Fallacies: Skripsi, Tesis, Disertasi
Berdasarkan pengalaman membimbing  mahasiswa sarjana dan pascasarjana  mengalami (inkonsistensi) dalam penelitiannya, atau belum memenuhi struktur pemikiran terutama riset positivisme. Pertama-tama pada umumnya segi bahasa atau SPOK atau linguistic fallacies, dan non linguistic fallacies.
Bagi saya terlepas salah siapa, dan kita tidak perlu mencari siapa yang salah dan siapa yang benar. Karena kebenaran itu memiliki genealogi kekerasan.  Atau kebenaran itu belum ada, dan biarlah waktu yang menentukan diakhir sejarah akan terjadi rekonsiliasi. Atau memakai pemikiran dalam  "Dike Yunani" pada akhirnya pasti akan terjadi keadilan buat seluruh umat manusia.
Maka tidak heran banyak mahasiwa yang akhirnya belum punya takdir untuk lulus atau lulus tertunda, atau lulus dengan revisi total, dan seterusnya. Sikap dosen pembimbing atau penguji beribu warna dan macam, misalnya ada yang sangat rigor, ada yang sangat bijak, ada yang cuek, suka ngambek, sampai ada kubu di dalam kampus antara dosen kelompok, Â A, kelompok B, sampai kelompok Z dan atau dosen A, dosen B tidak bisa didamaikan jika sidang karena berbeda mahzab atau worldview.
Tetapi kampus mau belajar, maka pengelola bisanya akan mencari penguji dan pembimbing yang memiliki mahzab yang sama, sehingga tidak menimbulkan kegaduhan akademik. Sekalipun perbedaan itu baik pada konteks diskursus atau the best argument dan bukan sentiman pribadi atau sikap yang tidak-tidak, disitulah seni kehidupan. Â
Saya akan membahas sekilas mengapa memungkinkan kegagalan skripsi/tesis/disertasi ini bisa terjadi. Secara umum: skripsi tesis, dan disertasi dalam bidang ilmu social positivism ada dua unsur utama dalam pengembangan ilmu: (1) tatanan sintesis deduksi  dalam beberapa istilah disebut logika, matematika, normatif,  dan (2) temuan riset atau uji empirik, induktif, positif, statistik. Jika salah satu atau dualitas ini tidak konsisten maka disebut Fallacies.
Fallacy  adalah kesalahan logika pada dua tatanan atau salah satunya terjadi bila skripsi, tesis,  disertasi itu penuh inkonsitensi (tidak taat) atau ada perbedaan kontradiksi dalam logika berpikir, dan uji empiriknya mengandung penuh kelemahan pada semua alur berpikir.  Aristotle menyebut "Sophistical Refutations"  membuat pengertian tentang system yang memungkinkan kesalahan logika pada dua hal: (a) linguistic fallacies atau rhetoric , dan (b) non linguistic fallacies.
Rigoritas atau ketepatan penggunaan pikiran dikemukakan oleh Isaac  Watts (1724) ada tiga kriteria yakni  appeal to faith, appeal to passion, dan  a public appeal to passion. Seluruh model fallacy baik Aristotle, Bacon (induksi), Arnauld and Nicole, Locke, Bentham, Whately,  Copy,  dapat disimpulkan pada keseluruhan membahas tatanan {bagimana "The hallmarks of scientific research" dapat tercapai").
Atau bila meminjam pemahaman Kant maka skripsi/tesis/disertasi paham tentang: sintesis-analisis apriori-aposterori, fenomena-nomena, penggunaan fakultas akal budi, dan fakultas kesan indrawi atau persepsi intelektual. Dengan memahami fallacies merupakan kesalahan konseptual alur logika sehingga tidak jelas baik sumbangan ilmiah maupun kegunaan praktisnya akan dapat dihindari.
Sebaliknya jika pada skripsi/tesis/disertasi terjadi fallacies maka biasanya skripsi/tesis/disertasi terus menerus diperbaiki, bahkan sampai tidak layak uji beberapa kali atau ujian berkali-kali. Â Atau fallacies juga berbentuk kesalahan-kesalahan tersembunyi sehingga menggugurkan keseluruhan argumentasi.
Penyebab fallacies pada skripsi/tesis/disertasi adalah akibat kegagalan pemahaman tangga-tangga ilmiah (the hallmarks of scientific research). Â Diantaranya adalah:
(1) Tidak jelas penetapan tujuan penelitian (purposiveness), dan ketidak jelasan fenomena riset gaap,Â
(2) Rigor (ketepatan) adalah ketaatan asas peneliti dalam menggunakan metode ilmu,
(3) Testabilitas dapat diuji secara statistik berdasarkan pengumpulan data (testabilitas),
(4) Aspek replikabilitas berkaitan dengan penggunaan kerangka model yang dapat diulanggunakan untuk masalah riset yang sama,
(5) Precision and confidance  aspek ketelitian dan ketinggian taraf keyakinan riset,
(6) Aspek objektivitas menyatu, dimana antara peneliti dengan objek  penelitian tidak menjadi baur (tidak ada subjektivitas), sehingga interprestasi dan simpulan riset terhindar dari subjektivitas peneliti,
(7) Aspek generalisasi dikaitkan dengan (grand theory) di pakai dengan patokan berpikir,
(8) Parsimony atau kesederhanaan, kehematan,
(8) Metode verifikasi variabel dan causal ordering (urutan kausalitas),
(9) "Outlier" Â atau adanya data yang ekstrim,
(10) Â Kemampuan reinterprestasi ulang hasil fakta, dan penemuan novelty riset,
(11) Â Kemampuan retorika: seni, dan ilmu dalam diskursus pada saat bimbingan dan waktu sidang dilakukan,
(12)  Skripsi/tesis/disertasi adalah "praktik moral" pada  tradisi akademik baik secara khusus, maupun secara universal.
Demikianlah ada 12 aspek yang memungkinkan kesalahan dapat terjadi pada skripsi/tesis/disertasi. Tentu saja ada syarat lain harus tahan duduk membaca literatur minimal  12 jam  atau lebih dalam sehari sebagai proses alienasi diri untuk mencari dan memberikan yang terbaik. Tidak ada  tetes keringat, air mata, atau satu helai rambut terlewat dan sia-sia,  semua usaha manusia pasti indah tepat pada waktunya. Semoga***)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H