Mohon tunggu...
APOLLO_ apollo
APOLLO_ apollo Mohon Tunggu... Dosen - Lyceum, Tan keno kinoyo ngopo

Aku Manusia Soliter, Latihan Moksa

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Curiga pada Utang

16 Maret 2018   02:17 Diperbarui: 17 Maret 2018   13:03 672
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dok: shutterstock.com

CURIGA  PADA UTANG

Hampir tiap hari di media komunikasi selalu ada iklan, dan tawaran pembelaian secara non tunai, atau disebut cicilan. Mulai dari barang harga murah meriah cicilan harian, mingguan, bulanan, tahunan, dan segala macam promosi di lakukan. Belum lagi bank menawarkan berbagai pinjaman, credit card, dan kemudahan proses untuk menyalurkan dana kepada nasabahnya. 

Ada lagi lembaga keuangan non bank, atau pegadaian, koperasi, atau arisan, atau teman candu suka utang sana utang sini, gali lobang tutup lobang, atau otak rusak hanya hidup dengan isi otak utang pihutang, memutar duit tidak jelas. Tawaran pinjaman kesannya memudahkan bahkan sampai ada pinjaman pribadi tanpa jaminan, tanpa  intermediasi lembaga juga dengan mudah ditemukan dalam iklan dan tawaran dengan janji manis, dan rayuan mengairahkan. Pembelian kredit rumah, apartemen, pabrik, mobil atau kendaran, kulkas, hape Samsung, TV, baru bekas, sampai pembelian panci atau keset kaki ember dari kampung ke kampung dengan cicilan atau utang.  

Tidak kalah penting misalnya berita media pada Selasa, 16 Jan 2018, detikfinance: Utang Pemerintah Nyaris Rp 4.000 Triliun.  Kondisi ini menunjukan ada paradoks dibalik manisnya dongeng utang, tidak kalah tragedi tentang malapetaka akibat utang, ada idiologi yang berbahaya. Negara ada yang hancur bubar karena utang, rakyat kudeta, kerajaan bubar, perang, dan penindasan ketidawajaran, kemeskinan, pembunuhan, demo buruh, kekerasan mental, kredit macet, penyitaan barang, lelang, urusan hukum, buronan, pencucian uang, likuidasi, restrukturisasi, pailit, gagal bayar, musibah dan lain-lain. Ada paradoks pada utang membawa masalah tidak selesai, hutang  bukan solusi malahan membuat hidup manusia mengalami ratapan, dan bukan hanya pesta pora.

Bahkan manusia bisa mendadak kaya mendadak, dan meskin menjadi meskin mendadak atau tidak punya apa-apa. Ternyata dibalik gemerlapnya utang pihutang justru  tidak kalah tragedi kemanusian memiluka sampai 7 turunan akibat utang. Atau pemilik bank dan regulasi keuangan justru pagar makan tanaman. Saya menduga ada proses pengkudetan waktu yang tidak wajar dalam produksi, reproduksi uang dan barang atau utang pihutang.  

Sudah banyak konsep, pemikiran, dan model tindakan yang di lakukan, namun tetap saja urusan utangs pihutang tidak pernah selesai. Bahkan krisis likuiditas mengancam peradaban dunia. Lalu bagimana argumentasi baru yang lebih baik yang dapat tentang makna utang.

Pada bidang ilmu ekonomi, dan bisnis hampir tiap matakuliah tidak pernah lepas selalu membahas tentang utang, piutang, bunga, dividen, royalty, dan sewa. Tiap saat selalu dibahas, dan analisis baik secara kualitatif, dan kuantitatif. Terutama aspek (5W, 1 H) atau  what, why, where, who, when, dan how. Selalu di cari celah dan kondisi dengan mengarah pada dua hal yakni risk, dan return.  

Artinya utang adalah menciptakan orang lain ikut campur dalam jadwal hidup anda, utang adalah beban. Hidup kita tidak independen, tidak bebas karena ada promes waktu, jumlah, dan tanggal dan nominal yang harus saya lakukan. Artinya utang menggadai kebebasan manusia untuk tidak bisa menjadi tuan atas dirinya sendiri. Utang adalah mendidik perilaku tidak bertanggungjawab, dan pilihan bebas yang mestinya di evaluasi dengan baik dan sungguh sungguh.  Sesungguhnya utang mengalienasi hidup manusia, dan mencerabut eksistensi manusia. (lihat 13 pandangan etis pada bagian selanjutnya).

Apabila direnungkan lebih dalam lagi dengan cara pelan-pelan dan non egois, dan menggunakan jiwa rasional keberutamaan, untung malang laba rugi kaya meskin, ada tidak ada, bila sudah waktunya semua juga akan datang pada waktunya, lalu mengapa harus hidup dengan menginginkan budaya utang. Apalagi jika hidup diperbudak oleh budaya pinjaman.

Ada beberapa pengusaha besar yang saya temukan bisa sukses dan besar secara ekonomi tanpa utang satu rupiah atau mata uang lainnya. Tidak ada jaminan bahwa harus punya utang baru bisa punya barang, atau bisa melakukan bisnis. Nyatanya dan faktannya banyak juga bisnis, dan keluarga dari modal jualan tempe mendoan bisa punya harta beda tak mampu di hitung dan di pahami lagi. Itulah takdir, dan usaha keras tanpa utang. 

Karena utang bisa juga menciptakan proses instant yang meracuni kehidupan. Jangan terjebak pada kualitas, dan kuantitas.  Kaharingan tidak mengizinkan manusia utang piutang, karena ada pemadatan waktu yang tidak semestinya atau melawan kewajaran, dan menolak kondisi diri pada realitas ada seada-adanya. Maka di jika dibuka dalam google artinya debt; (1) hutang, (2) dosa. 

Utangpun dapat dimaknai adanya daya purba kosmis dibalik realitas yang tidak semua bisa dipahami dengan cara gampangan. Ada daya kehendak yang lepas dan tidak dapat dengan mudah menyatakan utang adalah solusi, atau menyatakan negara maju, orang kaya juga punya utang, atau utang adalah kepecayaan dengan membanggakan diri. Apakah semudah itu, jika ditanya lebih dalam lagi tentu argumentasi ini absurd, dan bukan ide fixed. Misalnya jawaban atau pertanyaannya justru berada pada manusia sebagai subjek. 

Atau  jangan-jangan ada pengenalan diri yang keliru, dan merusak generasi manusia. Atau jangan-jangan utang adalah roh singa yang akhirnya membuat system evolusi manusia bodoh, dimakan manusia kuat, atau dalam utang ada candu relasi eliminasi dan dominasi hidup. Artinya pada satu sisi utang adalah salah satu wujud memusuhi kehidupan, dan akar kehancuran dan kematian manusia. Semacam idiologi natural of selection atau Darwinisme ekonomi. Atau  jangan-jangan utang memanfaatkan psikologi dan batin orang kemudian memberikan sesuatu seperti saling membahagiakan, atau jangan-jangan ada dokrin yang berbahaya dalam roh jiwa ide utang pihutang.

Utang atau kredit berasal dari kata Latin "credeo" artinya Percaya atau kepercayaan atau pengakuan pada hak dan kewajiban. Utang adalah memberikan hak pakai milik kita kepada orang lain, dengan asumsi hak pakai itu akan dikembalikan pada masa yang akan datang, dengan jumlah, waktu, dan jika mungkin ditambah  dengan bunga. Jadi utang adalah kewajiban (liabilities) yang harus dikembalikan kepada orang lain atas kepercayaan telah memakai haknya. Lalu apa mungkin orang yang dipinjamin itu mengembalikan dengan dasar kepercayaan, atau mengapa ada sesorang mau memberi hak pakai kepada orang lain, padahal manusia itu selalu memiliki kepribadian ganda, baik sekaligus jahat. Apa pendasaran logikanya.

Saya meminjam dokrin Praktik Moral, dan Rasional bila dikaitkan dengan utang: pemikiran Platon, Aristotle, Stoa, Epikuros, St Agustinus, Aquinas, Spinoza, Butler, Hume, Kant, Schopenhaeuer, Mill, sampai Nietzche.

