Mohon tunggu...
APOLLO_ apollo
APOLLO_ apollo Mohon Tunggu... Dosen - Lyceum, Tan keno kinoyo ngopo

Aku Manusia Soliter, Latihan Moksa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Menjadi Manusia Bebas yang Merdeka

20 Maret 2018   11:26 Diperbarui: 21 Maret 2018   07:12 1174
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi (pixabay)

Tamat SD kelas VI saya melaporkan kepada alm Mbok, pengen nikah sama teman sekolah satu kelas yang sama-sama tamat. Tanpa saya duga jawaban alm Mbok adalah menyetujui dan mengatakan iya sudah kalau itu  keputusanmu, silakan. Tetapi saya tanya lagi ongkos nikahnya bagaimana. Di jawab ada ayam 3 ekor di tangkap saja dipotong, dan ada padi di tumbuk saja, beres tidak ada masalah. Seterusnya dikatakan kamu bebas, mau jadi apa badan kamu yang merasakan melakoni hidup tanggungjawab masing-masing.  Kelihatannya tidak ada saya dilarang apa-apa oleh alm Mbok.

Kata-kata si mbok, hanya enak didengar tapi susah di pahami, bahkan  membuat saya justu tidak nyaman, susah  tidur nyenyak, terus berpikir, merenung, dan macam-macam. Sehingga 3 hari kemudian saya menjawab lagi ke si Mbok  membatalin rencana itu, dengan alasan tidak bisa cari makan atau setidaknya berpikir nanti jadi buruk nasib, lebih parah, dibandingkan kondisi sekarang, atau tidak wajar, kasihan si Mbok malahan ayamnya habis nanti telornya tidak ada di jual di pasar untuk membeli ikan asin di dapur.

12 tahun kemudian saya memahami kata (iya, atau inggih) dari alm Mbok memiliki makna yang luar biasa karena selalu memberikan kekebasan pada orang lain. Kesanggupan memberikan kebebasan ini tentu saja memiliki dua sisi  baik postitif mau negative. Mungkin si alm Mbok menganggap percuma dilarang-larang akhirnya nanti jalanya dari belakang atau bertindak yang tidak-tidak. 

Semua juga akan dijalanin masing-masing, seolah demikian. Tetapi pada sisi lain mungkin batin alm Mbok paham juga tidak bakal anaknya melalukan itu, atau kalaupun jadi mungkin pasrah dengan takdirnya, toh akan baik-baik saja nantinya. Atau bisa juga sekilas ada kesan si Mbok kurang tanggungjawab, atau justru melatih tanggungjawab. 

Terlepas benar atau tidak, bahasa alm Mbok tidak pernah satu kata melarang anak-anaknya memilih apapun keputusannya selalu kata-kata (iya, atau inggih), atau setuju saja, memahami saya lebih jauh ketidak usia dan pengalaman hidup bertambah dalam ruang dan waktu. Ternyata kebebasan membuat manusia menjadi jauh lebih cepat bijaksana dalam memikul pilihan dan tanggungjawabnya dalam tiap keputusannya.

Lalu, apa itu kebebasan atau liberty. Perdebatan tentang kebebasan sudah berlangsung lama, terutama dalam tradisi akademik sejak Zaman Akademia Socrates, Platon, Aristotle. Perdebatan ini dituangkan dialog seperi pada Symposium atau sekolah The Lyceum (Ancient Greek: , Lykeion) atau Lycaeum  di Athena. Dalam buku republic atau Politea dialog sangat jelas menyatakan, dan menyanggah tentang arti, proses, dan hasil suatu kebebasan. Buku VIII buku 557b.

Setidaknya menurut dokrin Athena kebebasan itu adalah menyangkut kodrat manusia untuk tumbuh besar dan berkembang menuju kematangan jiwa rasional Virtue, and moral of good.  Bebas artinya dari, proses, dan menuju daya asali sesuai kodratnya manusia. Kebebasan mengembangkan kodaratnya, bebas dari hambatan, tanpa hambatan apa-apa, dan manusia bisa bebas kalau punya property atau kekayaan.

{"Bebas adalah pergi kemana saja saya mau, suka-suka saya mau pergi kemana saja tidak ada hambatan apapun"}. Biji rambutan (kebebasan genesis) dari dirinya sendiri, akan tumbuh subur, dan berkembang menjadi rambutan subur, berbuah banyak pada ranting-rantingnya, tahan dalam kondisi maupun cuaca, dan menjadi kembali menjadi asali yang otentik (kekembalian hal yang sama). Sama halnya dengan manusia kebebasan akan menciptakan jasmani fisik, dan rohani (roh) mencapai kesempurnannya. Jiwanya berkembang dan tumbuh secara optimal.

Manusia bebas itulah warga negara yang merdeka. Maka syaratnya adalah (1)  memiliki uang, dan property, dan kebebasan bisa diperoleh jika manusia tersebut memiliki dan  punya kemampuan mereproduksi uang dicampur akal sehat, (2) kebebasan kalau punya harga diri dicampur akal sehat, dan (3) bebas paling tinggi jika semua kehidupannya di pimpin jiwa rasional agathon. Itulah kebebasan yang disebut bertingkat dari paling rendah sampai paling tinggi.

Hal ini lah yang mendasari kekebasan ekonomi dalam era global sekarang ini, tidak ada hambatan atau proteksi manusia mencari dan menemukan keuntungan dalam perdagangan bebas (free trade area). Hanya yang unggul yang akan menjadi merdeka, dan bebas,  tanpa hambatan.

Budak dan manusia meskin tidak bebas, justru dia menjadi property assets tuan. Artinya budak tidak bebas  mau pergi kemana saja, karena hidupnya di atur oleh pemilik modal dalam bidang ekonomi. Budak dijadikan property, demikian juga UU di Indonesia orang asing tidak boleh punya tanah, kecuali menikah dengan warga negara Indonesia. Artinya warga negara memiliki peluang yang sama dalam memperoleh kebebasan (freedom) dari kemeskinan, dan kebodohan sesuai amanah UUD 1945.

Penjuang dalam kebebasan bidang ekonomi  adalah (a) Amartya Kumar Sen peraih nobel bidang ekonomi, dan (b) Martha Nussbaum yang mengkampayekan kebebasan kaum perempuan warga negara dunia, melalui kesamaan hak manusia bebas dari kemeskinan, kelaparan, dan penderitaan umat manusia. Demikian juga tokoh  Milton Friedman,yang telah menyusun indeks kebebaan ekonomi, menjadi tatanan hak umat manusia (HAM).

Lalu bagimana memahami  epsiteme kebebasan. Untuk menjawab hal ini saya meminjam pemikiran Thomas Hobbes, Tibor R. Machan, Isaiah Berlin: Two Concepts  of Liberty, dan Hayek, tentang ide kebebasan  negative. Tokoh-tokoh ini menggunakan pendekatan kebebasan negative, dan kebebasan positif. Tema utama mereka adalah mengusung konsep kebebasan negative yang berbeda dengan kebebasan yang selama ini di pakai. 

Tokoh-tokoh ini berkeyakinan bahwa dengan kebebasan negative akan mampu menghasilkan kebebasan yang lebih baik dalam peradaban manusia. Kebebasan berhubungan dengan HAM, dan life freedom, dan jangan menghambat kebebasan manusia. Artinya tidak adannya hambatan, dan kebebasan bisa muncul jika tidak ada aturan yang menghambat.

Ini justru kebalikan dari kebebasan positive di pelopori pemikiran Rousseau, Hegel, Marx, and T.H. Green. Kebebasan bisa berhubungan dengan kontrak social masyarakat, kesepakatan politik atau idiologi baru kemudian kepantasan mendefinisikan apa itu bebas yang baik. Asumsi  kebebasan harus mengacu pada kategori menurut definsi negara, agama, kelompok, atau kebudayaan. Atau disebut baik dan bebas dalam beragama di atur cara berpakaian, cara hidup, cara berambut, cara menyembah Tuhan, cara makan minum, hormat pada sesama, dan lain-lain. Semua ada kriterianya. Jika memenuhi semua kategori ini maka di sebut manusia bebas. Atau dalam ekonomi Marxisme kebebasan itu bisa disebut bebas jika ekonomi negara disebut sama rasa, sama rata, dan non dominasi dalam kepemilikan. 

Para pemikir kebebasan negative percaya bahwa dalam kebebasan positif ada indikasi menindas, dan sewenang-wenang, mendominasi warga negara yang tidak memiliki kemampuan modalitas public, social dan modal ekonomi.  Ada kecendrungan kebebasan positive adalah kebebasan eliminasi, dan dominasi, atau kebebasan tuan budak, merawat dan memelihara rasio instrumental dalam wilayah private. Karena itu kebebasan positif adalah kebebasan yang memaksa kehendak warga negara dan memungkinkan menghasilkan sewenang-wenang, atau melanggar HAM. 

Maka cara mendobrak padangan ini disitulah pentingnya memperjuangkan kebebasan negative. Tapi disini jangan disalah artikan kebebasan bukan berarti bebas tanpa aturan lalu lintas dan jalan raya. UU semacam itu jelas diperlukan. Tetapi yang dimaksud kebebasan disini adalah hak asasi manusia misalnya cara berpakaian, dan memilih pakaian, atau di Amerika tentang hak warga negara tentang senjata api. Misalnya contoh pada tahun 1942-an ketika ulama Kristen masuk ke pedalaman Kalimantan, menyembuhkan orang yang sakit Malaria, dengan disuntik obat hasil penemuan ilmu pengetahuan. Jelasa dokrin kebebasan positif  warga Dayak tidak cocok  atau berubah, karena penyakit malaria disangka sebagai bagian kutukan Tuhan pada warganya. 

Dengan kebebasan negative memungkinkan adanya ide kebaikan baru dalam siklus kehidupan manusia. Atau ketika suku Dayak hewan ternak nya mati disambar petir, dianggap pada leluhur marah karena tidak diberikan makanan, maka ulama Kristen mengajarkan pembuatan penangkal petir. Dua contoh ini sangat jelas menggambarkan bahwa dengan kebebasan negative dan tidak ada finalitas tentang definisi kebaikan atau dokrin atau ajaran memungkinkan manusia untuk tumbuh dan berkembang menjadi manusia cerdas, dan pengetahuan adalah berguna bagi umat manusia. Segala mitos, dokrin, dan ajaran yang menghambat kebebasan berpikir, mencipta, berkarya akan memperoleh tempat jika manusia membrontak dengan mengubah kebebasan positive menjadi paradigm kebebasan negative (freedom).

Lalu bagimana dengan masyarakat Indonesia. Saya tidak mau membahas banyak, nanti ada pihak yang tersinggung, dan marah kurang rasional. Kelihatannya Indonesia lebih nyaman jadi budak (pegawai) asal terjamin. Budak terjamin hidup jadi kuli bangsa lain,  budak pasti ada kepastian akhir bulan dapat gaji, upah, pension, dan seterusnya. Atau kebisaan ketertindasan yang lama dijajah Belanda, Jepang, atau di jajah sesama warga negara. Atau sistem Feodal kerajaan-kerajaan atau budaya  Kraton nusantara masih secara romantisme kita senangin, sekaligus kita benci tetapi gagal keluar dari kondisi semacam ini. 

Atau jangan-jangan dianggap penindasan adalah way of life bagi negara ini. Atau memang tatanan kosmogoni negara sengaja tercipta dalam struktur sejarah yang membentuk rasio instrumental kita. Saya heran mengapa kerajaan-kerajaan nusantara itu tidak ada mendirikan sekolah pendidikan atau kampus atau Lycaeum seperti di Yunani Kuna. Inilah makanya otak dan cara pikir tidak mewariskan kultur pendidikan rasional jiwa manusia Indonesia. Atau tidak adanya manusia idiolog yang bisa mentrans-subtansikan arti kebebasan yang benar, dan indah. 

Adalah tokoh pemikir: Quentin, Skinner, Pettit, bisa dipakai untuk menggambarkan kondisi Indonesia saat ini bahwa praktik otonomi tanpa paksan, atau tanpa ancaman, atau budak bawahan tidak dipaksa tapi secara tidak langsung masih menyimpan dominansi kekusaan didalamnya. Itulah sistem dialektika memaksa, dan dipaksa baik langsung atau tidak langsung secara sembunyi dan terus terang diterapkan dalam sistem social dan politik dipraktikkan di negara ini. Sepertinya pengertian kebebasan baik positive dan negative tidak jelas ada atau tidak ada di negara ini. Kehilangan dalam artian justru karena tidak pernah memiliki kedua kebebasan tersebut.***)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun