Wilhelm Dilthey (1833-1911), ilmu social sebagai [Geisteswissenschaften], adalah objek dalam person manusia berada pada  dimensi batiniahnya. Teknik [Geisteswissenschaften], masuk memahami manusia adalah dari dalam. [Geisteswissenschaften], adalah bagaimana caranya (berpartisipasi) masuk dalam emosi dan kebudayaannya. Â
Membedakan antara ilmu alam Naturwissenschaften, dan ilmu social [Geisteswissenschaften]. Lalu bagimana episteme [Geisteswissenschaften],  pemikiran Dilthey ini dapat dijelaskan. Saya pada tulisan ke (2) ini membahas tiga konsep utama yakni (a) pengalaman, (b) ekspresi, (c) pemahaman.
Pertama (a) Pengalaman Hidup (Erlebnis bukan Erfahrung). Erlebnis terdiri dua pengertian adalah (1) Erfahrung (dipahami sebagai pengalaman manusia pada umumnya), misalnya melihat tari Wadian Dayak, atau tarian lihat tari sunda, (b) Erlebnis (dunia pengalaman batin atau berbentuk jamak sebagai pengalaman batiniah yang di hayati.Â
Erlebnis disebut "life Experience". Erlebnis adalah  pengalaman yang dihayati misalnya pengalaman doa Novena, menunggu, pengahyatan waktu, kemarahan, kebencian. Penghayatan adalah "dalam keutuhan" dan tidak tercerah berai atau terbagi.  Dimensi waktu aliran yang utuh, artinya waktu lalu menjadi objektif tidak bisa dikembalikan, sekarang di hayati, yang akan datang  belum. Â
Waktu adalah keutuhan "Kehidupan", bukan hal subjektif, dan bukan objektif.  Erlebnis adalah penghayatan mendahului subjek objek  atau prarepleksi sebelum ada subjek dan objek.Kita larut dalamnya,  kita bukan subjek menulis. Berbeda ketika memberitakannya/menceritrakan adalah repleksi (subjek objek) bukan penghayatan.Â
Penghayatan adalah Otentik atau primodial sebelum dipikirkan disebut Erlebnis (masyarakat individu). Bagimana meneliti dunia sosial Historis pakailah kategori Erlebnis. Dilthey menulis "cara bagaimana pengalaman hidup menghadirkan dirinya kepada saya (is there for me) secara sempurna berbeda dari cara bagaimana citra namapak di depan saya.Â
Kesadaran pengalaman dan bentuknya adalah sama: tidak ada pemiliahan antara apa yang hadir untuk saya (what is there for me) dan apa yang dalam pengalaman hadir  untuk saya (what in experience is there for me). Dengan kata lain pengalaman yang sebenarnya  bagi saya tidaklah berbeda dari keberadaan apa yang hadir bagi saya dalam pengalaman tersebut". Dengan kata lain Dilthey menyatakan Erlebnis bersifat equal primordial dengan pengalam iti sendiri.
Dilthey menyatakan hermeneutika  adalah pengalaman secara intrinsic bersifat temporal (dan ini bermakna historis dalam artian yang paling dalam terhadap kata tersebut, dan untuk itu pemahaman akan pengalaman juga harus sepadan dengan ketegori temporal (historis) pemikiran. Dilthey  menyimpulkan "pengalaman" tidak dapat dipahami secara ketegori sains. Maka tugas hermeneutika adlaah mengusahakan kategori-kategori  historis ang tepat dalam pengalaman hidup.
Kedua (2) Ekspresi Hidup [Ausdruck].  Dilthey menggunakan term Hegelian, tentang  perjalanan sejarah. Dimana pada awalnya alam semesta tidak ada dualitas antara subjek objek antara mencipta dengan ciptaan, kemudian (self) merasa tidak betah, dan tidak nyaman dengan diriny sendiri membelah menjadi yang lain. Atau Allah membelah diri, atau  mengasingkan diri (Alienasi diri) menjadi Alam semesta, kemudian akan kembali di akhir sejarah.Â
Ada tesis, anti tesis, dan sintesis (rekonsiliasi) di kemudian hari. Kemudian makna ini dipahami sebagai alienasi diri, atau (Geist) menjadi realitas.  Ausdruck, (ungkapan/expresi) bukan ungkapan perasaan tetapi ungkapan dari roh objektif (Filsafat Hegelian), bahwa Allah adalah dunia ini sendiri kemudian menjewantah kesepian (tidak ada dualitas pencipta dan ciptaan) sebagai 1 entitas.Â