Maka "Nyai Bunga Kantil" bisa sebagai tanda pada "Lintang Kamukus" simbol tanda makna  simbol cahaya, semacam ide Prometheus Titan Yunani Kuna dikenal karena kecerdasan dan keahliannya pada api emansipasi pencerahan umat manusia.
Ke (3) dalam dokrin utama Jawa Kuna, "Nyai Bunga Kantil" suka ditafsir tanpa penjelasan memadai, misalnya "Bunga Kantil" dimaknai pada wanita ("kuntilanak"atau dedemit atau roh wanita jahat).Â
Menurut saya tafsir seperti ini terlalu buru-buru, kurang memberikan argumentasi memadai, dan tanpa pembatinan yang dapat digeneralisasikan. Â Kunti lanak, sebenarnya dari kata ("Ponti, dan Anak") dari kata ("Kanti, dan Anak"), berasal pada fenomena ("Dewi Kunti") ibu para punggawa tiga di antaranya (Yudistira, Bima, Arjuna) dari kandung Kunti, dan dua anak tiri Nakula dan Sadewa. Bahkan sebelum menikah ("Kanti, dan Anak"), melahirkan sebelum menikah terpaksa membuang "putra Surya".
Maka pada fenomena "Nyai Bunga Kantil" ditansformasikan menjadi  perjalanan batin ("Dewi Kunti") ibu para punggawa (lima) dimaknai menjadi ("papat keblat, kelimo pancer"). Menjadi arah wilayah, dan arah angin. Misalnya empat  alegoris, literal, mistikal adalah  arah angin kekuasaan: timur, barat, utara, selatan, (dan di tengah di Jakarta Pusat) atau Jawa Tengah atau Joglo Semar (Jogja Solo Semarang).
Makna "Nyai Bunga Kantil" ditansformasikan menjadi  perjalanan batin ("Dewi Kunti") ibu para punggawa pandawa menjadi relevan dalam takdir manusia pada ruang dan waktu "dokrin Neptu Jawa Kuna" pada logika matematika hari Legi jumlah 5, Pahing jumlah 9, Pon jumlah 7, Wage jumlah 4, Kliwon jumlah 8.Â
Kemudian di jadikan tindakan pada bkegiatan pasar rakyat di Jawa tengah, Jogja atau paling terkenal Pasar Beringharjo. Bringharjo adalah simnol pohon beringin atau penyatuan waktu dalam sejarah masa lampu, masa kini, dan masa mendatang seabagai satu entitas (satu kesatuan) menuju ("harjo") tujuan pada selamat, sejahtera, makmur.
Makna "Nyai Bunga Kantil" ditansformasikan menjadi  perjalanan batin ("Dewi Kunti") ibu para punggawa Pandawa lima (5) adalah wujud dokrin pata "Wulang" bersinonim dengan kata "pitutur" memiliki arti "ajaran didikan".Â
Kata "Reh" berasal dari Kata Jawa Kuna artinya "jalan", aturan dan laku cara mencapai atau tuntutan. Wulang Reh dapat dimaknai ajaran untuk mencapai sesuatu atau Konsep Tuhan Maha Esa atau {"Tan Keno Kinoyo Opo"} . "Nyai Bunga Kantil" ditansformasikan menjadi  perjalanan batin ("Dewi Kunti")  simbol keutamaan Jawa pada tetap iklas "sabar nrimo" tanpa protes, tanpa membrontak dan menunjukkan kestabilan jiwa rasional yang patut diteladani.
Makna "Nyai Bunga Kantil" ditansformasikan menjadi  perjalanan batin ("Dewi Kunti"), berhubungan dengan Narasi pada  Sang Hyang Dewa Ruci atau dewa ruci, proses Bima mencari air purwita sari atau "Tirta Pawitra Mahening Suci".Â
Pada umumnya wayang atau narasi lebih menekankan pada fungsi dan tugas Bima (mencari jati diri manusia pada suara hati, dan moksa), tetapi menurut saya itu bisa saja, namun secara ontologis bahwa justru Bima ada karena ada sejarah dalam rahim, bunga buah hasil Bunda Alam semesta di wakilkan pada sosok bernama  ("Dewi Kunti") atau dokrin Mataram Kuna Pantheon Lingga Yoni.
Lebih dai itu semua saya menemukan catatan kronologis dan tematis bahwa "Nyai Bunga Kantil" ditansformasikan menjadi  perjalanan batin ("Dewi Kunti"),  sampai menghasilkan konsep kata "Mataram" secara umum dimaknai sebagai "ibu", atau kemudian digeser menjadi "Demeter" sebutan ibu pertiwi (Indonesia), untuk (mother land), atau (mater), atau Bunda Alam Semesta,  atau diubah menjadi wangsa Sanjaya, atau diubah menjadi Wangsa Tanah, dan Wangsa Air dalam kebudayaan kemudian dikenal dengan "Tanah Air".Â