Platon jelas menyatakan bahwa uang, utang, harta, dan kegiatan reproduksi ekonomi adalah rezin epitumia, level kelas paling rendah, dan tidak mengarah kepada di tuntun jiwa rasional berkeutamaan. Artinya utang bukan sesuatu yang mencerdaskan. Aristotle adakah persoalan prestasi, dan menciptakan nama baik. Maka bagi saya sulit memahami bagaimana utang disebutkan bisa menciptakan prestasi dan nama baik. 

Aristotle mencari  nikmat (eudaimonisme), zoon politicon, hidup praktis, dan hidup memandang theoria. Stoa  menyatakan kemampuan diri menyesuaikan dengan hukum alam, jelas ini dimaknai utang jelas bertentangan dengan hukum alam yang menjaga pada takdir dan dikie, dan kecukupan diri misalnya apabila engkau setuju maka takdir membimbingmu, apabila tidak maka tadir akan memaksa kita. 

Epikuros, adalah praktik kebijaksanan (phrosesis) atau seni hidup, berbuat baik lebih menyenangkan dibandingkan dengan menerima kebaikan. St Agustinus ajaran hidup bahagia, dan dimensi transenden,  bahwa hidup manusia idial harus ada campur tangan dan kebersamaan dengan Tuhan Yang Maha Esa, atau ordo amoris.  Dan St Agustinus menolak indikator etika di sebut sebagai kesuksesan. Keberhasilan tidak tergantung pada faktor diluar kemampuan kita.

Aquinas, bahwa praktik dan pilihan hidup manusia itu harus masuk akal. Hukum kodrat menyatakan hiduplah sesuai kodratmu. Melakukan yang baik, dan menjauhi tindakan kejahatan. Untuk pilihan hidup ditujukkan kepada mengembangkan diri, dan menyemurnakan diri. Spinoza, berdasarkan determenisme untuk meningkatkan mutu kehidupan dengan usaha mandiri  untuk menghasilkan keluhuran manusia dan sebagai pantulan cermain kebaikan Tuhan. Butler, merasakan dorongan batin manusia, dan menyadarinya, dengan tetap memerlukan acuan, bersesuaian dengan kodrat manusia. 

Dan tindakan dan rasionalitas harus dapat dievaluasi suara hati manusia itu sendiri.  Hume, pendasaran empirisme berwujud moral sentiment, bahwa tindakan dapat dinilai melalui (a) berguna bagi masyarakat dan berkeadilan, (b) berguna bagi diri sendiri, (c) memberikan kesenangan diri sendiri, (d) menyenangkan orang lain.  Kant: tindakan yang baik adalah tindakan yang sesuai dengan maksim yang dapat menjadi maksim umum dan bersifat universal. Bersifat imperative kategoris (perintah tanpa syarat),  tidak boleh menggunakan manusia sebagai sarana belaka. 

Moralitas adalah otonomi kehendak bersuara hati. Schopenhaeuer, hidup adalah penderitaan tidak ada putus-putusnya, tidak pernah merasa tenang, dan tidak merasa puas, bingung, kwatir, dan budak kehendak. Untuk membebaskan penderitaan adalah lewat seni, dan kedua penebusan melalui penyangkalan diri, atau cinta agape yang membebaskan. Mill, sifat dan tindakan ini bertujuan memperoleh saldo nikmat, atau  prinsip utilitarian, diukur dengan nikmat jasmani manusia. Atau mencari keuntungan sebesar-besarnya dengan cara menindas manusia lainnya. Nietzche,  mentalitas dan moralitas tuan, atau moralitas budak.

Seusai dengan kerangka pemikiran pada 13 tokoh rasionalisme, dan pertimbangan tindakan (etika) apakah  secara umum bahwa "utang bisa mewujudkan nilai hakiki pada kebaikkan hidup manusia sebagai kondrat-nya. Jelas jawabannya adalah "skeptis" atau wajib di ragukan, atau jangan-jangan utang justu sebagai musuh kehidupan manusia. ***)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun