Filsafat Tubuh Manusia: Merleau Ponty
Maurice Jean Jacques Merleau Ponty  atau bisa disebut namanya sebagai Merleau Ponty (1908-1961), adalah filsuf Francis pasca perang dunia ke II, intelektual publik, ide tentang pemikiran eksistensial, dan fenomenologi pasca Husserl's, dan Franz Brentano.
Berbeda dengan Ren'e Descartes menyebutkan pada dualitas mind and body, maka bagi Merleau Ponty bahwa tubuh manusia alat mengetahui melalui persepsi murni (pure of perception). Persepsi tidak hanya menggunakan kemampuan pancaindra semata-mata pada objek (known).Â
Dan jika hanya dalam persepsi saja maka dapat terjadi kesalahan pengalaman empirik, atau kesalahan sensor indrawi  atau rekayasa mental. Maka segala persepsi diserap dari objek terjadi secara relasi intensional, dan didukung memori  diolah data-data matematika, dan benar-benar dialami dirasakan oleh seluruh tubuh manusia, dan menjalani seluruh perjalanan hidup. Seluruh  tubuh adalah ontologisme terhadap objek dunia luar diri sendiri, atau proses intensionalitas yang primordial.
Merleau Ponty: menyatakan ["bukan aku berpikir tetapi akulah yang mengalami seluruh keadaan realitas ini"]. Tubuh adalah alat atau proses  pengalaman bersinggungan adalah bagaimana subjek memahami secara menyeluruh pada ["lanskap"] dunia objek atau proses intensionalitas subek dan objek atau bagimana tubuh memahami seluruh realitas apa adanya.
Menggunakan tubuh dalam keseharian, dan bagaimana tubuh digunakan, dan tubuh bekerja, termasuk kesadarannya. Tubuh sebagai substansi intensional menjadi dasar ontology Merleau Ponty. Dengan dua cara berbeda baik secara "observasi, dan melalui setiap saat mempresepsikan.Â
Tubuh memiliki dualitas sebagai subjek sekaligus sebagai objek. Â Misalnya antara memegang, dan dipegang sekaligus bisa terjadi bersamaan waktu. Atau ada pengalaman ganda yang bersamaan bisa dimiliki. Maka tubuh berperan penting, dan bukan akal budi saja dalam proses repleksinya, dan partisipasi atau keterlibatan dalam relasi dengan alam sekitarnya. Kaki keseleo jika jatuh naik motor Honda supra X maka tidak hanya dipikirkan sebab akibat jatuh, tetapi tubuh mengalami secara nyata merasa sakit atau ada satu unifikasi kesatuan bersama-sama atau sebagai kemampuan intensionalitas.
Ada ketidakstabilan relasi tubuh dengan objek atau sebaliknya sesuai dengan ruang dan waktu, semuanya melebur, tercampur dalam prespektif pengalaman tubuh semacam model pemikiran Platon (paradoks Meno) pada theoria "Anamnesis" atau proses mengingatkan kembali, maka memahami adalah  tidak stabil. Theoria  "Anamnesis" yang menyatakan ada paradoks factor-faktor X pada fenomena. Berdasarkan referensi, tafsir hermeneutika, semiotika, proses mental subjek.
Ruang, dan waktu bukan hanya bergerak dalam fusi horizon, tetapi fenomena petanda substansi manusia. Ruang adalah kondisi 3 dimensi bagi tubuh, dan memungkinkan tubuh berkorelasi dengan penciptaan pengetahuan (knowledge), sedangkan waktu adalah memiliki 4 dimensi ["diberikan label (x,y,z, dengan z"] atau ["String Theory"] adanya subjektivitas tubuh. Waktu adalah Lanskap atau hal-hal yang memungkinkan saya berhubungan (tersituasi) dengan dunia, termasuk mengevaluasi diri bahkan mungkin bersifat "subtil" (halus; lembut, perbedaan yang tidak kentara) sehingga memerlukan intuisi kepekaan mendalam mencari dan menemukan hubungan timbal balik subjek, dan objek tersebut.***
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H