Philosophy of  Kaharingan Dayak [6]
Proses kehidupan di bumi dilalui melalui tetesan air gunung madu rahu dan jatuh ke tanah kesekitar kaki mereka berdua terbentuknya "Bunda Alam Semesta", maka terjadilah kondisi berikut ini, (metak ranu madu rahu, lawu tane tipak sulau). Tetesan-tetesan  ini yang menjadi kehidupan manusia di bumi. Â
Bumi pada saat penciptaan ini hanya sebesar kaki mereka berdua, setelah satu-satu tetesan jatuh ke Tanah (berjumlah 9 tetesan) meliputi tahap satu berasal dari manusia perempuan (Dara Mula Lapeh) Â terdiri tujuh kali tetesan air.
Dan pada  tahap ke  dua  setelah dua orang muncul udara, tertidur, melihat matahari atau cahaya terang, sehingga muncul dua tetesan air dari manusia laki-laki (Datu Mula Manta) akibat peran reproduksi (filsafat seksuasi) menjadi (a) rerumputan dan berbagai jenis tumbuhan, dan (b) menjadi burung dan segala jenis hewan.
Ke 6. Tafsir secara hermeneutika dan semiotika Kaharingan Dayak sebagai bentuk Timaios; berisi tentang terjadinya gagat raya, keselarasan, keindahan dunia tidak secara kebetulan melainkan berkat prakarsa sengaja oleh roh {"amirue" dalam bahasa Dayak Wadian) atau diterjemah menjadi Nous, atau roh atau rasio manusia. Maka "Amirue" adalah Sang Tukang atau ["Demiurgos"].
Ke 7., Tafsir secara hermeneutika dan semiotika, bahwa alam semesta  adalah aktus murni abadi tidak terikat waktu, materi ["air"]  sifatnya tidak kekal dan bisa berubah bertransformasi mempunyai potensi untuk digerakkan dan bergerak. Penggerak pertama sebagai aktus murni bukan sebagai potensi.Â
Maka Tuhan Kaharingan bersifat nonmaterial maka aktivitasnya murni batiniah atau sama dengan aktivitas berpikir  atau pemikiran yang memandang pemikirannya sendiri.Â
Akibatnya segala sesuatu sebagai telos atau tujuan atau segala gerak pada akhirnya akan mengarahkan kepada Tuhan  Kaharingan sebagai penggerak pertama itu.Â
Maka pada konteks ini intelektualitas agent atau dibelakang gejala alam (gerak Air) melampaui pengamatan dan pengalaman indrawi sensori yang terbatas jangkuannya. Maka pada hubungan telos makrokosmos dan mikrokosmos ini persis terjadi apa yang disebut aktivitas abstraksi.
Pada pentahapan berikutnya adalah penjewantahan  materi [air]  dan bentuk [morphed dan hyle].  Kedua prinsip ini tidak mudah bahkan tidak bisa dipahami atau diobservasi melainkan dibiarkan atau diandaikan begitu saja supaya dapat memahami benda-benda jasmani atau materi.Â
Unsur Kaharingan Dayak ("air") adalah kemungkinan atau potensial menjadi bentuk apa saja. Bentuk membutuhkan forma untuk menjadi aktualitas. Dengan bentuk ini maka benda menjadikan penampakan bentuk kongkrit, misalnya hewan tumbuhan, dan benda lainnya serta memiliki kodrat tertentu.Â
Maka segala sesuatu yang ada dapat berkembang dari kemungkinan menjadi kenyataan. Atau dalam filsafat disebut "Hylemorfisme".  Wangsa Air  melakukan proses "Hylemorfisme" sebagai sesuatu yang memiliki tujuan (telos) dan kepenuhan pada dirinya sendiri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H