Karya literature bukan objek yang dapat dimanipulasi oleh kita. Â Karya tersebut merupakan suara dimasa lalu, suara yag wajib dimasukkan dalam dinamika kehidupan. Atau semua teks sebenarnya berbicara masalah kehidupan. Namun demikian ada paradoks bahwa kepasrahan pada teks, dan pada sisi lain diperlakukan sebagai analisis. Â
Dengan memperlakukan demikian maka interprestasi adalah penyingkapan kebenaran, melibatkan factor moment estetis, dan menghasilkan melebihi skema subjek objek.Â
Maka semua teks berbentuk historis maka diperlukan kesadaran historis dalam Validity in Interpretation, kemudian menjembatani jarak tersebut melalui pengetahuan konseptual berbentuk kritik fenomenologi, sekaligus mengandaikan milik sendiri sebagai milik dengan yang lain.
Pemikiran  tentang In defense of the author. Walaupun Hirsch's memulai tujuan pada Validity in Interpretation memberikana suatu makna proses validitas interprestasi individu pada literary teks, namun Hirsch's  dengan jelas mencoba dan menghadapi Kritik baru pada argumentasi penting pada penulis dalam upaya interprestasi yang memadai.Â
Langkah terpenting adalah re-establishing sebagai evaluasi argumen interprestasi untuk penyangkalan argumentasi. Teks dimaknai sebagai kontelasi perubahan dan menentukan legitimasi semantic secara normative sudah memadai. Bagi Hirsch ada hal yang penting membedakan antara makna (meaning), dan signifikan". Meaning  adalah bentuk tanda representasi sebuah teks. Atau objek penanfsiran adalah makna tekstual dalam dan untuk dirinya sendiri.Â
Semenara  Significance, adalah hubungan antara makna dan person atau sebuah konsep, sebuah situasi, atau apapun yang dapat dipikirkan.  Ada dua hal penting dalam validitas interprestasi yakni makna dan kesadaran makna. Arti bahasa disebut arti atau makna (meaning), sedangkan arti sastra adalah arti dari arti (meaning of meaning) atau disebut makna (significance).
Metode Menghilangkan Penulis untuk menemukan makna tersembunyi.
Tidak  ada yang mengharuskan pembaca untuk menjadikan makna yang dimiliki pengarang sebagai gagasan standar. Konsep standar apa saja dalam  interpretasi menyatakan suatu pilihan yang dituntut bukan oleh hakikat naskah tertulis tersebut, melainkan oleh sasaran yang dibuat oleh pengarang.Â
Dengan hanya dibatasi oleh prinsip sharability (oleh apa yang dapat disampaikan naskah tersebut), teks apa  pun dapat diinterpretasi dengan tepat dalam bermacam-macam cara yang berbeda. Oleh karena itu, interpretasi teks akan menjadi sebuah disiplin ilmu, hanya jika pembaca mampu mendefinisikan makna verbal tersebut.
Makna teks berubah (sepanjang waktu), bahkan penulis mungkin sudah merevisi tulisannya. Penulis datang dengan pemikiran 30 buku pada saat menulis tulisannya, tentu berbeda dengan 100 buku topic yang sama  setelah 3 tahun kemudian. Maka apapun yang ditulis pengarang menjadi juga tidak relevan pada kekinian.Â
Artinya perubahan makna menjadi tidak masalah apa apa bagi penulis ketika pembaca mengkritik tulisan tersebut. Atau ada pergeseran waktu, maka makna pemahamanpun bergeser.