Hannah Arendt menyatakan ada dualitas antara ruang public, dengan ruang private untu totalitas sosial. Polis atau ruang public adalah keanekaragaman cara berpikir atau pengembangan perluasan langit pemikiran atau warga negara non keluarga, sementara persoalan (oikos) atau private tunduk kepada kriteria survive dalam artinan keberlanjutan manusia sebagai species.
Metafora yang dipakai Hannah Arendt adalah "kota Yunani Kuna berbenteng" untuk melindungi dari sifat sifat kehewanan, atau kebuasan atau memisahkan antara naluri survive (oikos) dari hubungan menguasai-dikuasi.
Runtuhnya tembok menurut Hannah Arendt berarti terjadi peleburan (naturalisasi) atau Darwinisme social survive atau keterhubungan diluar tembok dengan dalam tembok. Artinya wilayah private (seksuasi) masuk dalam tembok atau wilayah public. Inilah fakta dan realitas pendasaran ekonomi Thomas Robert Malthus, dan Adam Smith, John Maynard Keynes pada penjelasan sebelumnya, wujud pelebaran filsafat seks, menjadi seksuasi regulasi bisnis, kebutuhan pasar.
Dampak cukup luas meleburnya wilayah private Seks, menjadi Seksuasi, menjadi wilayah public adalah melahirkan sistem Kapitalisme. Itulah Human Condition versi Hannah Arendt. Maka unsur hiburan dan mengisolasi kebutuhan individu meningkat, dan tercerabutnya solidaritas social, maka dimana-mana sistem kapitalisme ada disitu ada seksualitas manusia di ruang public.
Idiologi kapitalisme adalah persoalan naturalitas  atau metafisis dai Yang Private adalah logika menguasai dikuasi (tuan budak) wilayah oikos atau reproduksi oleh wanita, dan produksi oleh budak. Atau kapitalisme adalah naluri Darwinisme social Survive dengan fondasi adalah pendapatan dan belanja.
Naturalisasi survive ini terjadi karena ada semacam pembiaran atau kelemahan aristrokrat atau regulasi mekanisme pasar dalam wilayah public dan seluruh fungsi-fungsinya.Â
Maka dapat disimpulkan meleburnya wilayah private Seks, menjadi Seksuasi, menjadi wilayah public adalah melahirkan sistem Kapitalisme akibat ["yang private meluas, dan yang public menyempit"]. Maka semua iklan produk di hari-hari ini adalah mempertontonkan "tubuh" sebagai media menjual, iklan, semuanya adalah bentuk "seksi tubuh, dan mempertontonkan tubuh, dan semua bentuk bentuk kebudayaan tubuh. Jakarta, dan kota besar lainnya di Indonesia adalah ibu kota Mall, bukan ibu kota perpustakaan.
Demikian juga reovulusi, reformasi, atau kebebasan dan demokrasi akan mempercepat ["yang private meluas, dan yang public menyempit"]. Atau bentuk peleburan atau meruntuhkan tembok polis atau mempercepat naturaliasi, survive, dan naluri kehewanan kebuasaan.Â
Sikap apatis warga pada demokrasi akan mempercepat dan membuat siklus kapitalisme menaik tajam dengan modal seksuasi, untuk mengkonsumsi memiliki lebih lagi, dan terus tanpa berhenti. Maka kapitalisme adalah culture industry atau wujud ["yang private meluas, dan yang public menyempit"], sebagaimana Sigmund Freud curiga pada seksuasi adalah relevean dengan pemikiran Hannh Arendt.Â
Di sini peran manusia atau warga hanya menjadi konsumen dan penonton ditundukkan pada kebutuhan naluari untuk memiliki, memakai, dan menikmati. Buah akhir hegemoni Kapitalisme.
##bersambung