Mohon tunggu...
balap lumpat
balap lumpat Mohon Tunggu... -

Bukan siapa-siapa, hanya orang biasa yang sedang belajar menulis. Tidak menyukai praktek-praktek plagiarisme, Tidak menyukai pemikiran yang provokatif dan agitatif. Menyukai ilmu pengetahuan, sejarah, politik, sosial dan budaya.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Islam Kolot dan Modern

10 September 2010   14:31 Diperbarui: 26 Juni 2015   13:19 848
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Kata kolot merupakan sebuah konotasi negatif dari kata konservatif, lama, kuno dan lapuk. Ibarat sebuah kayu yang telah ditumbuhi lumut, dan digerogoti rayap.

Kata modern merupakan sebuah konotasi positif dari kata progresif, baru, mutakhir, dan fresh. Ibarat metamorfosis ulat menjadi kupu-kupu.

Adilkah sebuah dikotomi islam kolot dan modern. Istilah kolot sering dinisbatkan kepada pihak ulama yang memikul kitab kuning dan nahwu, diam dipesantern, dakwah dikampung, tidak berpendidikan tinggi dan kental dengan budaya ketimurannya.

Istilah modern dinisbatkan kepada para "intelektual muslim", diam dikampus, pemerintahan, dakwah dikota, minimal lulus s1, lebih dihargai yang lulusan luar negeri dan kental dengan kebudayaan kebaratannya.

Adilkah sebuah dikotomi islam kolot dan modern?

Jika memiliki sikap anti "liberalisme" dan "pluralisme" dianggap kolot, dan sebaliknya jika memiliki sikap pro "liberalisme" dan "pluralisme" dianggap modern.

Kepada pengikut islam kolot pihak lain akan mengatakan anda taqlid terhadap nenek moyang.

Kepada pengikut islam modern pihak lain akan mangatakan anda hev-autos-epha terhadap profesor dan doktor.

point penting nya adalah toleransi, manusia dapat bertoleransi jika memiliki ilmu.

Namun bukan ilmu yang taqlid atau autos-epha.

Istilah taqlid dan autos-epha mematikan kemerdekaan berfikir dan menyuburkan kemalasan berfikir.

Jang perlu bagi kita bukan sadja berseru kepada kaum kita : "Djangan engkau terima sesuatu jang engkau tak mempunjai ilmu tentang itu !", akan tetapi kepada pihak jang satu lagi harus kita berseru djuga : "Djanganlah saudara menolak sesuatu urusan jang saudara belum selidiki apa jang saudara hendak tolak itu !"

itulah kutipan dari M.Natsir dalam buku Kapitaselekta Jilid 1 judul artikel Sikap Islam terhadap Kemerdekan Berfikir. Yang masih tajam hingga sekarang tepat bagi kita umat islam yang terpecah akibat dikotomi islam kolot dan modern.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun