada banyak kasus maka ada kekuataan yang bertanding diantara  keunggulan pemegang saham atau keseimbangan pemangku kepentingan. Theori tentang ini dikenal dengan nama Agency Theory oleh Jensen dan Meckling [1976].   Ada perbedan menonjol konflik kepentingan di antara member, owners, customer.

Akibatnya maka ada dua pandangan utama tentang ujung tata kelola perusahaan yang tepat. Menurut satu pandangan, perusahaan harus dikelola untuk kepentingan terbaik pemegang saham. Biasanya diasumsikan  mengelola perusahaan dalam kepentingan terbaik pemegang saham membutuhkan pemaksimalan kekayaan mereka. Pandangan ini sering disebut "keutamaan pemegang saham" atau  untuk membedakannya lebih langsung dengan saingan utamanya  untuk merujuk pada pandangan  pemegang saham harus memiliki kendali penuh atas perusahaan. Keutamaan pemegang saham adalah pandangan dominan tentang ujung-ujung tata kelola perusahaan di antara profesional keuangan dan di sekolah bisnis.

Beberapa penulis berdebat tentang keunggulan pemegang saham dengan alasan deontologis. Pada argumen ini, pemegang saham memiliki perusahaan, dan mempekerjakan manajer untuk menjalankannya untuk mereka dengan syarat  perusahaan dikelola untuk kepentingan mereka. 

Dengan demikian keunggulan pemegang saham didasarkan pada janji yang dibuat manajer kepada pemegang saham. Sebagai tanggapan, beberapa berpendapat  pemegang saham tidak memiliki perusahaan. 

Mereka memiliki saham, sejenis keamanan perusahaan; perusahaan itu sendiri mungkin tidak dimiliki. Yang lain berpendapat pengelola atau manajemen (agent) tidak membuat, secara eksplisit atau implisit, janji kepada  saham [principles] untuk mengelola perusahaan dengan cara tertentu.

Pada argumen ini, mengelola perusahaan untuk kepentingan pemegang saham lebih efisien daripada mengelola mereka dengan cara lain. Untuk mendukung hal ini, beberapa orang berpendapat, jika pengelola atau manajemen (agent) tidak diberikan satu tujuan tunggal yang jelas dan terukur   yaitu, memaksimalkan nilai pemegang saham  maka mereka akan memiliki peluang yang ditingkatkan untuk transaksi mandiri atau egoism diri sendiri. 

Argumen konsekuensialis untuk keunggulan pemegang saham mengalami masalah yang menimpa banyak versi konsekuensialisme: dalam mengharuskan semua perusahaan dikelola dengan cara tertentu, itu tidak memungkinkan ruang lingkup yang cukup untuk pilihan pribadi. Sebagian besar berpikir  orang harus dapat mengejar manfaat pribadi, termasuk  ekonomi, yang penting bagi mereka, bahkan jika manfaat tersebut tidak memaksimalkan kesejahteraan.

Pandangan utama kedua tentang ujung yang tepat dari tata kelola perusahaan diberikan oleh teori pemangku kepentingan atau stakeholder theory. Teori ini pertama kali dikemukakan oleh Freeman [1980], dan kemudian disempurnakan oleh Freeman dan berbagai kolaborator selama 30 tahun ke. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun