Mohon tunggu...
APOLLO_ apollo
APOLLO_ apollo Mohon Tunggu... Dosen - Lyceum, Tan keno kinoyo ngopo

Aku Manusia Soliter, Latihan Moksa

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Metafora Labirin: Episteme Dianoia Aristotle untuk Audit Forensic

8 Februari 2018   17:01 Diperbarui: 8 Februari 2018   17:05 1089
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

(bagian 2 habis)

Untuk memahami hal ini metaforanya saya memakai konsep Labirin. Taman Labirin Coban Rondo Malang Jawa Timur adopsi Labrin. "Labirin pemahaman tatanan jebakan jika anda bisa masuk belum tentu anda bisa keluar".  Labirin ini bukan hal baru. Dulu di kota Yunani atau di  Istana Knossos, pulau Kreta dan sebagai pusat upacara, politik, dan budaya Kebudayaan Minoa. 

Dalam mitologi dikisahkan "Theseus melawan Minotaur". Minotaur adalah monster berbentuk manusia dengan berkepala banteng. Monster ini kemudian tinggal di tengah sebuah labirin rumit, dirancang oleh arsitek Daidalos dan dibuat untuk menyimpan Minotaur. Maka setiap tahunnya, penduduk kota Athena pun harus memenuhi dan mengirimkan tujuh pemuda dan tujuh gadis sebagai persembahan manusia, supaya tidak diserang oleh Kreta. 

Setelah tradisi berlangsung beberapa lama, monster ini pun akhirnya dibunuh oleh Thesus, seorang pahlawan Yunani yang menyamar menjadi persembahan diri. Thesus diberikan metode oleh Ariadne, merupakan putri Raja Kreta yang memiliki hubungan istimewa. Thesus dengan strategi oleh Ariadne: melalui dua alat (1) pedang untuk membunuh dan (2) segulung benang diikat di pintu masuk labirin untuk petunjuk supaya bisa keluar sebelah membunuh Minotaur.  Dengan cara ini Theseus berhasil membunuh Minotaur.

Apa dalil yang dapat saya sampaikan dari narasi ini: bahwa {"semua epistimologi ilmu harus memahami benang merah, atau urutan pentahapan logika; dan tahu cara memulai, dan bisa mengakhiri dengan hasil yang optimal pada jiwa rasional logistikon"}. Dan bagi auditor forensic adalah kata menyamar atau disebut ilmu penyamaran, ketidaknampakan, atau no identity. Dua kata bagi auditor forensic adalah bisa keluar dan masuk dengan memiliki benang dan berbentuk penyamaran. Bagimana benang merah (=epistimologi audit forensic). Pada bagian ini saya menjelaskan inti pokok episteme ilmu forensic audit yang dapat dipakai sebagai berikut:

Pertama, Ada 4 causa proxima bidang audit forensic memahami : (a)  Causa material adalah bahan untuk membuat audit investigasi; (b) Causa forma  adalah struktur atau bentuk investigasi; (c) Causa efficient, sumberdaya manusia kompetensi  melaksanakan investigasi; (d) Causa finalis tujuan investigasi yakni menemukan kebaikan (agathon).  

Kedua, dokrin : 1 substansi, dan 9 predikat aksidental. Ada Categories (Kategoriai)  sepuluh pengada itu adalah substansi.Auditor wajib menggunakan terminology ini dan menyusun kertas kerjanya. Kesembilan tersebut: kuantitas (misalnya jumlah Rp 40 m kerugian negara), kualitas (akibat nya negara menjadi buruk), relasi (sebagian besar uang tidak dapat dikembalikan), tempat (korupsi di lakukan di Jakarta), waktu (terjadi 14 tahun lalu), posisi (sedang dicari pelaku dan aktornya), kondisi (pelaku memiliki mobil, rumah mewah), aksi (pelaku melakukan tindakan melawan Hukum), tindakan pasif (pelaku diborgol masuk penjara karena melawan hukum).  

Makna ada pertama-tama merujuk Substansi (berdiri sendiri, sekaligus mendasari) substansi adalah yang diterangkan. Aksisden menerangkan subsatansi. Maka ada 3 kemungkian simpulan audit forensic (1) "Ada" artinya benar Mr x pelakunya (postitif), (2) tidak Mr X pelakunya (negative atau paradoks), dan (3) Dua-duanya (sebagian MR x dan sebagian bukan Mr X) atau di sebut Aristotle Golden Mean.

Ketiga adalah: Ethos, Pathos, Logos. Mutu Investigasi audit bergantung kepada tiga aspek pembuktian, yaitu {"logika (logos), etika (ethos), dan emosional (pathos)"}. Pembuktian logis (logical proof), konsep pembuktian logis.  Auditor memiliki kredibilitas (ethos proof):  intelligence, character, dan Good will.  Tentang kemampuan emosional (pathos proof) penyesuaian suasana emosional yang ingin dicapai dalam sebuah dialog denga klien.

*) Penelitian terdaftar pada HKI

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun