Debat Calon Presiden Wakil Presiden dan Tradisi Akademik [11]
Pada tulisan (1, sampai ke 9) saya sudah membahas esensi Debat Calon Presiden  Wakil Presiden dan Tradisi Akademik.  Maka pada tulisan ke [11] Debat Calon Presiden Wakil Presiden dan Tradisi Akademik  saya meminjam pemikiran Filsafat dengan tema "Kepublikan".  Gagasan  [Kepublikan] dikaitkan epsiteme "alun-alun Jawa Kuna" atau "Agora" didalam pemikiran Yunani Kuna dipakai dalam tulisan ini adalah:
Ke [1] bahwa tugas utama Calon Presiden Wakil Presiden adalah meningkatkan atau memperbaiki kualitas hidup bersama-sama manusia Indonesia selain mengungkapkan sosalitas sebagai warga masyarakat.
Ke [2] bahwa tugas  Calon Presiden Wakil Presiden dikaitkan dengan hakekat manusia sebagai "homo viator" atau manusia dalam perjalanan waktu bangsa sebagai objek sejarah bangsa dimana selalu ada ruang waktu untuk mencapai tujuannya, seturut pilihannya, dimana sejarah terbentuk kematian kehidupan manusia untuk keabadian.
Ke [3]  Dengan meminjam pemikiran [1, dan 2] Calon Presiden Wakil Presiden memberikan dirinya dalam ziarah ditempatkan pada jabatannya, pellgrino demi hakekat, demi panggilan pengabdian pada bangsa Negara dalam bentuk duniawi potensial dan simbolik. Tujuan bernegara pada korelasi  tubuh jiwa manusia. Jiwa mencapai tujuannya dengan perantaraan tubuh.Â
Calon Presiden Wakil Presiden harus memiliki kompetensi beyond gagasan "cura animarum" [pemeliharan jiwa-jiwa dan raga] warga negara. Tidak ada lagi warga Negara sebagai TKI diluar negeri mati dipancung, mati kurang gizi, dan seterusnya  tidak ada warga Negara Indonesia dikecualikan didepan hukum. Dengan gagasan ini dapat menghasilkan keadilan, kecakapan, keindahan, dan kebenaran dalam wilayah res publica.
Ke [4] Â Calon Presiden Wakil Presiden dan calon caleg atau lembaga DPR RI Â menjadi episteme "alun-alun Jawa Kuna" wujud ajang diskursus pertukaran gagasan dan praksis hidup untuk keadilan warga negara. Melalui diskusi epsiteme "alun-alun Jawa Kuna". Untuk menghasilkan the best argument yang melampaui.
Ke [5] Dengan diskusi epsiteme "alun-alun Jawa Kuna" tentang Kepublikan tergantung pada budaya mental (geist) manusia Indonesia, keyakinan-keyakinan dasariah, dan visi misi implementasi evaluasi kinerja sampai umpan balik secara kongkrit. Gagasan Calon Presiden Wakil Presiden wajib menghadirkan struktur yang menciptakan mengatur kesejahteraan umum berikut idiologi yang mengaagitasi  sikap perilaku tertentu yang diharapkan.
Ke [6] Dengan episteme Agora "alun-alun Jawa Kuna" yang diciptakan melalui demokrasi memungkinkan hadirnya ajang kontestasi dengan intensi utama  mencari inspirasi  sehingga kualitas hidup warga Negara menjadi lebih baik. Episteme diskursus "alun-alun Jawa Kuna" bertujuan memperkuat mengasah kebaikan bersama (good will) yang diwartakan oleh calon presiden wakil presiden.
Ke [7] Melalui epsiteme "alun-alun Jawa Kuna" memungkinkan menghasilkan kebebasan warga Negara seperti dikatakan Hannah Arendt.  Kebebasan  adalah [a] bebas dari kebutuhan hidup atau bebas dari perintah orang lain;  [b]  tidak menjadi orang menjadi orang berkuasa atau dirinya sendiri.  Artinya melalui epsiteme "alun-alun Jawa Kuna" memungkinkan adanya perbedan wilayah public [agora] dan wilayah private [oikos].
Artinya ruang private [oikos] seorang warga Negara bukan budak, bukan wanita, orang asing, bukan anak-anak; sementara begitu melangkah ke wilayah public [agora] Â maka posisinya tiap warga negara bukan memerintah dan diperintah, karena memiliki posisi tiap warga Negara adalah sederajat.