Mohon tunggu...
APOLLO_ apollo
APOLLO_ apollo Mohon Tunggu... Dosen - Lyceum, Tan keno kinoyo ngopo

Aku Manusia Soliter, Latihan Moksa

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Filsafat Seni Mimesis [174]

31 Desember 2018   07:25 Diperbarui: 31 Desember 2018   07:55 173
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Filsafat Seni Mimesis  [174]: Gadamer  Tetang Simbol 

Banyak pengertian tentang manusia, dan hanya manusia yang berbicara seni, non manusia tidak mungkin membahas seni. Maka penegrtian manusia seni selalu dikaitkan secara ontologis pada hakekat filsafat manusia yang bermacam-macam misalnya Homo Habilis (manusia pintar menggunakan tangan); Homo Erectus (manusia berdiri tegak), Homo Ergaster (manusia cerdik pandai), Homo economicus, zoon politikon, Homo Luden (manusia bermain), homo Faber (bekerja), sampai teori Homo Sapien Darwin tentang Origin of Species.   

Aristotle  menyatakan bahwa manusia adalah hewan yang memiliki rasionalitas {"Human" as "the Rational Animal"}. Saya sampai beberapa tahun mengapa kata "animal" atau Hewan selalu ditempelkan pada pendefisian manusia. Secara filologi artinya dalam bahasa Latin "animalis", berarti "memiliki napas".

Maka teks dan pemikian ini menghasilkan percabangan pemikiran oleh Ernst Cassirer 1874-1945  disebut "Animal Symbolicum" adalah  seni memahami realitas dunia,  ada pada tatanan symbol. Maka wajar jika "Ernst Cassirer" memahami kebudayaan dan perilaku manusia melalaui symbol atau disebut "Animal Symbolicum". 

Kata  "animal symbolicum" (mahluk pencipta simbol) oleh Ernst Cassirer ini adalah wujud  adalah pada satu sisi adalah "penanda (Signifier)" dan sisi lain sebagai "petanda (Signified)", dan hal "tanda (signs)" itu sendiri. Kemudian berkembang menjadi cabang ilmu semiotika atau  teori tanda" atau "semiotika". 

Kata simbol atau tanda berasal dari bahasa Yunani, semeion, berarti "tanda" atau seme, berarti "penafsir tanda". Semiotika memiliki makna (1) terjemah atau translation, (2) tafsir atau interpretasi, (3) ekstrapolasi, dan (4) makna atau meaning. Makna denotatif pada dasarnya meliputi hal-hal yang ditunjuk oleh kata-kata (sebagai makna referensial). Oleh  Charles Sander Pierce (1839- 1914), dimaknai sebagai, tanda (sign) terdiri atas ikon (icon), indeks (index), dan simbol (symbol). 

Atau oleh  Ferdinan de Saussure (1857-1913), menjelaskan angka-angka matematika sebagai: (1) signifier(penanda) dan signified (petanda); (2) form (bentuk), dan content (isi); (3) langue (bahasa) dan parole (tuturan, ujaran); (4) synchronic (sikronik) dan diachronic (diakronik); serta (5) syntagmatik (sintagmatik), (6) associative (paradigmatic). Tanda oleh  Roman Jakobson (1896.- 1982), semotika memiliki enam fungsi, yaitu: (1) fungsi referensial, pengacu pesan; (2) fungsi emotif, pengungkap keadaan pembicara; (3) fungsi konatif, pengungkap keinginan pembicara yang langsung atau segera dilakukan atau dipikirkan oleh sang penyimak; (4) fungsi metalingual, penerang terhadap sandi atau kode yang digunakan; (5) fungsi fatis, pembuka, pembentuk, pemelihara hubungan atau kontak antara pembicara dengan penyimak; dan (6) fungsi fuitis, penyandi pesan. Ogden, Richards (1923) makna saling berhubungan Referent', dan 'Reference' secara langsung berhubungan (berkaitan dengan 'Symbol).

Tema Hans Georg Gadamer (1900-2002]  berbicara masalah simbol. Untuk memvalidasi pembahasan ini bisa menguasai dan memakai pemahaman pada pembahasan simbol pada gagasan Paul Ricoeur (1913--2005) buku teks  "Symbolism of Evil" dan buku keduanya berjudul "Theory of Interpretation: Discourse and the Surplus Meaning".  Buku lain adalah teks Jacques Derrida  tentang tema "Structure, Sign, and Play in the Discourse of the Human Sciences" atau teks books  tema "Deconstruction is a critical the relationship between text and meaning. 

Dan tentu saja terakhir adalah teks books oleh  Teori kritik Jurgen Habermas sebagai pewaris Madzhab Kritik Frankfurt bahwa  merupakan seni memahami adalah berusaha mengawinkan antara obyektifitas dengan subyektifitas, antara yang saintis dengan filosofis, antara yang ontentik dengan yang artikulatif. Teori kritis berusaha untuk putus teori tradisional, karena ia memposisikan obyek sebagai sesuatu yang tak tersentuh (untouchable) alias obyektif, apa adanya.

Simpulan saya maka memasuki pemikiran  Gadamer akan lebih mudah jika memahami teks lain sebagai pembanding literaur untuk kemudian mengembangan tatanan teori seni baru bila mungkin.

Pemikiran   Gadamer menyatakan bahwa "simbol" adalah istilah Yunani untuk tanda peringatan (tessera hospitalis ). Simbol berkonotasi (secara eksplisit) apa yang dikenali secara implisit. Ini  dikaitkan dengan fragmentaris dan janji kelengkapan "pada gilirannya menyinggung keindahan dan kemungkinan tatanan keseluruhan dan suci". Simbol kemudian dikaitkan, dengan gagasan tentang pengulangan dan harapan untuk banyak makna. Hubungannya dengan spekulatif paling baik dihargai dengan merujuk pada tanda.

 Fungsi  tanda yang tepat  untuk merujuk ke referensi. Rambu lalu lintas yang sangat menarik sehingga mengalihkan bahaya yang ditimbulkannya dan menyebabkan baru dengan mendorong pengemudi untuk bertindak, tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Simbol, bagaimanapun, tidak merujuk pada sesuatu di luar dirinya sendiri. Simbol material, memang, adalah tempat di mana makna itu hadir. Namun makna yang disampaikan secara simbolis tidak pernah diberikan sepenuhnya. Artinya tidak pasti.

Referensi untuk simbol sebagai fragmentaris tetap mengantisipasi kemungkinan keutuhan. Dimensi spekulatif dari pemikiran semacam itu berada di dalam premis  setiap makna yang dinyatakan melibatkan menghasilkan lebih banyak daripada yang sebenarnya diucapkan. Resonansi dan kedalaman tergantung pada menjiwai hermeneutik pernyataan itu, menerangi makna yang tidak dinyatakan atau mengungkapkan yang diantisipasi.

Kapasitas "spekulatif" dari suatu gambar atau kata berkaitan dengan kemampuannya untuk menyuarakan atau menyindir nexus makna yang tidak dinyatakan yang menopang ekspresi yang diberikan tetapi yang tidak secara langsung diberikan di dalamnya.

Kekuatan spekulatif dari suatu gambar atau frasa memiliki sesuatu yang sama dengan yang luhur: menerangi dalam gambar yang diucapkan atau visual penumbra dari makna yang tidak dinyatakan yang kehadirannya dapat dirasakan tetapi tidak pernah sepenuhnya dipahami atau dikonsep. Oleh karena itu, sebuah karya seni selalu bisa berarti lebih, yaitu menyindir dimensi makna transenden yang meskipun tidak pernah habis oleh simbol-simbol yang membawanya tidak ada terlepas dari simbol yang menopangnya.

Simbol itu bergema dengan sugesti makna karena ia secara konstan memohon apa yang tidak segera diberikan. Ini yang tidak diberikan tidak ada terpisah dari yang diberikan tetapi melekat di dalamnya. Oleh karena itu, hermeneutis agung, ekses makna, janji makna lebih dan makna sesuatu yang berbeda yang dibuat jelas oleh simbol, dipegang di dalam, adalah imanen dalam pemberian.

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun