Mohon tunggu...
APOLLO_ apollo
APOLLO_ apollo Mohon Tunggu... Dosen - Lyceum, Tan keno kinoyo ngopo

Aku Manusia Soliter, Latihan Moksa

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Candi Liyangan atau Tambang

8 Februari 2018   18:52 Diperbarui: 9 Februari 2018   14:53 851
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada tanggal 26, 27, 28 Desember 2017 yang lalu ketika saya melakukan penelitian Epistimologi  tentang Mataram Kuna atau Mataram (Hindu) untuk dua dinasti, yaitu Wangsa Dinasti Sanjaya dan Syailendra. Untuk mengumpulkan data penelitian saya mengunjungi  hampir semua situs candi di Jawa Tengah. 

Salah satu situs candi purba (masa Indonesia Kuna) pada situs Desa Purbosari, Kecamatan Ngadirejo, Kabupaten Temanggung, di kaki Timur Gunung Sindoro. Menurut juru kunci candi Liyangan di Situs ini baru ditemukan pada tahun 2008. Temuan awal adalah candi berbentuk Yoni pipih kira-kira tebalnya 20 centimeter berbentuk bundar dengan diameter sekitar 1 meter. Saya memiliki hipotesis candi dengan corak Yoni, Lingga symbol wangsa Dinasti Sanjaya.

Pada tulisan ini saya ingin menyampaikan pengalaman keluhan pada situasi Candi Liyangan sangat memprihatinkan. Pertama karena ada penambangan pasir besar-besaran disekeliling didekat candi tersebut dan minimalnya pengawasan yang dilakukan oleh Balai Pelestarian Cagar Budaya Jawa Tengah  Direktur Jenderal Kebudayaan RI. 

Bahkan bisa terjadi kemungkian penggalian penambangan ini merusak keseluruhan candi Liyangan, bahkan sudah merusak sebagian, erosi tanah, kerusakan lingkungan, dan keseimbangan ekosistem disekitarnya.  Bisa saja terjadi pencurian atau perusakan oleh pihak yang kurang bertanggung jawab. Saya sebagai warga Negara prihatin atas kondisi ini.

Padahal di sebutkan Negara atau kota idial apabila memiliki; (1) jumlah perpustakaan lengkap dengan segala referensinya atau tanah dipakai untuk pendidikan; (2) situs sejarah dan kebudayaan terawat dengan baik, (3) mall, (4) rumah ibadah, (5) hewan di kebon binatang terawat dengan baik, (6) tidak ada trotoar atau jalan raya dijadikan tempat jualan atau parkiran, (7) ketersedian wilayah publik seperti Alun-alun di Jawa.

Negara atau kota ideal apabila point 1, 2, 3, 4 jumalahnya proposional. Terutama poin 1, dan 2  disitulah pencirian Negara memiliki peradaban kehidupan yang idial. Jika tidak maka Negara atau masyarakat tersebut mengalami "Sick Societies" atau kebudayan sakit (lihat penelitian Edgerton 1992). Karena candi, patung, museum, prasasti, merupakan cara (fixed time) atau membekukan waktu bertujuan memperlihatkan fakta empirik pada mendidik generasi bangsa pentingnya menghayati sejarah dan akhirnya tentu saja untuk menanamkan kecintaan pada Tanah Air.

Maka ciri Negara yang tidak sakit pada saat waktu liburan  warganya akan pergi kedua tempat yakni ke museum atau candi purbakala, atau membaca buku diperpustakaan, dan bukan pergi ke mall untuk menghabiskan waktu. Cara ini akan membentuk karakter pada identitas visi "Wealth of Nations", merawat jiwa rasional logistikon.

Akhirnya, sangatlah penting peran pegelola Negara (pemerintah), dan partisipasi masyarakat maupun kearifan lokal untuk merawat artefak kebudayaan, karena symbol peradaban bersama demi NKRI. Semoga Candi Liyangan, dan candi lainnya di Indonesia tidak mengalami keterlantaran.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun