Mohon tunggu...
APOLLO_ apollo
APOLLO_ apollo Mohon Tunggu... Dosen - Lyceum, Tan keno kinoyo ngopo

Aku Manusia Soliter, Latihan Moksa

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Diskursus Kaleidoskop Kompasiana 2018

6 Februari 2019   03:23 Diperbarui: 6 Februari 2019   22:47 116
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: diolah dari kaleidoskop.kompasiana.com

Diskursus Kaleidoskop 2018  Kompasiana

Pada tulisan tanggal 18 Januari 2019 22:22 Diperbarui: 24 Januari 2019 dengan judul "Kaleidoskop 2018: Yang Terjadi di Kompasiana Sepanjang Tahun 2018 yang Perlu Kamu Tahu".

Tulisan admin ini menurut saya adalah contoh model penulisan yang baik, dan bertanggungjawab. Mengapa demikian. Tentu saja ada beberapa alasan yang mendasarinya. Saya meminjam beberapa pemikiran bagimana karakteristik dan pencirian tuliasan yang berbobot yang mungkin ada dalam tradisi  episteme secara akademik. 

Saya akan meminjam pemikiran beberapa tokoh yang memungkin dapat ditransformasikan dalam tulisan ini. Tokoh yang saya pakai adalah Immanuel Kant. Tokoh yang sudah ada 400 artikel saya bahas dalam tulisan, dan 300 kali kuliah dalam berbagai kesempatan. Termasuk dalam tulisan penelitian sendiri, maupun dengan para mahasiswa saya. Prinsip yang bisa ditransformasikan dalam ["Kaleidoskop 2018: Yang Terjadi di Kompasiana"] adalah sebagai berikut:

Dokpri
Dokpri
Pertama [1] tulisan yang baik sekali lagi harus memiliki dan menggunakan data. Baik data parametric maupun non parameterik. Baik dengan skala [NOIR] atau pengukuran data Nominal, data Ordinal, data Interval dan data Rasio. 

Tulisan Kompasiana adalah menggunakan data paling baik yakni data (rasio dan data interval) sebagai statistic parametric. Wajar jika disebutkan tulisan tanpa data adalah sama saja dengan berbohong, atau angan-angan atau sering disebut, 'hoaks' (berita bohong). Data dipastikan mengakhiri perdebatan, dan retorika yang tidak menghasilkan simpulan. 

Maka tulisan ["Kaleidoskop 2018: Yang Terjadi di Kompasiana"] adalah bertanggungjawab, dan menjadi contoh yang baik dalam kajian episteme.  Dengan data atau "statistika" atau disebut pendekatan empirisme atau pendekatan deduksi atau aposteori merupakan fakta yang bisa divalidasi ulang atau teliti ulang serta memiliki validitas dan reliabilitas.  

Maka di Indonesia ada disebut BPS atau Badan Pusat Statistik adalah Lembaga Pemerintah Nonkementerian yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden. Tradisi tulisan yang bertanggungjawab adalah menggunakan data. Perencaaan kinerja prestasi dan semuanya adalah data dan angka. Tidak ada yang disebut mutu tulisan tanpa menggunakan data dengan skala dan pengukurannya.

Sumber: diolah dari kaleidoskop.kompasiana.com
Sumber: diolah dari kaleidoskop.kompasiana.com
Kedua (2) tulisan yang baik kedua harus memiliki pendasaran logika atau deduksi atau sylogisme. Disini saya sebutkan adalah menggunakan apa yang disebut "apriori". Kompasiana membuat kategori adalah "pelanggaran copy faste, dan "mendeskritkan pribadi orang lain" adalah dua pelanggaran terbesar selama tahun 2018 lalu sebesar 67,7%. 

Saya ambil satu contoh "mendeskritkan pribadi orang lain".  Saya kira mungkin dalam tatanan kebijakan Kompasiana, adalah asumsi dengan premis major " semua manusia adalah berdosa" tidak ada manusia yang tidak pernah salah berdosa, dan berbohong. 

Sejarah membuktikan hal ini semua. Maka tindakan "mendeskritkan pribadi orang lain"  secara logika adalah keliru.  Immanuel Kant (1724-1804), menyatakan: {"Bertindaklah sedemikian rupa sehingga Anda selalu memperlakukan umat manusia entah di dalam pribadi Anda maupun di dalam pribadi setiap orang lain sekaligus sebagai tujuan, bukan sebagai sarana belaka"}. Bahwa yang disebut tindakan baik adalah wajib (deontologis) tanpa syarat, dan tidak menggunakan manusia sebagai sarana (intrumentalisasi manusia). 

Maka tindakan "mendeskritkan pribadi orang lain" adalah menggunakan kelemahan orang lain atau dosa orang lain kemudian menjadikan tulisan, seolah-olah penulis lebih suci lebih baik apa lagi jika tanpa dukungan data logika atau tanpa dukungan {deduksi induksi}.

Immanuel Kant menyatakan Rumusan Kant tentang imperative kategoris: ["Bertindaklah semata-mata menurut prinsip (maksim) yang dapat sekaligus kaukehendaki menjadi hukum umum"]. Copy faste adalah mencuri gagasan orang lain tanpa repleksi, dan itu bertentangan dengan hukum umum Kant. Maka tulisan ["Kaleidoskop 2018: Yang Terjadi di Kompasiana"] telah memenuhi kriteria fakultas akal budi yang baik.

Ketiga {3} pada artikel ["Kaleidoskop 2018: Yang Terjadi di Kompasiana"] memenuhi kriteria The General Problem of Pure Reason" yakni (a) Aposteriori, dan (b) Apriori atau relasi keduanya (c) apriori aposteriori. Baik secara Analytical, dan Synthetical. 

Maksudnya pendekatan Aposteriori, bahwa tulisan yang baik memenuhi unsur induksi dan memiliki data atau statistika, atau data empiric, atau positivism. Sedangkan pendekatann Apriori memenuhi unsur deduksi, atau rasionalisme matematika logika, memiliki proposisi atau grand theory yang baik.  Maka pada tulisan artikel ["Kaleidoskop 2018: Yang Terjadi di Kompasiana"] telah memenuhi dualism ilmu secara empisteme apriori aposteriori dan dapat menjadi acuan tulisan berbobot pada masa yang akan datang. Semoga.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun